x

cover buku Kisah Sukses Liem Sioe Liong

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 21 Agustus 2023 13:28 WIB

Kisah Sukses Liem Sioe Liong

Buku ini mengungkap sejarah bisnis Liem Sioe Liong mulai dari nol sampai menggurita di kancah dunia. Kisah diawali dari perannya menyembunyikan tokoh Republik (Hasan Din), memanfaatkan jaringan tentara dan memilih orang-orang yang tepat untuk mengelola bisnisnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kisah Sukses Liem Sioe Liong

Penulis: Eddy Soetriyono

Tahun Terbit: 1989

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Indomedia

Tebal: 125

ISBN:

 

Harus diakui bahwa Liem Sioe Liong adalah salah satu konglomerat fenomenal. Pertumbuhan bisnisnya sungguh sangat pesat. Datang ke Jawa menjelang akhir masa Hindia Belanda, miskin di jaman Jepang tetapi sudah menggurita di  tahun 1980-an.

Apa rahasianya?

“Kisah Sukses Liem Sioe Liong” yang ditulis dengan gaya jurnalistik oleh Eddy Soetriyono (ES) ini memberikan banyak informasi tentang apa saja faktor yang membuat Liem Sioe Liong berhasil dalam bisnis. Karya ES ini adalah sebuah karya yang patut diacungi jempol. Sebab tidak mudah menulis tentang tokoh bisnis di masa tahun 1980-an dimana banyak kalangan bisnis yang masih alergi dengan press. Hubungan bisnis dengan press yang Bagai seteru itu diungkap oleh Goenawan Mohamad di Pengantar.

ES membagi bukunya dalam 5 bab. Bab-bab tersebut disusun secara kronologi, mulai dari kedatangan Liem Sioe Liong dari daratan Tiongkok sampai dengan Anthony Salim sang suksesor. Urutan bab tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dari Petani Miskin Menjadi Taipan Raksasa, 2. Waktu Liem Ketemu Mochtar BCA Pun Tersenyum, 3. Liem Investor di Tangan Pangilinan, 4. Saudagar Mahakaya Dari Indonesia, dan 5. Anthony Salim Sang Putra Mahkota.

ES tidak saja mengungkap tentang sisi sukses Liem Sioe Liong. ES juga menuliskan tentang berbagai kontroversi Kerajaan bisnis Liem.

Liem Sioe Liong mungkin akan menjadi perantau yang biasa-biasa saja jika ia tidak berani mengambil risiko menyembunyikan seorang pejuang dari Jakarta yang mencari tempat persembunyian di Kudus. Tokoh tersebut adalah Hasan Din, mertua Presiden Sukarno (hal. 10). Selain menyembunyikan Hasan Din, Liem Sioe Liong juga sangat aktif melayani kebutuhan gerilyawan yang menentang kembalinya Belanda ke Republik yang sudah Merdeka. Liem dikenal sebagai orang yang rajin menyelundupkan berbagai keperluan gerilyawan. Kedekatannya dengan Hasan Din dan para gerilyawan itulah yang di kemudian hari membuat Liem bisa berbisnis dengan tentara.

Awal kesuksesan bisnis Liem adalah saat ia memasok kebutuhan cengkih bagi pabrik-pabrik rokok di Kudus di saat Jepang menyerah. Liem memanfaatkan hubungan baiknya dengan tentara berhasil memasok cengkih. Saat Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, Liem dengan dukungan tentara mengambil alih bisnis cengkih dari Zanzibar dan Madagaskar (hal. 12).

Hubungannya dengan tentara membuat ia kenal dengan seorang tentara muda bernama Soeharto yang bertugas di Teritorium IV Jawa Tengah (Divisi Diponegoro). Perkenalannya dengan Soeharto (yang saat itu masih berpangkat kolonel?) membuat ia dipercaya mengelola berbagai bisnis saat Soeharto menjadi penguasa Orde Baru.

Di masa Orde Lama, bisnis Liem sudah mulai berkembang. Ia menerjuni bisnis bidang tekstil, suku cadang sepeda, kerajinan dan sabun. Bisnisnya tidak jauh-jauh dari tentara. Liem tetap menjadi pemasok kebutuhan tentara. Liem juga bergiat di bidang ekspor-impor hasil bumi dan timah (hal. 15).

Barulah di awal Orde Baru Liem mendapatkan kesempatan besar. Di tahun 1970, salah satu Perusahaan dagang Liem dianggap menerima kredit Pemerintah dalam jumlah yang amat besar, serta dan memperoleh lisensi ekspor yang melebihi kuota resmi (hal. 15). Kontroversi lain yang mencuat dari bisnis Liem adalah masuknya lingkaran dekat Soeharto ke dalam bisnisnya. Kontroversi itu misalnya masuknya Sudwikatmono, saudara sepupu Soeharto dan kerjasama dengan PT. Mercu Buana milik Probosutejo dalam bisnis cengkih. Monopoli impor cengkih inilah yang melambungkan modal Liem.

Selain dari kontroversi yang menghangat, ES menuliskan peran Liem dalam memanfaatkan kebijakan Pemerintah Orde Baru. Apa yang dilakukan Liem ini telah berhasil melindungi dan memelihara kapital dalam negeri melalui sektor swasta (hal. 18).

Kontroversi kedua yang dicatat dalam buku ini adalah saat Liem mengembangkan sayap bisnisnya dengan membeli perusahaan-perusahaan di luar negeri melalui First Pacific. First Pacific adalah Perusahaan internasional milik Liem yang berkantor di Hongkong. Pengambilalihan Perusahaan di luar negeri ini menimbulkan tuduhan bahwa Liem berusaha mengalihkan kekayaannya keluar Indonesia. Ia dituduh melakukan capital flight (hal. 76). Namun isu ini berhasil dibantah. Bahkan Christianto Wibisono ikut mementahkan tuduhan capital flight tersebut (hal. 78).

Hal menarik lain yang saya dapatkan dari buku ini adalah bagaimana Liem memilih orang-orang yang tepat untuk mengembangkan bisnisnya. Setidaknya ada tiga contoh yang ditulis dalam buku ini. Contoh pertama adalah saat ia memilih berpartner dengan Sudwikatmono. Pilihan ini tentu berhubungan dengan pentingnya menjaga relasi dengan Soeharto. Sudwikatmono yang adalah sepupu Soeharto bisa memperlancar komunikasi dengan Soeharto.

Contoh kedua adalah saat Liem memilih Mochtar Riady sebagai orang yang dipercaya mengelola BCA. Liem merasa bahwa ia tidak memiliki kecakapan dalam mengelola bank. Itulah sebabnya ia memilih Mochtar Riady yang saat itu dikenal sebagai Raja Midas Perbankan. Liem rela menyerahkan saham sebesar 17,5% kepada Mochtar Riady. Benar saja. Pilihan ini adalah pilihan yang sangat tepat. Sebab di tangan Mochtar Riady, BCA berkembang pesat. Asetnya yang hanya Rp. 12,8 milyar di tahun 1975 menjadi 1,1 triliun di tahun 1986. Sejak itu BCA menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

Contoh ketiga adalah saat Liem, melalui Anthony Salim memilih Manuel Pangilinan untuk menangani First Pacific. Di tangan Manuel Pangilinan, First Pacific tumbuh menjadi gurita raksasa dalam waktu singkat (hal. 87).

Terlepas dari kontroversi yang ada, kita patut belajar dari Liem dalam mengembangkan bisnis. Liem pandai memanfaatkan jaringan yang dirintsinya menjadi penyokong bisnisnya. Liem juga menyadari bahwa ia tidak ahli di segala bidang. Ia memilih orang-orang yang tepat dan profesional untuk mengelola bisnisnya. Ia percaya pada orang-orang yang telah dipilihnya. 774

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu