Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki beragam keindahan alam.. Namun, di sisi lain, pulau ini memiliki intensitas curah hujan sangat sedikit, hanya setiap 4 bulan. Maka berkembanglah  budaya lahan berpindah dalam sektor pertanian. Dalam hal sumber daya manusia ada persoalan sehingga pengelolaan lahan pertaniakurang produktif.

Selain itu juga sering terjadi kebakaran hutan. Minimnya kesadaran akan budidaya serta perawatan hutan menimbulkan ide bagi Helena untuk mengubah kebiasaan para petani agar bisa me,ihat hubungan antara hutan, lebah hutan, dan manusia.

Hutan berperan menyiapkan berbagai jenis sumber pakan untuk lebah, lalu lebah hutan membantu melakukan penyerbukan agar hutan dan tanaman pertanian atau perkebunan berkembang, Hasilnya, manusia bisa memperoleh tambahan penghasilan karena berhasil memanen lebah hutan. Rangkaian rantai ini merupakan simbisosis mutualisme. Helena mengajak masyarakat khususnya petani di NTT agar menjaga dan melestarikan hutan, maka dampak baiknya akan mendapatkan banyak manfaat juga penghasilan.

Berangkat dari ide dan tujuan inilah, usaha Rumah Madu (Rumadu) mengusung konsep membangun kesadaran yang bermukim disekitar wilayah hutan agar memiliki keterampilan dan meningkatkan ekonomi.  Karena madu hutan dipercaya sebagai penyambung hidup dimusim paceklik ( kekurangan makanan). Madu hutan digunakan sebagai bahan makanan. Atau juga bisa dicampur dengan air untuk diminum.

Helena, dalam keterangannya, membangun usaha Rumadu sejak Januari 2016 yang melibatkan 12 orang petani madu di Desa Nurabelen Kabupaten Flores Timur. Dan, rupanya banyak masyarakat NTT, menyambut dengan baik  program usaha yang diusung oleh Helana. Hingga tahun 2021, sudah ada 54 orang petani madu yang dikapasitasi pengetahuan dan keterampilannya dalam melakukan pengeloaan madu hutan.  Dampak luar biasa inilah, Helena menjadi salah satu penerima Satu Indonesia Awards 2021, yang memberi perubahan baik bagi masyarakat sekitar. 

Ikuti tulisan menarik Advist Khoirunikmah lainnya di sini.