x

image: shutterstock

Iklan

Anggi Canser

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Kamis, 24 Agustus 2023 08:27 WIB

Kontroversi Lagu Anak-anak Berjudul Saat Kecelakaan Terjadi dan Johny Johny Ya Papa

Dunia maya dihebohkan oleh viralnya dua lagu anak-anak berjudul Johny Johny Ya Papa dan Saat Kecelakaan Terjadi. Ada kalangan yang menafsirkan cuplikan adegannya terindikasi memuat unsur homoseksualitas (LGBT). Bagaimanakah mwensikapinya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Anggi Canser

Youtube Kids dan video klip lagu anak-anak telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer masa kini. Namun, seiring dengan dinamika perkembangan zaman dan teknologi yang makin hari makin canggih, kehadirannya bagai dua sisi mata uang.

Dari satu sisi, video klip lagu anak-anak yang tayang di Youtube Kids dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan intelektual anak. Namun di sisi lainnya, video klip tersebut juga memiliki potensi dampak negatif yang bisasaja mempengaruhi mental dan perilaku anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Sehingga, popularitasnya di masa kini tak jarang menjadi perdebatan, khususnya di kalangan para orang tua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Misalnya baru-baru ini dihebohkan di jagad maya (19/8/2023), yaitu viralnya suatu konten berbentuk video klip animasi lagu anak-anak berjudul Johny Johny Ya Papa dan Saat Kecelakaan Terjadi yang cuplikan adegannya terindikasi memuat unsur homoseksualitas (LGBT), dan itu telah tersebar luas melalui Youtube Kids oleh salah satu akun bernama “Lellobee Bahasa Indonesia” (viva.co.id; suara.com).

Imbasnya, sejumlah orang tua (warganet) merasa risih, serta menyayangkan pembiaran atas beredarnya video tersebut di masyarakat, dan mereka mendesak sejumlah pihak seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera mengambil tindakan tegas atas konten video klip lagu anak yang diunggah oleh akun “Lellobee Bahasa Indonesia” tersebut (suara.com).

Pasalnya, selain bertentangan dengan norma-norma yang dianut para orang tua, juga dikhawatirkan anak-anak mereka akan terpapar serta menganggap LGBT sebagai hal yang ‘normal’ di kemudian hari.

Maka dari itu, perlu kiranya kita telisik lebih jauh tentang eksistensi video klip lagu animasi yang terindikasi memuat unsur LGBT tersebut, serta mengapa dan bagaimana video klip lagu semacam itu bisa mempengaruhi perilaku anak-anak kita. Tujuannya, agar kita memiliki pemahaman yang lebih mendalam, serta bijak dalam mengambil sikap.

Deskripsi video klip lagu “Johny Johny Ya Papa”

Setidaknya ada dua elemen yang terkandung di dalam video klip lagu Johny Johny Ya Papa. Pertama audio (musik/lagu), dan kedua visual (video/narasi).

Ditinjau dari segi musiknya, Johny Johny Ya Papa merupakan lagu pendek menggunakan teknik call and respons (saling tanya-jawab) dan pengulangan (repetition) lirik yang divariasikan dalam beberapa konteks adegan berbeda. Lagu tersebut menggunakan nada dasar F Mayor dengan tempo seperti baris-berbaris dalam kecepatan 85 BPM (Beats Per Minute).

Sementara dari segi visualisasi dan narasinya (video) lagu ini dominan memperlihatkan interaksi seorang anak kecil laki-laki berambut pirang bernama Johny dengan dua orang pria dewasa yang dipanggil “papa”. Interaksi anak dan ayah tersebut diperankan dalam beberapa adegan tanya-jawab yang terus berlanjut dalam alur maju dengan latar di dalam sebuah rumah.

Adegan tanya-jawab pertama dinyanyikan di ruang tamu, kemudian memilih baju di lemari; sarapan di meja makan; mengenakan sepatu; dan akhirnya cerita ditutup saat kedua pria dewasa (papa) tersenyum lega melepas Johny pergi bermain keluar rumah bersama dua orang teman sebayanya.

Disitir dari Moonbug.com, Johny Johny Ya Papa dan Saat Kecelakaan Terjadi hanyalah salah dua dari 289 video video klip lagu anak-anak yang diposting oleh Lellobee Bahasa Indonesia. Pada umumnya, video klip animasi lagu yang diunggah kanal ini dibuat oleh Moonbug Entertainment, sebuah industri hiburan global yang berkantor di London (Inggris) dan Los Angles (Amerika Serikat).

Juga disebutkan bahwa misi mereka cukup sederhana, yaitu, “membuat acara yang disukai anak-anak dan orang tua”. Dengan tujuan untuk “mengajarkan kasih sayang, empati, dan ketahanan kepada anak-anak di seluruh dunia” (moonbug.com).

Analisis dan interpretasi 

Secara musikologi, dapat dipastikan bahwa tak ada yang keliru dengan lirik lagu Johny Johny Ya Papa dan Saat Kecelakaan Terjadi. Hal itu dapat kita buktikan dengan mendengarkan audionya berulang kali tanpa melihat videonya.

Sementara secara visualisasi (video), kemungkinan kontennya mengandung unsur ketidakbersesuaian dengan norma-norma yang dianut masyarakat di Indonesia, namun bolehjadi dipandang lumrah oleh masyarakat di negara lain.

Dengan demikian, adalah keliru bila kita menyimpulkan bahwa karena dua diantaranya dipandang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia, maka postingan Lellobee Bahasa Indonesia secara keseluruhan adalah salah (part to whole fallacy). Begitupun sebaliknya (whole to part fallacy), juga keliru bila kita menyimpulkan bahwa karena banyak kontennya yang bermuatan positif maka postingannya secara keseluruhan adalah benar (Nathaniel Bluedorn and Hans Bluedorn, 2009).

Dalam perspektif ini, dapat ditegaskan bahwa benar ada konten Lellobee Bahasa Indonesia yang bermuatan positif, namun terdapat juga konten yang diduga melanggar norma atau aturan yang berlaku di Republik Indonesia. Oleh karena sifatnya baru dugaan, maka hal itu perlu ditinjau dan dipastikan oleh aparat berwenang dengan menyelidiki hal tersebut lebih lanjut.

Bagaimana anak-anak berinteraksi dengan media

Untuk mengetahui apakah video klip lagu semacam Johny Johny Ya Papa ataupun Saat Kecelakaan Terjadi tersebut dapat atau tidak mempengaruhi perilaku anak-anak kita, tentulah memerlukan suatu penelitian ilmiah yang jujur, objektif, dan berkelanjutan. Namun demikian, terlebih dulu kita bisa meninjau ulang proses mekanisme sebab-akibatnya dengan mengeksplorasi cara anak-anak berinteraksi dengan media (platform youtube kids). Dalam hal ini, anak-anak yang dimaksud perlu dibedakan dengan remaja. Tujuannya, agar kita lebih jernih melihat akar persoalannya.

Adapun perbedaan anak-anak dengan remaja dapat dilihat dari banyak segi, antara lain dari segi usia dan perkembangan intelektualnya. Bahkan, dalam usia yang sama, perkembangan intelektual antara anak yang satu dengan anak yang lainnya juga dapat bervariatif (Victor C. Strusburger et al, 2014). Tentu, tidak hanya antar negara, bahkan di ruang lingkup negara Indonesia saja, ‘anak kota’ dan ‘anak desa’ bisa sangat mencolok perbedaannya dalam berinteraksi dengan media.

Jean Piaget (1969) mengelompokkan anak-anak ke dalam beberapa kategori berdasarkan usia dan perkembangan anak pada umumnya, dua diantaranya yaitu tahap sensori-motor (0-2 tahun) dan tahap pra-operasional (2-7 tahun). Misalnya, untuk anak dalam periode tahap sensor-motori dan pra-operasional ini, para orang tua bolehjadi mengakses youtube kids untuk memperkenalkan berbagai hal tentang pendidikan seperti mengenal huruf, warna, angka, suara hewan, nada-nada dan sebagainya. Dengan kata lain, pada rentang usia 0-7 tahun tersebut, keputusan anak sepenuhnya masih bergantung pada orang tuanya.

Khusus di Indonesia, agaknya anak-anak dalam rentang usia inilah yang lebih sering menonton maupun yang diperkenalkan oleh para orang tua pada konten video di platform youtube kids tersebut. Hal itu tentu saja dengan berbagai alasan dan tujuannya masing-masing, antara lain agar anak menjadi tenang dan orang tua bisa melaksanakan tugas hariannya tanpa hambatan.

Saran

Memang tidak ada pendekatan hitam-putih dalam menilai dampak video kip lagu terhadap anak-anak. Lebih-lebih dalam situasi perkembangan teknologi internet dan di era digitalisasi seperti sekarang ini, dimana berbagai pengaruh dari luar bahkan dengan cepat dan mudah menembus masuk ke ranah privat kita. Meski demikan, setidaknya ada dua hal penting yang perlu kita perhatikan dan waspadai bersama.

Pertama, penting bagi orang tua maupun pengasuh untuk secara aktif memantau dan memilih konten yang sesuai bagi anak-anak mereka. Kedua, seniman maupun pekerja seni komersial juga perlu memperhatikan detail konten serta bertanggung jawab untuk memastikan bahwa karya seni yang dibuat dan disebarluaskan, selain sesuai dengan segmentasi anak-anak, juga menghargai norma-norma yang berlaku di tempat lain.

Penutup

Daripada meributkan faktor-faktor yang sifatnya eksternal (datang dari luar dan sulit dikendalikan), kenapa tidak anak-anak kita bekali dengan sejumlah upaya yang teratur agar dirinya (faktor internal) menjadi lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi segala tantangan di masa depan.

Dan tentu, dalam periode usia dan perkembangannya yang bervariatif satu sama lain, anak-anak selalu membutuhkan lebih banyak kehadiran kita sebagai orang dewasa yang bijak di sampingnya, baik sebagai orang tua, guru, seniman, kakak, paman, kakek-nenek, pemangku kebijakan, dan sebagainya.

Agaknya, kebijaksanaan semacam inilah yang kerap luput dalam tindakan nyata kita sehari-hari, juga agak ideal bagi anak-anak kita yang termarjinalkan.

Ikuti tulisan menarik Anggi Canser lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler