Makin Banyak Insan Difabel Berkolaborasi dalam Pelatihan Teknik Bending Triplek
Senin, 25 September 2023 20:56 WIBKolaborasi insan non difabel dengan insan difabel dalam produksi furnitur melalui teknik bending tripleks
Pengetahuan dan inovasi terus berkembang sejalan kemajuan informasi. Hal ini dirasakan oleh semua manusia, namun terkadang inovasi hanya dirasakan oleh kalangan tertentu. Kesenjangan terlihat pada insan difabel dengan insan non difabel yang secara nyata memiliki perbedaan. Insan non difabel mendapatkan semua hal baru tanpa batas, sedangkan insan difabel terbatas dalam mendapatkan pengetahuan dan inovasi.
Keterbatasan seolah menjadi penghalang dan pembatas. Meskipun mengharapkan kesamaan dalam menerima pengetahuan, namun batas terebut menjadi alasan insan non difabel untuk ragu melakukannya. Dengan demikian pelatihan yang diberikan bersifat dasar dasar minim inovasi. Sesungguhnya insan difabel akan mampu melakukan pekerjaan yang sulit sekalipun jika dilakukan secara rutin. Kebiasaan yang berulang dilakukan maka akan menjadi kebiasaan dan mudah dilakukan. Mudah bagi insan difabel tersebut relatif karena berhubungan dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki. Melalui kemampuan tersebut, maka perlu dikembangkan kearah yang positif untuk menberikan motivasi dan haraapan dalam menjalani kehidupan.
Sebagai dosen yang setiap hari berhadapan dan mengajar di kelas bertemu dengan insan non difabel, maka tergerak keinginan untuk dapat memberikan pengetahuan dan iptek kepada insan difabel. Keinginan tersebut bersifat idealis yang sesungguhnya sulit untuk dilaksanakan. Namun dipertimbangkan, maka keinginan tersebut membuahkan hasil melalui penyederhanaan proses bending triplek yang telah dikembangkan oleh industri furnitur. Inovasi terbuka bending triplek sesungguhnya sudah ada, namun bersifat bisnis dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Melalui penyederhanaan proses produksi dan menyesuaikan dengan kondisi insan difabel maka terbentuklah konsep pelatihan yang Tim ajukan pendanaannya.
Melalui Pendaanaan Matching Fund 2022, Tim dari Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) – Surabaya berkolaborasi dengan Yayasan Sahabat Satu Harappan – Semarang memberikan pelatihan inovatif kepada insan difabel tentang teknik bending triplek. Kegiatan ini memberikan loncatan pengetahuan kepada insan difabel mengenai proses produksi inovatif yang dilakukan industri furnitur.
Suatu pelatihan yang tidak mudah untuk dilakukan oleh dosen yang tidak pernah terlibat dengan komunitas difabel. Perasaan grogi muncul meskipun yang dilatih insan difabel. Perasaan putus asa pada saat mereka yang telah diajarkan tidak ada respond an ditanya tidak bisa mejawab. Perasaan ingin mengakiri pelatihan pada saat mereka sulit untuk menerima pengetahuan yang diberikan. Perasaan cemas pada saat tidak bisa terjalin komunikasi yang lancar. Semua itu menjadi satu dalam ketidakpastian akan berhasil. Pengetahuan dan inovasi yang telah dikembangkan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Harapan kedepan yang direncanakan seolah tidak ada gunanya. Refleksi dan instrospeksi diri menjadi jalan akhir untuk memahami semua yang terjadi. Diperlukan perubahan berpikir dari mengajari menjadi mamahami, menyuruh menjadi mengajak, doen menjadi teman. Perubahan tersebut menjadi akhir yang menyenangkan dan memudahkan mencapai tujuan bersama insan difabel.
Pada akhirnya semua konsep dan Inovasi teknik bending triplek yang telah dikembangkan oleh Tim MF UKDC dapat dilakukan oleh insan difabel. Ide, gagasan yang telah terkonsep menjadi cerah dan mampu menghasilkan berbagai furniture meja dan kursi dengan berbagai desain yang telah dicatat dalam HAKI. Selama ini Tim MF UKDC telah mendaftarkan lima HAKI terkait kolaborasi insan difabel dengan insan non difabel, serta desain meja dan kursi dengan menggunakan teknik bending triplek. Merupakan suatu kesempatan yang luar biasa melalui program Matching Fund.
Kesetaraan menerima pengetahuan dan inovasi dilakukan kepada insan difabel agar mampu menerima hal baru ternyata sungguh berbeda dengan kenyataan. Kesiapan mental, kesabaran serta perhatian yang bersifat subjektif dibutuhkan dalam pendekatan pda insan difabel. Kesetaraan menerima inovasi dilakukan berbeda antara inan difbel dengan insan non difabel, hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan yang menghambat kemampuan fisik, mental, logika dan emosional. Pelatihan keterampilan dan transfer pengetahuan berbeda dengan yang sering dilakukan oleh dosen kepada mahasiswanya.
Selama ini pelatihan keterampilan yang diterima insan difabel bersifat dasar dan terkadang minim inovasi. Kehadiran Tim MF UKDC diragukan mampu membentuk pola pikir, tingkah laku dan sifat mereka sesuai dengan konsep yang dibawa Tim.
Pelatihan Teknik Bending Triplek tersebut memiliki tujuh tahap produksi dan satu keterampilan pembuatan ornamen. Proses produksi mengutamakan kolaborasi antara insan non difabel dengan insan difabel dalam menghasilkan produk meja dan kursi. Kolaborasi yang dikembangkan mengikuti proporsi kerja yang berbeda dari dua insan. Insan non difabel memiliki proporsi kerja yang lebih dibandingkan insan difabel. Tahapan produksi yang memiliki resiko kerja menjadi bagian insan non difabel. Tujuh tahapan proses produksi tersebut aman dilakukan oleh unsan difabel yaitu: 1) Tahap Laminasi/mengoles lem; 2) Tahap press/klem; 3) Tahap Penghalusan; 4) Tahap filler dan amplas; 5) Tahap pewarnaan; 6) Tahap perakitan; 7) Tahap penyelesaaian akhir. Ketujuh tahap tersebut merupakan proses produksi utama, sedangkan satu tahap tambahan adalah tahap pembuatan ornamen.
Melalui 7+1 tahapan tersebut merupakan aktivitas yang memungkinkan insan difabel memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan. Pada awal pelatihan, semua tahapan tersebut diberikan kepada peserta untuk melakukan. Pelatihan ini tidak dibatasi pada insan difabel dengan keterbatasan tertentu, semua insan difabel laki-laki dan perempuan mendapatkan pelatihan keterampilan yang sama.
Dari 7+1 tahapan pelatihan tersebut, akan terbentuk individu yang memiliki kemampuan pada salah satu tahapan atau bisa juga lebih. Proses mengetahui keminatan individu dilakukan melalui assesmen yang dilakukan oleh Tim MF UKDC. Proses asesmen dilakukan secara subjektif terhadap peserta pada satu tahapan produksi. Semua peserta mendapatkan kesempatan yang sama dalam tahapan produksi. Kemampuan peserta terlihat dari proses yang dilakukan dan hasil yang dikerjakan. Meskipun individu mampu pada tahap tertentu, kesempatantahapan lain harus dijalani agar terbentuk pola kerja yang kontinyu dan terhubung satu dengan lainnya. Asesmen yang telah dilakukan akan menjadi rekomendasi untuk tindakan selanjutnya dalam pendalaman pelatihan.
Insan difabel akan berda pada tahapan produksi sesuai dengan kemampuan dan hasil yang telah dibuktikan dalam bekarja. Dengan demikian, terbentuk individu yang berada pada tahapan proses peoduksi, sehingga menjadi proses yang utuh dalam produksi.
Hal penting dalam pelatihan yang dilakukan adalah transfer pengetahuan kepada pendamping insan difabel yaitu insan non difabel. Kolaborasi yang terbentuk setelah transfer pengetahuan akan terbentuk kolaborasi antar insan non difabel dengan insan difabel. Dengan demikian aktifitas yang terus dilakukan menjadi terbiasa dalam mengerjakan pekerjaan yang terulang-ulang menjadi kebiasaan yang positif untuk dirinya. Loncatan dalam pemberdayaan insan difabel ini bertujuan membentuk pribadi yang paham tentang proses kerja industri furnitur.
Talenta yang dimiliki oleh isan difabel muncul dalam tahapan produksi, memungkinkan mereka dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikakukan. Pelatihan yang telah dilakukan mendapat respon dari insan difabel seperti Risky dari Roemah Difabel, perempuan ini merasa kemampuannya dalam pewarnaan pada bidang kayu dengan politur dapat dilihat secara nyata. Dhafa dari SLB Paedagogia-Surabaya yang memiliki kekurangan dalam mengendalikan emosi menjadi mampu menahan emosi saat melakukan penghalusan komponen meja dan kursi menggunakan mesin sander. Selanjutnya Umay dari SLB Paedagogia-Surabaya yang termasuk down syndrome mampu melakukan pres/klem triplek dan mengajari teman-teman untuk melakukan yang baik. Demikian pula Kus yang memiliki kekurangan dalam pendengaran dan bicara memiliki kemampun logika yang baik dalam menyelesaikan proses perakitan.
Sejak tahun 2022 hingga tahun 2023, telah dilatih insan difabel yang tergabung dalam komunitas yaitu: 1) Roemah Difabel-Semarang; 2) Rumah Anak Prestasi-Surabaya; 3) SLB Paedagogia-Surabaya; 4) SLB Paedagogia Maospati-Kabupaten Magetan Jatim. Roemah Difabel merupakan komunitas insan difabel yang pertama mendapatkan pelatihan teknik bending triplek. Kemampuan insan difabel dalam kelas bending triplek sudah mampu menerima pesanan meja dan kursi teras. Roemah Anak Prestasi telah menghasilkan tiga produk dan mengikuti pameran, SLB Paedagogia-Surabaya telah memiliki guru pendamping yang secara khusus melatih siswa dan telah memiliki bengkel kerja kayu. Sekolah ini menjadi mitra Tim UKDC untuk mengembangkan produk lain dan melanjutkan pengembangan teknik bending bambu. Sedangkan yang baru saja bergabung untuk pelatihan teknik bending triplek adalah SLB Paedagogia Maospati-Magetan yang siap memiliki bengkel kerja kayu, dan manjadikan aktivitas pelatihan teknik bending triplek bagi siswanya.
Keempat komunitas insan difabel tersebut, menjadi binaan UKDC dalam pengabdian kepada masyarakat. Secara rutin tiap semester melalui pendanaan hibah internal kepada dosen, dilakukan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan produki, desain, perhitungan harga pokok dan pemasaran. Saat ini keempat mitra binaan UKDC tersebut secara mandiri melakukan pemasaran melalui pameran dan media promosi.
Tindak lanjut dari kegiatan Matching Fund ini semakin banyak komunitas insan difabel yang tertarik untuk mendapatkan pelatihan dan mengajak komunitas lain untuk bergabung ddalam pelatihan dibengkel kerja mereka. Salah satu yang diungkapkan oleh Bapak Triyono selaku ketua yayasan Lembaga Pendidikan Paedagogia – Kabupaten Magetan, pelatihan yang dilaakukan ini akan menjadi pelatihan unggulan di SLB nya. Selain itu akan mengajak komunitas dan SLB lain untuk dapat bergabung dalam pelatihan di bengkel kerja kayu yang segera akan dibuatkan ruang, ungkapnya. Informasi selanjutnya juga datang dari Ibu Oktavia selaku kepala sekolah SLB Paedaagogia Maospati bahwa siswa terus dilatih oleh guru pendamping.
Respon lain yang diberikan dari penanggung jawab tiap komunitas beragam terkait pelatihan yang telah diberikan, diantaranya dari Ibu Noniana selaku penanggung jawab Roemah Difabel yang telah membuat bengkel kerja kayu dengan alat sederhana dan berharap mendapatkan bantuan untuk memiliki alat dan mesin yang dibutuhkan. Meskipun sudaah ada pesanan, namun masih terbatas karena peralatan yang belum lengkap, katanya.
Sedangkan Ibu Sofia selaku kepala sekolah SLB Paedagogia – Surabaya, yang memiliki gurus seluruhnya perempuan, untuk menjalankan bengkel kerja kayu yang dimiliki terpaksa mengangkat guru honorer agar transfer pengetahuan dapat berjalan dan aktivitas pelatihan terus dilakukan.
Berbeda dengan Rumah Anak Prestasi, merupakan komunitas difabel milik pemerintah Kota Surabaya dibawah Dinas Sosial, telah membeli berbagai alat dan mesin bengkel kerja kayu dan secara rutin melatih insan difabel binaan untuk memproduksi meja dan kursi, ungkap Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Ibu Anna Fajriatin.
Rencaana kedepan terhadap empat binaan UKDC dalam memproduksi meja dan kursi melalui teknik bending triplek ini adalah membentuk pemasaran bersama melalui platform digital. Program tersebut akan menampilkan katalok produk yang telah dihasilan. Masing-masing komunitas akan memproduksi pesanan dengan spesifikasi sesuai katalok.
Penulis Indonesiana
3 Pengikut
Pemuda Karang Taruna Maospati, Magetan, Peduli Difabel
Minggu, 8 September 2024 07:59 WIBPemanfaatan Bambu Sebagai Alternatif Komponen Kursi yang Dikembangkan untuk Difabel
Selasa, 3 September 2024 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler