x

Digital Photography by Tasch 2020.

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Senin, 17 April 2023 19:36 WIB

Alegori Yang Muda Yang Ceria

Alegori Yang Muda Yang Ceria. Esai kasih sayang untuk sesama, catatan empiris perjalanan pikiran, cinta negeri ini. Salam baik saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Balon warna-warni diterbangkan angin ke angkasa. Siapa pemilik angin? Dari mana balon itu memiliki warna senyawa proses pewarnaan kimiawi zat awal menjadi balon. Tampak transparan diterpa cahaya matahari menuju alam langit. Indah nian tampak mata.

Menurut KBBI plagiarisme adalah “Penjiplakan yang melanggar hak cipta.” Apakah plagiarisme, termasuk warna balon itu?

**

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Barangkali hidup, sebenarnya, senantiasa indah, jika tak ada oknum durjana maling uang negara. Dunia pendidikan akan lebih cepat mencapai tujuan, hak-hak pelajar Indonesia di perbatasan negeri ini akan lebih cepat memiliki sekolah lebih banyak, membangun kelas pendidikan dasar hingga universitas lebih banyak, kemungkinan tak perlu bersusah payah belajar di kota lain.

Meskipun ada baiknya juga belajar ke kota lain, bagai pertukaran edukasi budaya keluarga sebangsa, sesuai kemampuan dana personal. Pendidikan sekelas universitas barangkali cukup mahal. Bersyukur apabila, pembangunan wilayah perbatasan konon tengah giat berdaya bangun untuk mengejar kecepatan pendidikan, menuju cita-cita ke-berbagai sektor budaya, pendidikan modern-beriman.

Meski metropolis dimanapun sebenarnya kini, dulu, awalnya sama-sebangun, juga disebut desa perbatasan oleh kaum kolonial. Lalu terjadi istilah urbanisasi kebudayaan, lalu ada sebutan dari kota ke desa atau semacam geomigrasi kebudayaan. Zaman cerdas melampaui perubahan terjadi dengan cepat lewat pasar global teknologi.

Kini, semua terjadi bagai secara ajaib, ada mesin bisa mengeluarkan uang, seperti ada jin berdiam di dalam mesin uang itu. Kadang lucu juga melihat lembaran mata uang rupiah keluar dari mulut sebuah box besar. Di sela planet bumi tengah menuju perubahan besar hiperteknologi, konon, katanya sih begitu-telah meninggalkan era kebudayaan industri, meski, industri, masih jadi pelengkap teknologi terkini.

Berpengaruh pada perilaku makhluk hidup dari jasad renik hingga peradaban inteligensi, bahkan atom telah dapat dihitung meski dengan alibi dasar serba tak terhingga atau nisbi alias kenisbian. Disiplin ilmu matematik tetap mengakui nol sebagai bilangan angka bernilai sains tak sekadar pelengkap angka satu sampai dengan sembilan, sebab tak akan ada angka sepuluh jika tak ada angka nol.

Maka bertemu dayaguna kumparan dari nol menuju angka-angka kembali ke nol dengan tombol on atau off pada kaidah teknologi ringan sampai canggih, hingga perilaku makhluk hidup, ‘kenyang jika makan, lapar jika belum makan’ kedua habitat kenyang dan lapar, tanpa kontrol inteligensi, kedua hal itu mampu mengganggu metabolisme sel-sel hidup dalam tubuh.

Sebagai contoh terburuk dari makan terlalu kenyang-bisa dilihat dengan kasat mata, sejenis makhluk dengan sifat dasar koruptif, seperti di lansir ‘para news’ di kumparan media sosial modern terkini, simpang siur berita manipulasi uang negara alias koruptor. Enggak pernah malu, and the facto tak jua kapok deh.

**

Lantas dari mana ikan hias memiliki warna indah, di luar dugaan imajinasi terbatas makhluk hidup-selalu berbudaya baik dan benar. Sains mengatakan, bahwa benar makhluk manusia disebut sempurna di antara makhluk hidup di planet Bumi, baik dalam perilaku maupun dalam tata laku sosialnya, memiliki spiritualitas kemanusiaan bersumber dari ‘Zat Ilahiah’ atau zat tak serupa apapun.

Kalaupun ada perilaku negatif dari manusia, misalnya, itu atas kehendak sendiri, dari perihal pilihannya, dengan sadar sesadar-sadarnya, bukan semacam orang waras, lantas pura-pura gila, agar lolos dari jeratan hukum bagai kisah dongeng abakadabra sulapan palsu dalam kisah parodi demokratisasi utopia.

Tentu tak akan seindah alegori kisah novel ‘Dunia Sophie’ nan filosofis ‘indah banget’ sebuah novel filsafat dari Jostein Gaarder, pengantar oleh, Prof. Bambang Sugiharto, sahabat akademi teman yang asyik diajak ngobrol olah pikir dan rasa, keren banget. Novel itu, bagaikan sebuah kitab pelajaran sederhana, bahwa makhluk manusia sebaiknya memahami dunia filsafat, agar tak mampu belajar berbohong.

**

Penyebab terbentuknya kehidupan, dari koloni-koloni nomaden, terjadi saling-silang peniruan perilaku pola hidup atas kesadaran pengamatan inteligensi manusia kepada alam sekitar, berkembang menjadi lebih luas dari personal kultur hingga menuju geo-kultur, hingga membentuk habitat dalam proses hegemoni sosialnya, melahirkan disiplin-disiplin.

Hingga pencapaian peradaban sosial dan sains seirama pola kontrol pada inteligensi kesadaran hidup penciptaan, temuan-temuan berdasarkan klimaks pada batas super-ilmu pengetahuan makhluk manusia. Batas pengetahuan itu lahir dari bongkar pasang peniruan adab peradaban sebelumnya, sepanjang makhluk hidup, bernapas. Sila menilik sejarah makhluk hidup-manusia, sejak awal terbentuknya planet ini.

Oleh sebab bernapas itu barangkali kesadaran pada perilaku peniruan, mungkin akan terus ada berlangsung selama zaman kehidupan masih ada. Itu sebabnya gajah mendidik anaknya untuk bertahan, memberi pelajaran mempertahankan rantai makanan pada habitat sosialnya. Orangutan mengajari keluarganya tertib, untuk menyusui anaknya.

Itu sebabnya pula pemangku kedewasaan sangat indah memberi contoh baik-benar, pada generasi lebih muda. Si besar wajib memberi contoh si kecil. Pemangku kedewasaan berkewajiban membimbing generasi lebih muda, kakak-adik, semisal, terlihat mungkin melakukan kesalahan, dalam proses belajar menuju pilihan cita-cita hidup, berilah bimbingan dalam benar dan baik. Bukan lantas karena salah, kemudian dipermalukan di media sosial-modern kini. Jangan ya. Tidak boleh loh.

**

Tak ada langkah awal lantas berhasil menuju benar dan baik, tetap melalui tahapan proses belajar bagi semua makhluk hidup. Semua benih apapun akan tumbuh lewat proses alamiah awal. Jika dia jenis makhluk tetumbuhan, manusia pemiliknya wajib menyiram secara berkala, agar menjadi pohon bermanfaat memberi kesejukan, memberi oksigen untuk manusia pemiliknya juga lingkungan sekitarnya.

Itu sebabnya pula, berhenti sekarang jadi pencuri uang negara. Berhenti bersifat manipulator-koruptor pengkhianat negara, baik melalui hoax provokatif bermuatan negatif maupun hal bersifat negatif lainnya. Perilaku tidak senonoh semacam itu, semoga tak lagi menghiasi lini halaman media sosial-modern kini, kalaupun masih ada, mungkin juga, karena media itu, tak memiliki teknologi canggih untuk pencegahannya ya? Barangkali loh.

Sebab dampak dari perilaku buruk, semisal, di media sosial-modern kini, disaksikan generasi kakak-adik, para pelajar dan mahasiswa Indonesia. Jadi, berhentilah berperilaku negatif setara sifat teror-koruptif, wahai manipulator. Salam Indonesia Keren-Negeri, para sahabat.

***

Jakarta Indonesiana, April 17, 2023.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB