x

Iklan

Mauludy Nugraha

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2023

Sabtu, 20 Mei 2023 08:28 WIB

Kritik DPR Melalui Meme, Senjata Ampuh Digitalisasi Demokrasi Melawan Pemerintah

Artikel ini merupakan bentuk refleksi kondisi demokrasi di Indonesia khususnya dalam responsivitas kritik yang dilontarkan kelompok masyarakat sipil kepada pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Digitalisasi demokrasi menjadi senjata para kelompok oposisi pemerintah ketika demonstrasi di jalanan tidak mendapatkan respon dari penguasa. Hal tersebut pada akhirnya menjadi salah satu opsi yang dilakukan gerakan mahasiswa dewasa ini khususnya untuk memberikan perlawanan dan ultimatum manakala kebijakan pemerintah dinilai tidak merepresentasikan kepentingan rakyat. Sebagai contoh ialah ketika kebijakan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 memicu amarah kelompok masyarakat sipil, diantaranya mahasiswa dan buruh.

Tidak cukup ancaman penderitaan akibat dikeluarkannya Perppu oleh Presiden Joko Widodo, pada rapat paripurna DPR ke-19 Perppu Cipta Kerja disahkan oleh DPR. Melalui keputusan Dewan Perwakilan Rakyat membuat amarah masyarakat semakin memuncak, sebagai negara demokrasi demonstrasi dan unjuk rasa menjadi nafas dari interaksi antara masyarakat dan pemerintah.

Merespon adanya rapat paripurna ke-19 masa sidang ke IV tahun 2022-2023 mengenai pembahasan UU Cipta Kerja, demonstrasi dan unjuk rasa kembali dilakukan oleh Buruh dan Mahasiswa. Namun, harapan dan mendapatkan respon dari DPR tidak menemui titik terang kemarahan dan aksi mahasiswa yang bertumpah ruah dijalan terhalang tembok dan aparat pengawal gedung DPR.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak berhenti sampai pada demonstrasi untuk melakukan penolakan UU Cipta Kerja, media sosial kembali menjadi strategi perlawanan dimana propaganda dan kekuatan framing mampu mendorong opini dan mengedukasi masyarakat perihal kecacatan UU Cipta Kerja. Berawal dari unggahan twitter dan instagram BEM UI yang membuat video agitasi dan propaganda dengan menampilkan Meme Tikus berwajah Ketua DPR RI, yaitu Puan Maharani.

Pro dan kontra mengenai kritikan dari BEM UI tersebut bermunculan mulai dari anggapan provokatif, melanggar hukum, dan tuduhan seperti didanai asing pun menimpa BEM UI. Namun, pujian dari warganet terus bermunculan adanya anggapan unggahan tersebut merupakan kekecewaan dan kemarahan mahasiswa kepada masyarakat. Berdasarkan fenomena ini, sebenarnya yang ingin saya soroti bukan tentang benar dan salah, tetapi respon yang dimunculkan melalui unggahan meme tersebut mengindikasikan digitalisasi demokrasi mencapai tahap untuk efektiv. Dalihnya ialah respon penguasa pasca unggahan tersebut tranding menciptakan interaksi dan dialog antara oposisi pemerintah yang diwakili Mahasiswa dan pejabat publik. Belum lagi pasca unggahan BEM UI tersebut, banyak Badan Eksekutif Mahasiswa dari kampus lain mengikuti mulai dari mengganti tubuh Ketua DPR RI dengan ular hingga menjadi pesulap.

Digitalisasi demokrasi atau demokrasi digital memang menghiasi perkembangan dan kemajuan indeks demokrasi di Indonesia. Bukan hanya untuk e-government pelayanan publik dari pemerintah,tetapi perlawanan dan protes bisa dilakukan secara digital mengingat efektivitas dari kekuatan framing media sosial sudah teruji.

Sementara itu demokrasi digital, Menurut (Allifiansyah, 2016) diartikan sebagai media baru berdemokrasi dimana model ini dianggap sebagai demokrasi digital yang memiliki pemanfaatan teknologi komunikasi guna memajukan partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi. Dalam hal ini demokrasi digital meliputi aktivitas kritikan melalui meme, seperti yang dilakukan BEM UI, lalu menyampaikan kritikan di kolom komentar pejabat publik, dan membuat unggahan berupa kritikan dan permintaan akan suatu perubahan.

Maka tidak heran demokrasi digital kerap menjadi pilihan utama mengingat aktivitas media sosial di Indonesia telah masuk kedalam semua kategori usia sehingga relevansinya tinggi untuk melakukan framing dan penggiringan opini. Oleh karena itu, evaluasi dan refleksi akan gerakan sosial dengan turun kejalan perlu dievaluasi dalam artian perlu ada sifat adaptif dari aktivis dan kelompok penekan pemerintah sehingga ada dua cara memaknai demokrasi, yaitu memberikan tekanan dengan turun kejalan dan memberikan kritikan lewat platform media sosial.

Dampak dari unggahan meme BEM UI tersebut ialah terjalinnya ruang dialog dan interaksi antara mahasiswa dan pemerintah. Adanya respon dari pemerintah ini dinilai menjadi karakter demokrasi dimana pemerintahan yang demokratis selalu merespon demand atau permintaan dari masyarakat. Hal tersebut terjadi ketika adanya ruang dialog dan perdebatan akademis. Oleh karena itu, adaptifitas gerakan mahasiswa menjadi senjata mengikuti perkembangan zaman khususnya untuk memberikan kritikan sebagai bentuk wujud negara demokratis.

Dalam hal ini ada sebuah adagium dan pribahasa latin yang menggambarkan transisi perubahan pergerakan sosial “tempora mutantur etnos mutamur in illis” yang diartikan waktu berjalan dan kita berubah didalamnya. Dengan kata lain, ketika zaman berubah dalam hal ini globalisasi yang mendorong penggunaan teknologi dan manusia pasti menggunakan teknologi karena kita sebagai manusia mengikuti waktu atau zaman tersebut. Oleh karena itu, berdemokrasi atau berpartisipasi pun bisa sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu melalui platform media sosial.

Perlu dicatat, efek domino dari media sosial memberikan pengaruh pikiran seseorang sehingga terjadi penggiringan opini publik. Tidak hanya sebagai ajang untuk memberikan kritikan secara politik, tetapi meme yang diartikan sebagai ide, perilaku, dan gaya untuk menyebarkan informasi ini pun digunakan oleh Ukraina untuk melakukan perlawanan melawan Rusia khususnya dalam meminta empati kepada negara didunia. Melalui hal ini kita bisa melihat bagaimana digitalisasi demokrasi mampu menekan pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Belum lagi meme yang menjadi bagian dari demokrasi digital memberikan pesan-pesan moral dan politik kepada masyarakat sehingga tumbuh kesadaran politik. Lantas apa yang diharapkan pasca unggahan dari meme ini semakin massif dilakukan oleh kelompok Mahasiswa? Tidak lain dan tidak bukan ialah menerima audiensi dan membuka dialog secara transparan agar tercipta tatanan iklim demokratis.

Sementara itu, apakah perlu Mahasiswa meninggalkan jalanan dengan memfokuskan pada aktivitas media sosial, seperti mengkritik lewat meme? Menurut saya, Mahasiswa tidak perlu meninggalkan aspal dan jalanan yang perlu dilakukan ialah dengan adaptif terhadap zaman. Dalam artian tidak hanya melakukan long march melainkan memaksimalkan potensi media sosial sebagai alat perlawanan sehingga demand yang dilontarkan potensi direspon oleh pemerintah menjadi lebih besar.

Oleh karena itu, harapan akan semakin massifnya digitalisasi demokrasi menjadi hal wajib dalihnya ialah perlu kita ketahui titik pencapaian poin keberhasilan demokratisasi di Indonesia adalah menciptakan ruang interaksi antara masyarakat dan pemerintah mengingat berbicara demokrasi dua elemen tersebut harus beriringan dalam proses pembuatan kebijakan dan tidak dapat dipisahkan.  Dengan demikian, demokrasi digital yang dikemas melalui meme menjadi senjata ampuh mengkritisi kebijakan dan memberikan perlawana kepada pemerintah.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Allifiansyah, S. (2016). Kaum Muda, Meme, dan Demokrasi Digital di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan.

 

Ikuti tulisan menarik Mauludy Nugraha lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler