x

Ibu Kota Baru

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Kamis, 16 November 2023 16:13 WIB

Analisis Strategi Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Pertahanan

Strategi pemindahan ibu kota negara baru ini tanpa mengesampingkan aspek ekonomi dan pertahanan konvensional. Misalnya, seperti penambahan alokasi anggaran bidang pertahanan untuk penambahan jumlah personel dan satuan baru. Selain itu juga pemutakhiran alutsista yang lebih modern dalam mendukung tugas pengamanan Ibu Kota Negara yang baru

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Upaya pemindahan ibu kota negara akhir-akhir ini menjadi isu hangat bagi masyarakat global dan pemerintah, terlebih di daerah Kalimantan Timur, tepatnya di Kutai kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU) sebagai lokasi pemindahan ibu kota baru nantinya. Upaya pemindahan ibu kota negara (IKN) ini sendiri sebenarnya telah menjadi wacana pemerintah sejak lama, namun baru belakangan ini mulai tahun 2017 melalui Kementerian PPN/Bappenas upaya tersebut kembali dimunculkan.

Pemindahan ibu kota negara dari jakarta ke Kalimantan Timur menyisakan sejumlah tanda tanya, bagaimana grand design dari sebuah ibu kota negara nantinya. Sejumlah permasalahan menjadi dasar mengapa pemindahan ibu kota harus disegerakan. Pertama, yaitu kepadatan penduduk terutama di wilayah Jakarta dan pulau Jawa. Kedua, Kesenjangan pembangunan antar wilayah yang juga menjadi alasan kuat pemindahan Ibu Kota Negara. (Shalih et al., 2018).

Dari perspektif kebencanaan, Pulau Jawa rawan bencana gempa bumi dan banjir, terlebih Jakarta yang berada dalam ring of fire. Selain itu, Lalu lintas dan permukiman di Jakarta macet, penuh sesak dan kumuh. Kondisi di atas tentu sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar 56 triliun per tahun. Masalah berikutnya yakni kualitas dan ketersediaan air bersih yang merupakan sarana vital bagi warga ibu kota. Lapangan pekerjaan dan kesenjangan sosial serta masalah lainnya juga sudah sangat mendesak. Jakarta dianggap terlalu padat sebagai ibu kota negara, pusat pemerintahan dan pusat ekonomi (Balitbang Pontianak, 2018).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perpindahan ibu kota nantinya selain memiliki dampak positif tentu memiliki dampak negatif, terutama jika dipaksakan di tengah situasi pandemi saat ini. Kondisi perekonomian Indonesia belum stabil sebagai akibat pandemi covid-19 di mana pemulihan ekonomi akan terus berlanjut hingga 2021 (Alika, 2020). Indonesia membutuhkan stimulus dan alternatif skema pembiayaan untuk merealisasikan pemindahan IKN. Daya dorong pembangunan ibu kota tak cukup memberikan dampak positif terhadap pemulihan ekonomi. Kajian Indef di awal 2020 menunjukkan pemindahan IKN hanya memicu 0,02 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dampak signifikan hanya dirasakan oleh provinsi bersangkutan saja dengan kenaikan pertumbuhan sekitar 3,14 persen (Thomas, 2020).

Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur seharusnya tidak hanya menitikberatkan aspek perekonomian saja, namun juga dari segi aspek sosial, aspek lingkungan, geopolitik, terlebih aspek pertahanan. Penting bagi Indonesia mempertimbangkan kehati-hatian dalam konsep pembangunan ibu kota. Ada kekhawatiran terkait potensi tergerusnya budaya setempat dan terpinggirnya masyarakat lokal yang menuntut adanya perencanaan yang serius dari pemerintah pusat untuk menghindari dampak sosial jika wacana pemindahan ibu kota tersebut benar-benar terwujud (Taufik, 2017).

Perlu adanya kesiapaan dan antisipasi dari semua elemen yang terlibat, baik pemerintah, pakar, maupun media yang berperan penting dalam membangun persepsi dan kesadaran masyarakat akan potensi ancaman yang dihadapi sesuai karakteristik wilayah tersebut. Hal ini karena masyarakat merupakan aktor yang memainkan peran penting dalam pertahanan dan keamanan nasional atau yang lebih kita kenal dengan sistem pertahanan rakyat semesta (sishankamrata) (Supriyatno, 2018).

Pertahanan adalah suatu komponen yang sangat penting bagi setiap negara berdaulat. Dari perspektif ilmu pertahanan, maka salah satu pertimbangan penetapan ibu kota adalah pengendalian keamanan nasional, termasuk di dalamnya adalah pengendalian pertahanan negara (Kementerian Pertahanan, 2016). Ibu kota suatu negara akan menjadi Markas Komando Militer yang diharapkan mampu bereaksi menghadang kekuatan musuh saat bergerak memasuki wilayah terluar sekaligus menjadi pusat kendali dalam menghadapi situasi atau fenomena ancaman yang tidak terduga seperti wabah pandemi saat ini (Shalih et al., 2018).

Dalam perspektif ekonomi pertahanan, pemindahan ibu kota perlu memperhatikan alokasi sumber daya, distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilisisasi yang diaplikasikan nantinya. Termasuk di dalamnya pengeluaran-pengeluaran pertahanan, baik domestik maupun internasional, serta variabel-variabel ekonomi makro seperti pendapatan nasional, tenaga kerja, output, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan global yang semakin meniadakan batas antarnegara telah menciptakan tantangan baru. Untuk itu, suatu negara harus menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu pilar pertahanan nasional untuk bertahan dalam persaingan global (Setiadji, 2019).

Perlu adanya desain pemindahan ibu kota negara baru (IKNB) dari aspek ekonomi dan juga pertahanan dengan mempertimbangkan adanya eskalasi ancaman seperti pandemi, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, migrasi dan fenomena lainnya sebagai ancaman keamanan serius (Setiadji, 2019). Artinya, di era yang semakin maju ini, sudah saatnya untuk meng-upgrade dan mengadopsi gagasan keamanan yang lebih luas yang melampaui pertimbangan militer dan anggaran alutsista saja.

Strategi pemindahan ibu kota negara baru ini tentunya tanpa mengesampingkan aspek ekonomi dan pertahanan konvensional seperti penambahan alokasi anggaran bidang pertahanan untuk penambahan jumlah personel dan satuan baru, serta pemutakhiran alutsista yang lebih modern dalam mendukung tugas pengamanan Ibu Kota Negara yang baru. Keduanya harus berjalan beriringan guna menghadapi ancaman militer, ancaman nirmiliter dan ancaman hibrida. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis strategi ends (Tujuan), means (Sarana) dan ways (cara/langkah) dalam upaya pemindahan ibu kota negara dengan judul “Strategi Pemindahan Ibu kota Negara Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Pertahanan (Studi Kasus Upaya Pemindahan Ibu Kota Negara Dari DKI Jakarta Ke Kutai Kartanegara dan PPU)”.

Strategi Pemindahan Ibu Kota Negara Dalam Perspektif Ekonomi Pertahanan
Dari perspektif ilmu ekonomi pertahanan, salah satu pertimbangan penetapan ibu kota adalah dari perencanaan harus paling efisien Ekonomi pertahanan berfikir membangun pertahanan dari defisini ekonomi, need atau kebutuhan, me mixing dari capital and labour. Berapa modal yang di butuhkan dalam upaya pemindahan ibu kota negara dan berapa modal yang harus ditempatkan. Pemindahan ibu kota perlu memperhatikan alokasi sumber daya, distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilisisasi yang diaplikasikan nantinya.

Suatu negara harus menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu pilar pertahanan nasional untuk bertahan dalam persaingan global. Termasuk di dalamnya pengeluaran-pengeluaran pertahanan, baik domestik maupun internasional, serta variabel-variabel ekonomi makro seperti pendapatan nasional, tenaga kerja, output, dan inflasi. Ibu kota negara baru di masa mendatang, keamanannya terjamin dengan pertahanan yang kuat, tanpa mengorbankan kesejahtraan untuk meningkatkan utilitas atau manfaat. Itulah munculnya ekonomi pertahanan (Hartley, 1995).

Dalam penelitian ini, untuk menganalisis strategi pemindahan ibu kota negara dalam perspektif ekonomi pertahanan, peneliti menyusun rumusan masalah dan pedoman wawancara penelitian menggunakan indikator model teori strategi yang dikemukakan oleh Liddle Hart, yaitu indikator: 1). Ends (tujuan) 2). Means (sarana), 3). Ways (cara). Indikator ini juga sejalan dengan pengertian strategi menurut Gen. US Army (Ret) Andrew J. Good Paster, “Strategy covers what we should do (ends), how we should do it (ways), and what we should do it with (means)’(Mintzberg, 1991).

Dari teori tersebut, esensi strategi merupakan proses pengambilan keputusan terhadap elemen-elemen utama dari suatu strategi, meliputi Ends (sasaran, goals, objective, target), Ways (cara bertindak, course of actions, concept, methode) dan Means (sarana, kekuatan, sumber daya, potensi). Selanjutnya di dalam merumuskan strategi, perlu dipertimbangkan untuk uji kelayakan strategi, yang meliputi; Suitable (sesuai dengan yang diharapkan), yaitu Desirable effects (ends), sasaran yang ditentukan harus mampu menimbulkan rangsangan motivasi untuk dicapai ; Feasible (layak dilakukan), yaitu Capable of being done (ways), konsep/cara-cara yang dirumuskan mampu untuk dilaksanakan dan Acceptable (masuk akal), yaitu Reasonable cost (means), sarana/sumber daya dan peralatan lain yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan yang mencukupi.

Tujuan Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Baru Di Kalimantan Timur

Pertimbangan untuk memindahkan ibu kota sendiri sudah dimulai sejak lama, sejak masa pemerintahan soekarno (1957), kemudian baru belakangan ini, muncul kembali rencana pemindahan IKN ini tepatnya di periode kepemimpinan Jokowi yang tertuang dalam RPJMN tahun 2020-2024 pada poin arah kebijakan pokok pembangunan berbasis kewilayahan, yaitu pengembangan rencana pemindahan ibu kota ke luar pulau Jawa ke posisi yang lebih seimbang secara spasial dan ekonomi. Rencana ini juga masuk ke dalam major project Pemindahan ibu kota Negara untuk memeratakan kesejahteraan masyarakat antar wilayah.

Dasar Pertimbangan Pemindahan IKN
Dalam upaya pemindahan ibu kota negara (IKN) tentu harus mempertimbangkan dampak serta manfaat dari pindahnya ibu kota negara ke lokasi yang baru. Jika melihat kondisi sekarang yang terjadi di ibu kota, Jakarta memiliki beban berat untuk menjalankan roda perekonomian serta roda pemerintahan sekaligus, tampaknya menjadi suatu keputusan yang tepat jika Indonesia mengupayakan untuk memindahkan ibu kota negaranya ke lokasi baru yang lebih strategis dan bisa dikembangkan, dalam hal ini Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Pemindahan ibu kota harus dimulai dari pertimbangan perencanaan yang paling efisien.

Masalah kemacetan kronis, ancaman banjir, dan sebagainya yang dialami Jakarta, hanyalah sisi kecil dari dasar pertimbangan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan. Sisi kecil itu saja sudah amat penting, karena ia harus dilihat sebagai penanda bahwa sebenarnya persoalan di Ibu Kota Jakarta sudah terlampau berat karena tidak adanya kebijakan visioner yang menjadi acuan dalam tiga puluh tahun terakhir.

Dengan kata lain, usulan agenda pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan ini adalah usulan kongkrit untuk membalik paradigma pembangunan yang terbukti saat ini mewarisi setumpuk masalah.

Sejumlah masalah besar di ibu kota masih tercermin dalam mengantisipasi urbanisasi yang cepat seiring dengan berkembangnya gejala kesenjangan dan segregasi sosial di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, berbagai jenis infrastruktur permukiman dan transportasi di Jakarta sangat jauh dari memadai, yang ditandai dengan kemacetan parah, pelayanan transportasi publik yang kurang maksimal, permukiman kumuh dan ilegal yang semakin bertumbuh, sistem drainase dan sanitasi yang buruk, pasokan energi dan listrik yang tidak stabil, dan sebagainya.

Sumber Referensi 

Balitbang Pontianak. (2018). Pemindahan Ibu Kota Negara Dalam Perspektif Kajian Kebijakan Pemerintah Daerah dan Kajian Aspek Sosial Budaya (Wacana Palangka Raya Sebagai ibu kota Republik Indonesia).

Creswell, J. W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mix Methods Approaches (2nd ed). California: Sage Publishing.

Creswell, John W. (2008). Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Bandung; Edisi Ketiga Pustaka Pelajar

Hutasoit, W. L. (2018). Analisa Pemindahan ibu kota Negara. Dedikasi, 19(2), 108–128

Kementerian Pertahanan Indonesia. (2016). Kebijakan Pertahanan Negara Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Pertahanan Indonesia.

Hartley, keith & Sandler, Todd (1995). The Hand Book of Defense Economics. California: Elsevier Science.

Mintzberg, H., & Quinn, J. (1991). The Strategy Process: Concept, Context, and Cases. New Jersey: Englewood Cliffs.

Setiadji, A. (2020). Ekonomi Pertahanan Menghadapi Perang Keenam. Jakarta: Universitas Pertahanan Indonesia

Supandi. 2019. Text Book Ekonomi Pertahanan (Defense Economy) 13 Wawasan Studi Ilmu Ekonomi Pertahanan. Jakarta: CV. Makmur Cahaya Ilmu

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler