x

Dampak industri tambang terhadap lingkungan

Iklan

Alvian zaenal ansori

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Mei 2023

Selasa, 30 Mei 2023 14:38 WIB

Pemanfaatan Tambang Kapur di Jember: Kerugian Lingkungan pada Tata Irigasi Sekunder, dan Krisis Pangan di Sekitar Tambang

tentang polusi air dan tambang sehingga membuat kerusakan mata rantai pangan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selamat Hari Anti-Tambang dan Hari Lingkungan Hidup 2023

Kolonialisme Industri Ekstraktif

Topik : Air dan Pangan Kehidupan vs Industri Ekstraktif

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Pemanfaatan Tambang Kapur di Jember: Kerugian Lingkungan pada Tata Irigasi Sekunder, dan Krisis Pangan di Sekitar Tambang”

#LombaArtikelJATAMIndonesiana

  1. Pendahuluan

Jember, sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur, Indonesia, terkenal dengan kekayaan sumber daya alamnya, termasuk tambang kapur yang melimpah. Pemanfaatan tambang kapur ini telah memberikan sekelumit permasalahan yang cukup signifikan bagi masyarakat Jember. Pasalnya, ketentuan dalam pengaturan tambang kapur di Kabupaten Jember selalu menawarkan hal-hal yang cukup kontroversial dan berdampak buruk seperti kerusakan lingkungan, gangguan pada tata irigasi sekunder, dan krisis pangan di sekitar tambang. Tambang kapur di Jember telah menjadi sumber daya yang sangat bernilai bagi industri konstruksi dan pertanian. Kapur digunakan secara luas sebagai bahan bangunan, pupuk, dan bahan kimia industri. Permintaan yang tinggi akan kapur, baik dari pasar domestik maupun internasional, telah mendorong aktivitas ekstraksi tambang yang intensif di wilayah ini. Namun, konsekuensi logis dari pemanfaatan ini jelas tidak mampu terabaikan, karena akan terus menimbulkan konflik berkepanjangan.

Salah satu kerugian yang paling jelas adalah kerusakan lingkungan yang signifikan. Proses penggalian tambang kapur oleh PT. Imasco Semen Asiatic (Pelaku Bisnis Tambang Kapur Puger, Jember) seringkali mengambil tindakan tanpa izin seperti melakukan relokasi saluran irigasi sekunder yang terletak di garis tengah pabrik, dimana saluran irigasi terbentang lurus tidak berkelok-kelok. Namun, demi lancarnya aktivitas pertambangan kapur maka pihak pelaku bisnis menutup paksa saluran irigasi tersebut agar mudahnya membangun areal keluar-masuk angkutan barang dan pembangunan sebuah tower/menara tepat diatas saluran irigasi. Sehingga saluran irigasi tadi dipindahkan kurang lebih 300 meter dari area pabrik dengan kondisi medan berkelok dan endapan pasir yang tinggi serta dorongan air yang kurang memadai pada hasil relokasi saluran baru tersebut.

Hal ini juga seiring dengan ketersediaan air yang terbatas akibat dari kegiatan tambang sehinnga menyebabkan penurunan pasokan air yang diperlukan untuk irigasi pertanian. Sistem saluran irigasi sekunder yang ada sering rusak atau terganggu akibat aktivitas tambang kapur. Hal ini menghambat aliran air yang merata dan dapat menghancurkan infrastruktur irigasi tersier yang telah dibangun dengan susah payah oleh masyarakat lokal di kecamatan puger, Kabupaten Jember. Akibatnya, krisis pangan melanda daerah sekitar tambang kapur di Jember. Penurunan produksi pertanian akibat kekurangan air mengakibatkan ketidakstabilan pasokan pangan lokal. Petani yang menggantungkan mata pencahariannya pada pertanian mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri, sementara harga pangan lokal meningkat akibat ketergantungan pada impor. Krisis pangan ini berdampak negatif pada keberlanjutan pertanian dan kehidupan masyarakat setempat.

Selain itu, limbah tambang kapur juga menjadi masalah serius. Berdasarkan komponen senyawa kimia yang diuraikan bersamaan dengan aktivitas penambangan gunung kapur puger bisa menjadi senyawa partikulat, dimana partikulat menghasilkan partikel halus seperti debu dan asap yang sangat rentan di hirup oleh manusia termasuk akses jalan yang tertutup debu tambang sepanjang desa puger wetan menuju desa kasiyan timur di kabupaten jember. Ada pula senyawa sulfida yang terpapar udara sehingga bisa menimbulkan asamifikasi tanah dan pencemaran air. Termasuk yang terakhir adalah beberapa logam berat seperti merkuri, timbal, arsenik, kadmium, dan seng dapat ditemukan dalam tambang kapur. Logam berat ini dapat mencemari tanah, air, dan ekosistem, dan memiliki efek negatif pada kehidupan akuatik dan juga mempengaruhi kualitas air yang digunakan oleh masyarakat setempat.

            Dalam jangka panjang, kerusakan irigasi air akibat tambang kapur dapat mengancam keberlanjutan lahan pertanian para petani di Jember. Ketidakstabilan pasokan air menghambat pertanian yang berkelanjutan dan dapat memicu penurunan produktivitas dan keberlanjutan lahan pertanian. Petani terpaksa menghadapi kendala dalam mempertahankan produksi yang konsisten, meningkatkan pendapatan, dan mencapai keamanan pangan di wilayah tersebut. Untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian, langkah-langkah perlindungan dan pemulihan tata irigasi air yang rusak akibat tambang kapur sangat diperlukan. Perbaikan saluran irigasi yang rusak, pemeliharaan rutin, dan pengelolaan yang baik harus dilakukan untuk memastikan pasokan air yang cukup dan stabil ke lahan pertanian. Selain itu, diversifikasi sumber air seperti pengembangan sumberdaya air alternatif, seperti sumur dangkal, sumur gali, atau kolam penampungan air hujan, juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada saluran irigasi yang rusak.

            Menilisik lebih jauh terhadap aturan Perundang-Undangan Nomor 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi Pasal 17 Bagian Kedua Penyediaan Air Irigasi Ayat 1 menyebutkan  “Penyediaan air irigasi diarahkan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang optimal dengan tetap memperhatikan keperluan lainnya.” Dimana proporsi untuk kerusakan air seharusnya sudah menjadi beban pemerintah daerah dalam menanggulangi kerusakan tersebut, sehingga pada tahun 2020 telah di keluarkan Surat Pemberitahuan tentang Penyerobotan Aset Milik Negara yang ditujukan oleh pelaku bisnis PT. Imasco Semen Asiatic atas perpindahan tata saluran air irigasi di wilayah tersebut. Cara illegal tersebut menyebabkan penumpukan air pada jalur sebelumnya di dusun penitik, dan membuat genangan air yang masuk kerumah warga akibat daya dorong air kurang dan mengharuskan masyarakat ujung puger tidak menerima pasokan air akibat air sebanyak 3000 kubik terpecah pada irigasi tersier sebelumnya dan per tahun 2022 ternyata perpindahan saluran sudah mengubah drainase saluran irigasi termasuk semakin bertambahnya debu kapur pada air, semakin membuat produksi pertanian cepat mengering atau kopong.

  1. Penurunan Efisiensi Irigasi dan Peningkatan Kadar Zat Tercemar dalam Air

Salah satu dampak negatif yang signifikan dari perpindahan saluran irigasi akibat produksi pertambangan kapur adalah penurunan efisiensi irigasi dan peningkatan kadar zat tercemar dalam air. Sistem irigasi yang efisien penting dalam mempertahankan produktivitas pertanian dan ketersediaan air yang memadai bagi tanaman. Namun, dengan adanya perubahan saluran irigasi, aliran air menjadi terganggu, menyebabkan berbagai masalah yang merugikan para petani. Penurunan efisiensi irigasi dapat terjadi karena beberapa faktor. Pertama, perpindahan saluran irigasi sering kali mengubah pola aliran air yang semula terstruktur dan terukur. Hal ini dapat mengakibatkan pemborosan air, di mana beberapa area mungkin tergenang atau kekurangan air yang diperlukan. Akibatnya, tanaman tidak mendapatkan suplai air yang optimal, menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hasil pertanian.

Selain itu, perubahan saluran irigasi juga dapat mengganggu distribusi air yang merata ke seluruh lahan pertanian. Beberapa area mungkin menerima suplai air yang berlebihan, sementara yang lain mengalami kekurangan air. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kerugian pada tanaman, meningkatkan risiko serangan penyakit tanaman, dan mengurangi hasil panen yang diharapkan. Selain penurunan efisiensi irigasi, kegiatan pertambangan kapur juga dapat menyebabkan peningkatan kadar zat tercemar dalam air irigasi. Proses pertambangan dapat melepaskan logam berat, bahan kimia, dan zat-zat berbahaya lainnya ke dalam lingkungan. Ketika air irigasi mengalir melalui tanah yang terkontaminasi, zat-zat tersebut dapat larut dan masuk ke dalam sistem irigasi, mencemari air yang digunakan untuk mengairi tanaman.

Peningkatan kadar zat tercemar dalam air irigasi memiliki konsekuensi serius bagi pertanian dan kesehatan manusia. Tanaman yang terpapar zat-zat berbahaya dapat mengalami gangguan pertumbuhan, kerusakan struktural, dan penurunan produktivitas. Selain itu, ketika tanaman mengambil zat-zat tercemar melalui air irigasi, zat-zat tersebut dapat terakumulasi dalam bagian tanaman yang dikonsumsi manusia, seperti buah, sayuran, atau biji-bijian. Akibatnya, makanan yang dihasilkan dari lahan pertanian yang terkena dampak pertambangan kapur dapat menjadi sumber paparan zat berbahaya bagi manusia. Peningkatan kadar zat tercemar dalam air irigasi juga berdampak pada keberlanjutan sumber daya air dan ekosistem perairan. Air yang terkontaminasi dapat merusak ekosistem air, mengganggu keseimbangan biologis, dan mengurangi keragaman hayati.

Pada periode 2019-2021 lalu gerakan masyarakat dan mahasiswa juga mencoba melakukan penelitian sederhana terhadap kualitas air pada saluran irigasi baru yang telah dipindahkan oleh pihak pemilik tambang kapur di Puger, beberapa dari tim menemukan fakta di lapangan tentang perubahan kualitas air yang bisa menjadi indicator air mulai tercemar, seperti :

 

  1. Perubahan Warna Signifikan dan Sedimentasi yang menimbulkan kekeruhan Air
  2. Uji coba alat asam basa, Alkali meningkat, pH tidak stabil
  3. Air sekitar tambang cepat berubah menjadi panas
  4. Perubahan pada hasil pertanian local

Metodologi ini menggunakan rujukan Environmental Protection Agency (EPA) atas air yang terdampak aktivitas pertambangan sebagai parameter sederhana untuk mengetahui tingkat kualitas air tersebut. Meskipun kapasitas kelompok masyarakat dan mahasiswa belum bisa menguji laboratorium, akan tetapi parameter tersebut sudah terlihat pada tes yang di lakukan oleh tim pencari fakta tadi.

Keterkaitan dengan efesiensi air maka menggunakan salah satu metode yang umum digunakan adalah perhitungan laju penggunaan air (water use efficiency) yang melibatkan pengukuran jumlah air yang digunakan dalam irigasi dan hasil panen. Sehingga pertama diperoleh data bahwa laju air secara konstan terhambat di beberapa titik seperti di dusun penitik hingga menyebabkan genangan air di rumah warga terlebih pada musim hujan, kedua laju air melambat pada jalur air baru akibat jalur irigasi berkelok tidak terstruktur dimana hal ini dapat dilihat dari laju air yang lebih lambat cenderung menggenang. Ketiga, kami menemukan hasil bahwa air yang tercatat pada UPT pengairan setempat sebanyak 3000 kubik akan masuk pada saluran irigasi sekunder namun, pada jalur irigasi mendekati ujung tidak terairi sebanyak puluhan petak atau sekitar 300 hektar dan menimbulkan sawah tandus.

HIPPA, UPT Pengairan, Dinas PU SDA Kabupaten Jember tidak mampu memberikan solusi terhadap kerusakan ekosistem air tersebut dan perubahan jalur irigasi sehingga perubahan tata kelola irigasi di wilayah tersebut terkesan mandeg (terhenti) dan sampai sekarang pun setelah mendapatkan kunjungan oleh komisi C DPRD Kabupaten Jember dalam rangka pengawasan menemukan fakta ada penimbunan paksa dengan tanah di saluran irigasi pada tahun 2020 oleh PT. Semen Imasco Asiatic akan tetapi setelah pembukaan jalur tersebut tetap tidak ada solusi tambahan yang diberikan kepada masyarakat sekitar yang terdampak. Akan tetapi kunjungan tersebut juga tidak membuahkan hasil, oleh karenanya hasil inspeksi tidak pernah ada bukti tertulis yang di berikan kepada PU SDA Kabupaten Jember.

Hal itu juga dipengaruhi oleh sosial politik masyarakat di kecamatan puger, khususnya daerah irigasi tidak memiliki satu persepsi yang sama. Hingga pada tahun 2021, HIPPA malah meminta sejumlah bantuan sumber air alternatif selain irigasi kepada pabrik tambang kapur PT. Semen Imasco Asiatic dengan alasan untuk membantu petani lainnya agar turut serta membantu kelancaran tambang kapur disana. Sebaliknya, petani di daerah puger wetan mengalami paceklik akibat iklim yang tidak menentu dan selama kemarau mereka tidak mendapatkan asupan air irigasi di lahan mereka sendiri dan entah sampai mana pula permohonan HIPPA itu dilakukan, karena telah berapa lama ditunggu tak kunjung ada tindakan sama sekali.

 

  1. Analisis Dampak Perubahan Tata Irigasi Terhadap Ketahanan Pangan

Penurunan produksi pangan merupakan salah satu dampak utama dari perubahan tata irigasi yang buruk akibat tambang. Keterbatasan akses air yang diperlukan untuk irigasi pertanian menyebabkan tanaman mengalami kekeringan atau stres air, yang pada akhirnya mengurangi produktivitas tanaman. Petani di sekitar tambang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman mereka, terutama selama musim kemarau yang kering. Hal ini berdampak negatif pada produksi padi, jagung, sayuran, dan komoditas pangan lainnya di daerah tersebut.

Selain itu, kerusakan tata irigasi juga dapat menyebabkan perubahan sosial dan ekonomi di area tersebut. Ketergantungan masyarakat lokal pada sektor pertanian dapat terancam akibat penurunan produktivitas pertanian. Banyak petani yang mengalami penurunan pendapatan dan ketidakpastian ekonomi karena hasil panen yang menurun. Masyarakat di daerah tersebut mungkin terpaksa mencari mata pencaharian alternatif atau terjerat dalam siklus kemiskinan yang sulit untuk ditinggalkan.

Para petani yang mengandalkan pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama mereka menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan produksi tanaman yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal. Ketika akses terhadap air irigasi terhambat atau tidak memadai, tanaman tidak mendapatkan cukup air yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan ketahanan pangan di sekitar tambang kapur menjadi semakin rentan karena ketergantungan pada pasokan pangan dari luar daerah. Harga pangan dapat meningkat karena terbatasnya pasokan lokal, sementara pendapatan masyarakat setempat tidak cukup untuk membeli pangan dengan harga yang tinggi. Situasi ini menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditembus.

Perubahan tata irigasi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan konflik sosial di antara komunitas yang bergantung pada sumber daya air yang terbatas. Persaingan untuk mendapatkan pasokan air yang terbatas dapat memicu konflik antarpetani dan kelompok masyarakat lainnya. Konflik ini dapat memperburuk situasi sosio-ekonomi dan menghambat upaya untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada ketahanan pangan.

