Kebanyakan FTBM (Forum Taman Baca Masyarakat) menerima buku sebanyak-banyaknya, tapi lupa bagaimana mengumpulkan pembaca sebanyak-banyaknya. Karena basisnya yang mungkin stagnan. Tidak menjelajah kondisi lingkungan dari berbagai sektor lain, yang mungkin lebih luas.
Berbeda dengan Pustaka Bergerak yang mendatangi masyarakat lebih awal, menemukan karakter yang berbeda, dan suasana baru tidak seperti perpustakaan konvensional yang bertumpuk-tumpuk buku.
Kenapa FTBM dan Pustaka Bergerak seperti tidak sejalur, padahal visinya sama?
Karena FTBM merasa dirinya paling benar, karena statusnya di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lalu diberi uang pembinaan dalam mengelola FTBM. Tapi melihat fakta, tidak semua fasilitas yang diterima FTBM Pusat bisa dinikmati oleh seluruh sektor FTBM di Daerah. Lalu bagaimana dengan kebijakannya? Buku saja FTBM masih mandiri, bahkan cari donasi dengan memasang pamflet-pamflet. Sementara di Pustaka Bergerak meskipun koleksi buku tidak banyak, yang terpenting terus menyebarkan manfaat, memberikan cahaya informasi dan inovasi peradaban.
Adakan sektor bawah yang diajak, untuk branding di sektor atas antara FTBM dan Pustaka Bergerak?
Sampai sekarang perkembangan FTBM masih belum terlalu pesat untuk bersaing dengan dunia luar, tapi Pustaka Bergerak lebih jauh melangkah bahkan sering kali dinonibatkan sebagai Pustaka terbesar di dunia sebagai literacy prometer.
Alasan mengapa Pustaka Bergerak lebih berpikir terserah kepada FTBM?
Suatu ketika di Kantor Staf Presiden (KSP), Pustaka Bergerak seringkali dikatakan sebagai Pustaka Ilegal karena tidak ada struktur dalam rapat terbuka yang menghadir beberapa lembaga seperti Kemendikbud, PT POS, KSP, dan Pustaka Bergerak. Pertanyaannya, jika ilegal buktinya Pustaka Bergerak bisa diundang presiden, dan presiden memberikan program pengiriman buku gratis atau Free Cargo Literacy, yang berjalan setiap tanggal 17 itu pada bulan Mei 2017. Tapi FCL hanya berjalan sekitar 20 bulan, karena kerjasama dengan PT Pos kehabisan dana dalam mensuplai program FCL. Lalu FTBM ambil alih bersama Kemendikbud bahwa FCL adalah inisiasi dari FTBM yang membawa GLN (Gerakan Literasi Nasional) tapi FCL berbasis GLN ini tidak berjalan sempurna karena ketika kirim buku harus melewati Badan Bahasa dan hanya boleh dikirim seberat 3 Kg.
Pustaka Bergerak membuat FCL yang Berbeda
Pustaka Bergerak pada tahun 2019 mencoba untuk melakukan kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam Komik Komunika dan Majalah GPR. KOMINFO dalam hal setiap telah rutin kirim komik kepada Relawan Pustaka Bergerak, meski dengan jumlah buku yang terbatas tapi FCL yang kecil-kecilan itu bisa tersebar kepada Relawan dipelosok-pelosok negeri bahkan Relawan diberikan kesempatan untuk membuat Komik dalam judul Pustaka Bergerak yang di terbitkan oleh kawan-kawan Komik Komunika. Disisi lain selain bekerjasama dengan Komik Komunika, Pustaka Bergerak juga bekerjasa dengan Sirah Nabawiyah Comunity (SNC) dalam hal ini adalah wakaf buku Sirah yang dimana buku yang ditawarkannya cukup menarik bersama Sygma Daya Insani, buku-buku yang dikirim juga SNC mengeluarkan dananya sendiri dalam menyebarkan buku dan kolaborasi itu juga melahirkan persaudaraan yang kekal menyebar luaskan koleksi buku bagus itu bagi relawan Pustaka Bergerak di tanah air.
Terakhir Pustaka Bergerak bekerjasama dengan Rotary Club
Sekilas apa itu Rotary? Rotary Club adalah suatu organisasi kemanusiaan yang biasanya melakukan aksi sosial yang mewadahi kaum profesional dengan tujuan untuk melayani masyarakat dunia secara sukarela. Khususnya dalam menopang Gerakan Buta Aksara. Surat perjanjian kerjasama Pustaka Bergerak bersama Rotary Club disepakati pada tanggal 17 Agustus 2022 di Perpustakaan Nasional RI saat memperingati 100 Tahun Chairil Anwar. Rotary Club telah menjadi semangat bagi Pustaka Bergerak khususnya dalam memberantas buta aksara di daerah dari daerah 3T, hingga kepulau Jawa yang di mana Cirebon menjadi tolak ukur pertama dalam memperhatikan kondisi pelajar dalam hal ini adalah siswa yang tidak bisa membaca dan menulis pada taraf Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang diinisiasi oleh Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon.
Ikuti tulisan menarik Muhammad Assegaf lainnya di sini.