x

Sumber gambar : Pixabay

Iklan

.

.
Bergabung Sejak: 22 Juni 2023

Sabtu, 24 Juni 2023 07:58 WIB

Bayang-bayang Stagnasi: Peningkatan KDRT dan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan

Oleh: Rahmatul Anggia Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Selama dua dekade sejak digagas pada tahun 2001, Catatan Tahunan (CATAHU) menjadi satu-satunya rujukan kompilasi data nasional tentang kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan, lembaga layanan korban kekerasan, institusi penegak hukum dan organisasi masyarakat sipil. CATAHU merupakan satu-satunya dokumen laporan berkala yang mengkompilasi kasus-kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan di tingkat nasional setiap tahunnya, mengenai data kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan dan juga institusi penegak hukum.

Karena itu, penting memahami bahwa data dalam CATAHU hanya merupakan indikasi dari puncak persoalan KBG terhadap perempuan di dalam realitanya. Data yang terhimpun adalah terbatas pada kasus yang dilaporkan oleh korban, peningkatan jumlah kasus bukan berarti jumlah kasus kekerasan pada tahun sebelumnya lebih sedikit melainkan karena jumlah korban yang berani melaporkan kasusnya semakin banyak dan akses ke lembaga pengaduan juga lebih luas.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ?

 

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang PKDRT No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia.

 

Secara global, korban KDRT umumnya perempuan. Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Hal ini juga didukung bahwa laki-laki sering menggunakan kekerasan untuk membela diri. Sejumlah penelitian telah mendemonstrasikan korelasi antara tingkat kesetaraan gender dan laju KDRT di sebuah negara, yang menunjukkan bahwa negara dengan tingkat kesetaraan gender yang rendah memiliki laju KDRT yang tinggi . KDRT adalah salah satu kejahatan yang jarang dilaporkan baik dari laki-laki maupun perempuan. Korban KDRT juga sering mengalami pengasingan, trauma, masalah keuangan, pengucilan, ketakutan, dan rasa malu. 

KDRT sering terjadi ketika pelakunya yakin bahwa ia berhak menggunakannya. Hal ini menyebabkan siklus kekerasan antargenerasi pada anak dan anggota keluarga yang lain, yang mungkin menganggap kekerasan dapat diterima atau dimaafkan. Banyak orang tidak mengaku sebagai pelaku kekerasan atau korban, karena mereka beranggapan itu adalah konflik keluarga yang tidak terkendali. 

 

Karena korban tersebut mengalami disabilitas fisik, agresivitas, masalah kesehatan kronis, penyakit mental, kemiskinan, atau tidak mau bersosialisasi secara sehat. Korban-korban KDRT banyak mengalami gangguan psikologis seperti gangguan stres pascatrauma. Anak-anak yang tinggal di keluarga bermasalah sering menunjukkan masalah psikologis seperti suka menghindar, takut terhadap ancaman dan agresi yang tidak terduga, yang dapat berujung pada trauma berkepanjangan. sehingga stagnansi menjadi bayang-bayang bagi pribadi korban KDRT.

 

Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya. Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia pada 2022. terhitung dari Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. 

 

contoh kasus kekerasan berbasis gender, Seorang ibu, Budiati (31) korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ditemukan meninggal dunia dalam kondisi memeluk bayinya di dalam kamar rumah kontrakan di Pati. Komnas Perempuan menyebut KDRT yang dialami Budiati merupakan bentuk femisida. Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah mengatakan femisida adalah meninggalnya perempuan akibat puncak kekerasan berbasis gender. femisida itu adalah kematian pada perempuan karena ia perempuan dan itu puncak dari kekerasan berbasis gender. Di kasus Pati, korban mengalami KDRT secara terus-menerus, kemudian tewas. Siti Aminah juga mengatakan kasus KDRT tersebut termasuk ke dalam kekerasan berbasis gender.

Komnas Perempuan meminta kepolisian berkoordinasi dengan UPTD PPA untuk memenuhi pemulihan psikologis anak Budiati. Dia menyebut pemenuhan hak anak dalam kasus tersebut harus diperhatikan. 

 

Sebelumnya, jenazah Budiati ditemukan di dalam kamar kontrakan Desa Kutoharjo, Kabupaten Pati, pada Rabu (14/6) malam. Mayat ibu tiga anak itu ditemukan dalam kondisi memeluk bayinya dan di sekitarnya dua anaknya yang berusia empat tahun dan dua tahun. Polres Pati melakukan penyelidikan dan terungkap Budiati dianiaya suaminya, Mashuri (45) hingga akhirnya meninggal. Mashuri telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

 

Oleh karena itu upaya dalam pemenuhan hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga harus diakui keberadaannya. Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga membuka jalan bagi pengungkapan kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi hak-hak korban. Di mana, pada awalnya kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai area pribadi yang tidak bisa dimasuki siapa pun di luar lingkungan rumah. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis di luar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpa. 

pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (KPPPA), bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga melalui perumusan kebijakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, penyelenggaraan informasi, edukasi tentang KDRT, penyelenggaran pendidikandan pelatihan berbasis gender, serta menetapkan standar pelayanan yang sensitive gender. 

Secara umum, CATAHU 2023 Komnas Perempuan mencatat bahwa terdapat peningkatan angka pengaduan langsung Kekerasan terhadap Perempuan ke Komnas Perempuan. hal ini mengindikasikan meningkatnya keberanian korban mencari keadilan atas kasus-kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Hal ini perlu kita maknai secara positif kepada peningkatan keberanian korban, serta pemberian dukungan serta akses korban untuk melaporkan kasusnya. Keberanian dan dukungan bagi korban melaporkan kasusnya ini erat dengan kepercayaan di dalam masyarakat yang bertumbuh bahwa akan ada tindak lanjut pada laporan yang diberikan.

 

Karena selama ini kekerasan seksual di ranah personal itu sangat tertutup, sekarang dengan pengetahuan ,juga basis perkembangan layanan. perempuan menjadi berani untuk melaporkan,. Bagaimana meminta dukungan semua pihak, termasuk negara. tentunya semua itu harus diikuti dengan peningkatan layanan negara. penegak hukum di Indonesia masih kurang berpihak dan berprespektif korban. pendidikan dan edukasi lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah ini. 

 

Layanan bagi pengaduan dan penanganan korban KDRT dapat ditujukan kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang terdapat di berbagi provinsi. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) ini berada langsung di bawah koordinasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Informasi kontak pengaduan dan layanan bagi korban terdapat pada website komnas perempuan.

Ikuti tulisan menarik . lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB