Sekitar pukul 10 pagi, barulah sampai di Dermaga II, salah satu lokasi penyeberangan menuju Desa Wisata Rammang-Rammang, Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros, pada Sabtu, 26 Agustus 2023. Dari Kota Makassar jaraknya sekitar 45 kilometer.
Menginjak pertama kali dermaga penyeberangan menuju desa wisata Rammang-Rammang. Pengunjung akan disambut dengan berbagai warna-warni perahu. Perahu ini hilir mudik membawa wisatawan. Satu perahu bisa menampung hampir sepuluh orang.
Dari dermaga perahu itu menyusuri Sungai Pute. Sepanjang perjalanan wisatawan akan dimanjakan keindahan alam bakau di kedua sisi sungai tersebut. Ditambah latar pegunungan karst.
Selama 25 menit menikmati panorama alam di atas perahu, wisatawan sampai di Desa Salenrang. Dengan berjalan kaki mengikuti susunan papan kayu mengelilingi desa wisata. Dengan papan kayu yang membentuk jalan di kiri dan kanan berbaris persawahan. Yang waktu kami datang sudah menjadi hamparan lahan kering sesudah panen.
Berjalan mengikuti susunan papan kayu mengantarkan kaki ini menemui bentukan alam, situs-situs gua prasejarah. Gua prasejarah yakni Leang Karama, Leang Pasaung, dan Leang Batu Tianang dengan menyuguhkan cap tangan prasejarah yang unik.
Objek Wisata Rammang-Rammang yang menyuguhkan keindahan sungai dengan bakau, bukit karst, gua prasejarah yang merupakan satu diantara berbagai desa wisata yang ada di Sulawesi Selatan. Di dalam platform Jejaring Desa Wisata atau Jadesta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), objek wisata Rammang-Rammang masuk dalam kategori Desa Wisata Berkembang.
Sebagai salah satu desa wisata yang masuk dalam “Kategori Berkembang” dan masih ada sekitar 30 desa di Kabupaten Maros dalam “Kategori Rintisan” yang menuju dikembangkan. Gayung bersambut dengan data yang menunjukkan, jumlah desa wisata di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Asosiasi Desa Wisata Indonesia menunjukkan ada 1.838 desa wisata pada 2021. Kemudian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat terdapat 3.613 desa wisata pada 2022 dan meningkat menjadi 4.714 desa wisata pada 2023.
Potensi desa wisata ini masih belum beriringan dengan terciptanya sumber daya yang mendukung wisata itu, seperti terciptanya komunitas atau tour get yang membantu wisatawan lebih mengenal lokasi wisata. Yang bukan hanya menyuguhkan keindahan alam, tetapi menyampaikan sejarah, cerita rakyat, mitologi, ataupun penemuan-penemuan bentukkan alam. Seperti di Rammang-Rammang terdapat gua-gua yang tentunya diharapkan ada penjelasan latar belakang penemuan situs goa, ataupun sisa peninggalan arkeologi.
Maka itu, suguhan panorama alam tidak dapat dipersoalkan lagi di desa wisata yang menawarkan keindahan alam dan mungkin juga budaya, tetapi informasi seputar objek-objek di desa wisata masih belum tersedia atau kurang.
Oleh karenanya menggeliatnya perintisan desa wisata yang awalnya dilihat sebagai potensi alam dan budaya, akan sukar berkembang bila pengembangan sumber daya manusia terabaikan. Akhirnya yang terjadi desa wisata yang memang betul-betul dapat berkembang dari segi alam dan budaya, bahkan sejarah arkeologisnya, akan sulit berkembang.
Pengelola desa wisata tentunya harus memperhatikan dari awal masuk ke desa wisata hingga keluar desa wisata. Dari hal teknis, seperti penyedian pondok wisata, toilet, souvenir, kebersihan hingga keamanan wisatawan. Dengan pemberdayaan sumber daya manusia, persoalan teknis dan penyediaan informasi setidaknya dapat terpenuhi. Sisa keberlanjutan dan standar dari apa yang disebut “Desa Wisata”.
Desa wisata yang mengembangkan sumber daya manusia diharapkan terciptanya ekosistem yang disebut “Desa Wisata” dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, pelestarian alam dan budaya. Dengan adanya desa wisata sekaligus dapat memberi nilai tersendiri bagi produk-produk lokal di desa tersebut.
Ikuti tulisan menarik Daeng Lauki lainnya di sini.