Selain kerusakan tata irigasi yang mengakibatkan ketahanan pangan yang terganggu, diversifikasi pertanian yang tidak diatur juga dapat menyebabkan kerusakan secara bertahap di sekitar tambang kapur. Diversifikasi pertanian adalah upaya untuk memperluas jenis tanaman atau komoditas yang ditanam dalam upaya mengurangi risiko dan meningkatkan keberlanjutan pertanian. Namun, jika tidak diatur dengan baik, diversifikasi pertanian dapat memiliki konsekuensi negatif pada lingkungan dan ketahanan pangan.

Salah satu masalah yang sering terjadi akibat diversifikasi pertanian yang tidak diatur adalah perubahan penggunaan lahan yang tidak tepat. Para petani yang terpengaruh oleh perubahan tata irigasi yang buruk mungkin mencoba beralih ke jenis tanaman yang berbeda atau kegiatan pertanian alternatif. Namun, jika tidak ada panduan atau pengaturan yang jelas, mereka mungkin cenderung menggunakan lahan secara tidak terkontrol atau mengabaikan aspek lingkungan.

Akibatnya, lahan pertanian yang semula subur dan produktif dapat mengalami degradasi yang signifikan. Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, penggalian tanah yang tidak terkendali, dan perubahan pola tanam yang tidak tepat dapat menyebabkan erosi tanah, penurunan kesuburan tanah, dan penurunan kualitas tanah secara keseluruhan. Hal ini berdampak buruk pada produktivitas pertanian jangka panjang dan ketahanan pangan masyarakat sekitar tambang kapur.

Selain itu, diversifikasi pertanian yang tidak diatur juga dapat menyebabkan masalah ekonomi bagi petani. Tanaman baru atau kegiatan pertanian alternatif mungkin memerlukan investasi yang lebih tinggi dalam hal modal, pengetahuan, dan teknologi. Jika petani tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap sumber daya ini, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam mengembangkan pertanian baru yang berkelanjutan. Ini dapat mengakibatkan peningkatan ketidaksetaraan ekonomi antara petani yang mampu beradaptasi dengan petani yang tidak mampu.

Seperti yang terjadi pada petani puger yang mencoba melakukan praktek penanaman tanaman buah hanya sebatas panduan melalui buku dan media sosial, akan tetapi mengalami gagal panen akibat tidak memperhatikan pola perubahan tanah dan jumlah pasokan air yang berkurang. Terdapat juga beberap yang menggunakan tanaman pangan alternatif lainnya akibat ingin mencoba mendapatkan penghasilan tambahan dan peruntungan lainnya. Bukan malah untung, justru pinjaman dana yang biasanya digunakan untuk sektor pertanian malah tidak bisa menghasilkan peruntungan yang baik dan bahkan merugi.

Ketika masalah kerusakan tata irigasi dan krisis pangan muncul, penting bagi pemerintah daerah untuk mengambil peran aktif dalam memahami, mengidentifikasi, dan menangani akar permasalahan. Namun, seringkali terlihat bahwa pemerintah daerah Jember kurang responsif terhadap keadaan tersebut. Kurangnya kehadiran dan kegiatan yang nyata dalam menangani masalah ini menciptakan kesan bahwa mereka tidak memprioritaskan ketahanan pangan dan kurang memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat setempat.

Tidak adanya langkah konkret dan keputusan strategis yang diambil oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki tata irigasi dan mengatasi krisis pangan menyiratkan kurangnya keseriusan dalam menangani masalah ini. Upaya yang seharusnya dilakukan, seperti perbaikan infrastruktur irigasi, pengawasan yang ketat terhadap tambang kapur, dan dukungan terhadap petani dalam menghadapi krisis pangan, tampaknya belum menjadi fokus utama pemerintah daerah.

 

 

Ikuti tulisan menarik Alvian zaenal ansori lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB