Di satu malam, saat musim hujan. Air turun
menyapa bumi begitu menyakitkan. Tiada peringatan,
tiada harapan yang ada malah kesah karena sesal ingin marah.
Hujan itu marah, menangis, tersedu, dan bingung
Saat siang, dirinya dibakar matahari,
dipatahkan oleh janji.
Saat ingin sekali dirinya membayangkan bahwa
ia adalah kelopak bunga yang baru bersemi
Baru dikagumi, tapi tak akan abadi.
Tak apa,
bukan masalah yang penting aku pernah jadi sesuatu
yang buatmu bahagia saat jadi bunga.
Tapi ini hujan, bukan bunga.
Halusi jauh mengudara menembus mega.
Jatuh dan terbang adalah tugasnya.
Sedang mencintaimu adalah tugasku.
Kepada hujan,
terima kasih sudah mengajarkan aku
untuk terus berjuang walau kehadirannya
terkadang tak selalu menyenangkan.
Sudah itu saja.
(2021)
Ikuti tulisan menarik Gilang Ramadhan lainnya di sini.