x

Menjaga kesehatan mental selama masa pandemi covid-19

Iklan

Yan Okhtavianus Kalampung

Narablog dan Akademisi
Bergabung Sejak: 11 Desember 2023

Selasa, 19 Desember 2023 20:22 WIB

Gangguan Kesehatan Mental adalah Pengaruh Setan?

Dalam banyak tradisi agama, termasuk Kristen evangelikal, gangguan mental sering kali diinterpretasikan melalui lensa spiritual, seperti pengaruh roh jahat atau hukuman atas dosa. Namun, seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam bidang psikologi dan psikiatri, pandangan ini mulai bergeser.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan kesadaran global mengenai pentingnya kesehatan mental. Hal ini mempengaruhi cara pandang masyarakat, termasuk komunitas keagamaan, terhadap gangguan mental.

Dalam banyak tradisi agama, termasuk Kristen evangelikal, gangguan mental sering kali diinterpretasikan melalui lensa spiritual, seperti pengaruh roh jahat atau hukuman atas dosa. Namun, seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam bidang psikologi dan psikiatri, pandangan ini mulai bergeser.

Terdapat tren meningkat di mana komunitas keagamaan mulai mengintegrasikan pemahaman medis dengan keyakinan spiritual mereka. Hal ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan pandangan tradisional dengan pemahaman ilmiah modern.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gereja dan komunitas keagamaan sering kali menjadi tempat pertama di mana individu mencari bantuan dan dukungan dalam menghadapi gangguan mental. Cara mereka menanggapi dan mendukung anggota dengan gangguan mental sangat penting dalam proses penyembuhan.

Terdapat diskusi yang berkelanjutan mengenai bagaimana doktrin teologis dan ajaran agama dapat disesuaikan dengan pemahaman modern tentang gangguan mental. Ini mencakup pertanyaan-pertanyaan etis seputar penggunaan obat-obatan, terapi, dan peran doa serta intervensi spiritual.

Dalam konteks ini, artikel yang akan didiskusikan menjadi sangat relevan karena menyoroti bagaimana komunitas Kristen evangelikal, yang secara tradisional mungkin memiliki pandangan lebih spiritual tentang gangguan mental, saat ini menghadapi dan merespons isu tersebut. Artikel tersebut memberikan wawasan penting tentang bagaimana pandangan ini berubah dan bagaimana anggota komunitas ini merasakan dan bereaksi terhadap perubahan tersebut, baik dalam konteks keagamaan maupun kesehatan mental.

Dengan memahami latar belakang ini, kita dapat lebih mendalam mengapresiasi isi artikel dan signifikansinya dalam diskusi yang lebih luas tentang agama, spiritualitas, dan kesehatan mental di era modern.

Artikel berjudul "Demon? Disorder? Or none of the above? A survey of the attitudes and experiences of evangelical Christians with mental distress" oleh Christopher E. M. Lloyd dan Robert M. Waller, mengkaji pandangan dan pengalaman orang Kristen evangelikal terhadap gangguan mental.

Artikel ini mengeksplorasi sejauh mana ajaran gereja mewakili gangguan mental sebagai disebabkan oleh faktor "spiritual" dan bagaimana hal ini memengaruhi keyakinan tentang pengobatan "sekuler" serta interaksi dalam komunitas keagamaan.

Penelitian ini dilakukan melalui survei online yang diisi oleh 446 responden Kristen evangelikal. Hasil survei menunjukkan bahwa sejumlah besar responden (31%) mengalami ajaran gereja yang menekankan bahwa gangguan mental dapat disembuhkan hanya melalui intervensi spiritual seperti doa, puasa, dan pengusiran setan.

Meskipun demikian, sebagian besar responden (94%) menyetujui bahwa intervensi psikologis seperti terapi dapat efektif dalam mengobati gangguan mental. Selain itu, 73% responden menyetujui penyebab non-spiritual (biologis/neurologis atau pengalaman traumatis/hidup) untuk gangguan mental.

Dalam hal interaksi dengan komunitas gereja, 56% responden melaporkan pengalaman positif meskipun ada ajaran gereja yang spiritualisasi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ajaran gereja mengenai gangguan mental cenderung spiritual, komunitas gereja tetap memberikan dukungan yang positif bagi anggotanya.

Secara lebih rinci, survei menemukan bahwa sejumlah besar responden (65%) pernah mengalami gangguan seperti depresi atau kecemasan, dan banyak yang telah berinteraksi dengan profesional kesehatan mental. Hasil survei juga menunjukkan keragaman dalam pandangan responden terhadap penyebab gangguan mental, dengan hampir 40% mengakui pengalaman hidup traumatis atau negatif, dan 33% mengakui faktor biologis atau neurologis.

Dalam diskusi, penulis mengemukakan bahwa meskipun banyak responden mengalami ajaran gereja yang spiritualisasi gangguan mental, banyak yang tetap memiliki interaksi positif dalam komunitas keagamaan mereka. Penulis menyarankan bahwa terapis harus mendekati pengobatan gangguan mental dalam komunitas Kristen dengan mempertimbangkan nilai dan keyakinan agama.

Pendekatan ini harus integratif, menghormati pandangan klien tentang penyebab dan pengobatan gangguan mental mereka, serta memadukan pandangan spiritual dan psikologis.

Secara keseluruhan, artikel ini menggambarkan bahwa walaupun pandangan spiritual terhadap gangguan mental masih cukup kuat dalam komunitas Kristen evangelikal, ada kecenderungan untuk menerima pendekatan pengobatan yang lebih beragam dan integratif. Penelitian ini memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana komunitas Kristen evangelikal saat ini memandang dan menangani gangguan mental.

Ikuti tulisan menarik Yan Okhtavianus Kalampung lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu