x

Foto Walhi Riau/Istimewa

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 17 Juni 2023 08:41 WIB

Penyelamatan Pulau Rupat, Nelayan Tradisional Serukan Cabut PP 26/2023

Penambangan pasir laut mengancam beting di Pulau Rupat. Nelayan tradisional di wilayah itu menuntut pencabutan kebijakan yang membolehkan tambang pasir itu. Jika terus berlanjut akan mengancam hilangnya beting, dan penghidupan para nelayan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PEKANBARU, MAKJEGAGIK.ID - Puluhan nelayan Desa Suka Damai Kecamatan Rupat Utara, sebagian besar di antara dari Suku Akit, melakukan aksi bentang spanduk. Mereka menyuarakan tuntutan penyelamatan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut, Senin, 12 Juni 2023.

Aksi di sekitar Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara ini, menurut Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan Walhi Riau untuk merespons pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. PP ini memberikan ruang menambang pasir laut dengan dalih sedimentasi.

"Nelayan Rupat juga menyerukan agar Gubernur Riau segera mengambil keputusan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Logomas Utama," kata Umi dalam siaran persnya, hari ini (16/6/2023).

Warga membentangkan berbagai spanduk besar. Sebagian bertuliskan, Selamatkan Pulau Rupat, Cabut IUP PT Logomas Utama, Cabut PP Nomor 26 Tahun 2023, Lindungi wilayah tangkap nelayan, Laut bukan ruang tambang, dan #saverupat.

“Kami sebagai nelayan tradisional sangat menolak kehadiran tambang pasir laut karena dampaknya yang merugikan nelayan dan masyarakat Rupat secara umum,” tutur Kempang, nelayan dari Dusun Simpur.

Sementara itu, Andre, nelayan dari Dusun Suling, menyatakan keberatannya terhadap keberadaan tambang pasir laut di wilayahnya. Menurutnya, kehadiran PT Logomas Utama di perairan Rupat Utara sangat meresahkan warga.

“Aktivitas penyedotan pasir laut dalam waktu beberapa bulan saja telah membuat hasil tangkap nelayan turun drastis. Apalagi jika mereka terus beroperasi hingga beberapa tahun nanti. Sudah pasti ikan habis, pulau kami pun rusak dan tenggelam,” ujar Andre.

Lokasi aksi bentang spanduk para nelayan itu di sekitar Beting Aceh. Daerah ini berjarak sekitar 2 km dari Pulau Rupat bagian utara. Di sekitar Beting Aceh terdapat Beting Tinggi yang sempat hilang ketika PT. Logomas Utama beraktivitas menyedot pasir laut.

Aksi bentang spanduk ini bertujuan mengingatkan pemerintah, Beting Aceh, Beting Tinggi, Beting Tiga, dan beting lainnya merupakan ekosistem penting yang harus dijaga dan tidak boleh ditambang.

Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan langkah Presiden mengeluarkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry, pakar llmu Kelautan dan Perikanan, dan pakar Manajemen Lingkungan Hidup Universitas Riau dalam diskusi bersama Walhi Riau menjelaskan, sedimentasi berasal dari hasil erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa tanah, lumpur, pasir, mineral dan berbagai unsur kimia yang dibawa aliran sungai ke muara (estuaria).

Material reklamasi ini dapat juga berasal dari pelapukan batuan di kawasan pantai dan dasar laut. Di kawasan estuaria yang kondisi geografisnya relatif datar, sebagian besar hasil erosi akan mengendap di kawasan estuaria, membentuk timbunan lumpur dan pasir (beting). Beting ini lama kelamaan akan membesar dan terbentuklah pulau-pulau delta.

Sedimentasi yang terbentuk di sekitar kawasan pantai akan menyebabkan terbentuknya daratan yang menyatu dengan daratan sekitarnya sehingga daratan pantai bertambah luas.

Proses ini disebut natural land reclamation, reklamasi tanpa campur tangan manusia dan tanpa biaya. Reklamasi alami ini sudah lama terjadi di Bagansiapiapi di muara sungai Rokan, dan di muara sungai Kuantan-Indragiri Riau. Reklamasi alami ini juga banyak terjadi di Utara Jawa dan Kalimantan.

"Kemungkinan sedimentasi itu diperlukan bagi organisme dasar (demersal), karena mengandung berbagai sumber makanan, sebagai habitat, dan tempat pemijahan,” kata Prof Adnan.

Ia juga menyebutkan mangrove yang tumbuh di area sedimentasi itu lebih baik. Sedimentasi menjadi habitat dan dasar bagi tumbuh mangrove. Sedimentasi mengandung sumber makanan atau senyawa kimia bagi mangrove.

”Padang lamun di muara sungai juga diuntungkan dengan adanya sedimentasi,” ujarnya.

Fungsi beting, kata Prof Adnan, bisa mengubah arah arus. Beting yang sudah permanen memiliki fungsi lain, mengurangi abrasi di pulau. Jika beting ditambang, yang paling dirugikan dari segi ekonomi itu para nelayan. Daerah tangkapan ikan hilang, dan semakin jauh daerah tangkapan ikannya.

Umi Ma’rufah mengatakan kekhawatiran Prof Adnan itu telah terbukti ketika PT Logomas Utama beroperasi menyedot pasir laut di sekitar Pulau Babi dan Beting Aceh. Ini jelas mengganggu wilayah tangkap nelayan dan habitat biota laut. Selain juga membuat Pulau Rupat semakin rentan terkena abrasi sebab hilangnya beting-beting dan pulau kecil di sekitarnya.

ia juga Umi menyatakan Walhi Riau bersama nelayan Pulau Rupat menuntut pemerintah mencabut PP Nomor 26 Tahun 2023.

Selain itu, dan mendorong Gubernur Riau, Syamsuar mencabut IUP PT Logomas Utama. Berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2022 kewenangan mencabut IUP berada di tangan Gubernur.

"Nelayan sangat berharap pemerintah mendukung para nelayan dalam menyelamatkan Pulau Rupat dari ancaman kerusakan, dan hilangnya sumber penghidupan mereka,” ujar Umi.***

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu