x

Aksi 350 ID di depan gedung BNI

Iklan

Cak Daus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Juli 2021

Sabtu, 13 Mei 2023 15:22 WIB

BNI Pelopor Green Banking tapi Danai Energi Kotor Batu Bara

Para CEO BNI perlu memperhatikan secara serius pesan transisi energi yang telah dikumandangkan nasabah-nasabah mudanya di beberapa kampus. Jangan sampai pesan krisis iklim ini dianggap angin lalu dan berakibat bagi rusaknya reputasi BNI di mata nasabah dan pemegang sahamnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Krisis iklim telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan manusia di seluruh penjuru dunia. Berbagai bencana ekologi yang diakibatkan krisis iklim telah menimbukan banyak kerugian ekonomi. Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, kerugian ekonomi Indonesia akibat krisis iklim telah mencapai Rp.100 trilyun per tahun. Kerugian ini akan terus meningkat seiring berjalannya waktu dan juga makin ekstremnya cuaca.

Salah satu penyebab krisis iklim adalah penggunaan energi fosil. Transisi energi, dari energi fosil ke energi terbarukan menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis iklim itu. Transisi energi ini tentu tidak mudah dan murah. Dalam konteks inilah perbankan memiliki peran dalam mewujudkan transisi energi.

Sektor perbankan memiliki kesempatan untuk menyalurkan dana dari publik ke proyek-proyek energi terbarukan. Jika kesempatan itu digunakan, peningkatan gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim akan bisa ditekan.  Salah satu bank yang memiliki peluang mengurangi emisi GRK itu adalah Bank Negara Indonesia (BNI).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BNI adalah bank besar milik pemerintah yang sejatinya tidak pernah menolak adanya krisis iklim. Green banking dan Go Green adalah jargon yang bertebaran dalam laporan-laporan resmi bank papan atas milik negara itu.  BNI juga merupakan salah satu anggota “First Movers on Sustainable Banking”.

Bahkan, BNI merupakan salah satu bank nasional yang mengumumkan terbentuknya Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) dan berkomiten untuk menerapkan Sustainable Finance. Hebatnya lagi, BNI merupakan satu-satunya bank di Indonesia yang menjadi anggota UN Environment Programme Finance Initiative. Tak heran bila BNI menyatakan mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), penyebab krisis iklim, hingga 29% dengan upaya sendiri, atau hingga 41% dengan dukungan negara donor pada tahun 2030

Sebagai bank milik negara sudah seharusnya BNI mengambil kepemimpinan dalam aksi iklim.  Dalam Sustainability Report BNI di 2022, bank pemerintah itu mengklaim bahwa perusahaannya mendukung ekonomi rendah karbon dan ketahanan terhadap resiko terkait dengan krisis iklim. Namun, realitanya tak seindah klaim yang diungkapkan.

Bagaimana tidak, BNI ternyata merupakan salah satu bank pemerintah yang masih terus mendanai energi batu bara, penyebab krisis iklim. Laporan riset 350 Indonesia bersama koalisi masyarakat sipil mengungkapkan bahwa BNI, meminjamkan USD 53,4 juta kepada tiga perusahaan batu bara. Padahal, BNI seharusnya menjadi garda terdepan bagi pendanaan energi terbarukan, ternyata justru masih terus memilih mendanai energi kotor batu bara.

Direktur Keuangan BNI saat publik ekspose di tahun lalu, mengungkapkan bahwa bank tersebut hanya akan membatasi pinjaman ke proyek batu bara, tidak menghentikannya. Menurutnya, komposisi pinjaman BNI ke proyek batu bara akan dibatasi hanya sebesar 2% dari seluruh kreditnya.

Total kredit yang disalurkan BNI di tahun 2022 mencapai Rp646,19 triliun. Jika dilihat dari total kredit yang disalurkan oleh BNI maka 2% dari total portofolio kredit BNI adalah sekitar Rp12,923 trilyun. Angka itu masih lebih besar dari pinjaman BNI untuk proyek energi terbarukan. Seperti ditulis di salah satu media ekonomi, pinjaman BNI di sektor energi terbarukan  hanya Rp, 9,5 trilyun.

 Dari komposisi pinjaman itu timbul keraguan, apakah BNI serius menjadi green banking? Di tengah keraguan klaim green banking itulah komunitas mahasiswa fossil free kampus di UI dan UGM, telah membuat petisi ke BNI agar menghentikan pendanaan ke batu bara. Hingga artikel ini ditulis (1 Maret 2023, pukul 06.59 WIB) telah mendapatkan dukungan dari 19.071 orang. Seiring berjalannya waktu jumlah orang yang mendantangani petisi tersebut akan meningkat. Jika itu terus dibiarkan akan menjadi sebuah kampanye yang akan merusak reputasi BNI.

Kini krisis iklim telah begitu nyata terjadi di depan mata, apakah BNI itu akan serius menjadi green banking? Atau justru BNI tetap terus memilih mendanai batu bara dengan segala pencitraan seolah-olah peduli lingkungan hidup?

Kita tentu berharap CEO BNI di RUPS tahun ini tidak hanya mengedepankan kalkulasi laba secara jangka pendek seraya mengabaikan keselamatan masyarakat yang semakin rentan menjadi korban krisis iklim.  Ironis, bila di satu sisi pemerintah membuat utang baru melalui skema JETP (Just Energy Transition Partnership) untuk membiayai pengembangan energi terbarukan, tapi bank-bank milik pemerintah, seperti BNI justru memilih mendanai energi batu bara, penyebab krisis iklim.

Para CEO BNI perlu memperhatikan secara serius pesan transisi energi yang telah dikumandangkan nasabah-nasabah mudanya di beberapa kampus. Jangan sampai pesan krisis iklim ini dianggap angin lalu dan berakibat bagi rusaknya reputasi BNI di mata nasabah dan pemegang sahamnya.

 

Ikuti tulisan menarik Cak Daus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler