x

cover buku Pauline

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 19 Agustus 2023 14:30 WIB

Pauline - Novel Pertama Motinggo Busye yang Memasukkan Unsur Islam?

Pauline adalah novel lanjutan dari novel berjudul Lucy Mei Ling. Berbeda dengan Lucy Mei Ling, Novel Pauline sarat dengan unsur Islam di dalamnya. Meski ada unsur Islam, Motinggo Busye masih menggunakan gaya penulisan erotik yang seronok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Pauline

Penulis: Motinggo Busje

Tahun Terbit: 1988 (cetakan kedua)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gultom Agency

Tebal: 408

ISBN:

 

Novel ”Pauline” adalah kelanjutan dari novel ”Lucy Mei Ling.” Pauline adalah nama anak dari pasangan dr. Sanjaya yang menikah dengan Lucy Mei Ling. Seperti umumnya buku lanjutan, kualitas cerita dalam novel ini kalah jauh dari kisah Lucy Mei Ling. Bahkan saya hampir saja tidak melanjutkan membaca novel ini. Kisahnya sangat menjemukan. Novel ini adalah novel karya Motinggo Busye paling membosankan bagi saya.

Keputusan saya untuk melanjutkan membaca Pauline sampai tuntas adalah karena novel ini mengindikasikan bahwa Motinggo Busye sudah mulai memasukkan Islam dalam karyanya. Fakta ini tentu mengejutkan. Sebab di berbagai referensi yang saya dapat, fase ketiga kepengarangan Motinggo Busye, yaitu fase yang disebut sebagai fase religius dan serius baru dimulai pada tahun 1984. Sementara novel Pauline terbit pertama tahun 1982.

Danardono dan Santoso (2007) dalam bukunya yang berjudul ”Pandangan Dunia Motinggo Busye” menjelaskan bahwa perubahan gaya menulis Motinggo Busye dari gaya erotik menjadi gaya religius dan serius terjadai pada tahun 1984. Perubahan ini dipicu oleh dua sebab; yaitu lesunya perfilman Indonesia dan teguran dari anak Motinggo Busye yang sekolah di Pondok Gontor (hal. 11). Anak Motinggo Busye memeringatkan ayahnya bahwa pornografi dapat meracuni generasi bangsa.

Mungkin benar bahwa surat anaknya itu mengubah gaya menulis Motinggo Busye. Namun novel Pauline ini memberikan informasi lain, bahwa Motinggo Busye sudah mulai mengubah gaya menulisnya dua tahun sebelum gaya menulisnya dipengaruhi oleh teguran sang anak. Atau setidaknya Motinggo Busye sudah melirik Islam sebagai nilai-nilai yang bisa dimasukkan ke dalam karyanya.

Kisah Pauline diawali dengan saat Pauline remaja dan bersekolah di SMP di Jakarta. Teman sekelas Pauline adalah Tantra Tanzil, anak dari dr. Tanzil sahabat dr. Sanjaya. Di bagian ini terjadi kisah cinta monyet antar siswa SMP yang melibatkan Tantra dan Pauline. Pada bagian awal ini Motinggo Busye berisah bergaya teenlit yang kurang menarik.

Bagian awal ini diakhiri dengan Pauline yang pindah ke Taiwan karena harus melakukan perawatan karena sakit. Sepeninggal Pauline, Motinggo Busye mengisahkan tentang bejatnya pergaulan anak-anak SMA di Jakarta tahun 1980-an. Motinggo Busye memasukkan tokoh Aniati dan Linda sebagai teman SMA Tantra. Linda dan Aniati adalah tokoh antagonis dalam novel ini. Aniati dan Linda menjebak Tantra melalui sebuah pesta narkoba. Motinggo Busye juga memasukkan unsur perdukunan. Aniati menggunakan jasa dukun untuk memikat Tantra. Karena Aniati terlanjur hamil, maka Aniati terpaksa menikah dengan Tantra. Linda yang juga tertarik dengan Tantra berupaya menggaetnya. Linda pun juga menggunakan jasa dukun untuk memelet Tantra.

Bagian ketiga novel ini adalah episode pulangnya Pauline ke Jakarta. Pauline yang sudah sembuh, sangat rindu untuk kembali ke Jakarta dan kembali bersekolah dengan teman-temannya. Namun sayang, pesawat yang ditumpangi mengalami kecelakaan di wilayah perbatasan Thailand – Malaysia. Pauline selamat dan berhasil mencapai sebuah desa bernama Muaro. Ia diambil anak oleh pasangan Tan Sati dan Etek Mariama. Nama Pauline berganti menjadi Fatima. Kisah kecelakaan pesawat ini seperti dipaksakan untuk membuat kisah Pauline menjadi lebih panjang. Kisah Pauline di kampung Muaro yang dibumbui dengan percintaan yang rumit dengan seorang dato dan pemuda bernama Jusuf adalah kisah yang sama sekali tak berhubungan dengan dua bagian awal.

Paulin yang sudah berganti nama menjadi Fatima akhirnya bisa ke Jakarta dan bertemu dengan Tantra. Tantra sendiri sudah menjadi seorang duda dengan seorang anak bernama Achil, anak dari Aniati yang sudah dicerainya.

Sangat menarik untuk mengamati bagaimana Motinggo Busye menggunakan unsur erotik, mejik dan Islam dalam novel ini. Dari sejak bagian awal, Motinggo sudah menggunakan idiom-idiom Islam dalam novel ini. Misalnya perubahan perilaku Tantra saat SMP terjadi karena ia menjalani perilaku zuhud. Kesadaran kembali Tantra dari pengaruh dukun adalah saat ia mendengar khotbah saat Idul Fitri. Tentu saja Motinggo Busye memoles tokoh Fatima dengan standar nilai-nilai Islam yang tinggi.

Sementara itu, novel ini masih dipenuhi dengan adegan erotik yang menjurus kepada pornografi. Adegan-adegan persetubuhan antara Tantra dengan Aniati dan Linda, serta antara Fatima dengan Jusuf bertebaran di banyak bagian di novel ini.

Berbeda dengan novel Lucy Mei Ling, novel Pauline ini sangat jelas telah memasukkan unsur Islam di dalamnya. (Novel Pauline sudah diiklankan di Novel Lucy Mei Ling cetalak kedua terbitan Loka Jaya di halaman 464.) Saya belum membaca semua karya Motinggo Busye. Berdasarkan pengetahuan saya dari karya-karya Motinggo Busye yang sudah saya baca, Pauline adalah novel pertama yang sarat dengan idiom Islam. Mungkin saja kesimpulan saya salah. Sebab cukup banyak novel Motinggo Busye yang terbit antara tahun 1977 sampai dengan 1982. Kajian terhadap novel-novel Motinggo Busye yang terbit pada periode tersebut akan membuat kesimpulan kapan Motinggo Busye mulai memasukkan unsur Islam dalam karyanya, menjadi lebih akurat.

Meski sudah memasukkan unsur Islam tetapi unsur erotik di novel ini belumlah sirna. Sangat berbeda dengan novel Fatima Chen Chen yang terbit pertama tahun 1991 yang sangat Islami dan bebas dari unsur pornografi. Membaca karya Motinggo di era 1982 – 1984 akan memantapkan kesimpulan kapan sebenarnya Motinggo Busye menyingkirkan unsur erotik dari karyanya. Apakah benar setelah ia mendapatkan surat dari anaknya yang belajar di Pondok Gontor, atau sesungguhnya terjadi secara evolutif. Mari kita kaji lebih lanjut. 772

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu