x

Tantra dan Fatima

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 3 Januari 2024 12:10 WIB

Tantra dan Fatima

Novel ini adalah kelanjutan novel berjudul Lucy Mei Ling dan Pauline. Novel yang mengisahkan percintaan antara pemuda Indonesia dengan gadis berdarah Taiwan. Motinggo Busye menunjukkan bahwa seorang Cina keturunan Taiwan bisa menjadi muslimah yang sata taat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Tantra dan Fatima

Penulis: Motinggo Busye

Tahun Terbit: 1983

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gultom Agency

Tebal: 413

ISBN:

 

Jika tidak dikaitkan dengan dua novel sebelumnya, novel “Tantra dan Fatima” karya Motinggo Busye ini menjadi kurang greget. Novel ini adalah lanjutan dari dua novel sebelumnya, yaitu Lucy Mei Ling dan Pauline. Untunglah saya membaca novel ini setelah menyelesaikan dua novel yang ditulis lebih awal oleh Motinggo Busye.

Mengapa novel ini menjadi kraung greget tanpa dikaitkan dengan dua novel sebelumnya? Sebab bagi saya, novel Tantra dan Fatima mejadi kehilangan tema utama yaitu tema pembauran.

Lucy Mei Ling mengisahkan tentang percinaan seorang dokter dari Indonesia engan seorang gadis Taiwan. Cinta yang penuh liku ini akhirnya bisa bersatu tapi berakhir tragis. Pasangan Lucy Mei Ling dengan dokter Sanjaya akhirnya bisa bersatu. Saat mereka mendapatkan anak perempuan, Mei Ling meninggal karena kanker. Sedangkan dokter Sanjaya memutuskan untuk bunuh diri untuk membuktikan cintanya kepada Mei Ling. Anak pasangan Mei Ling dengan Sanjaya diberi nama Pauline.

Pauline adalah lanjutan dari novel Lucy Mei Ling. Pauline yang ditinggal mati oleh kedua orangtuanya ini kemudian diasuh oleh kakek dan neneknya dari pihak ibu. Pauline yang pindah dari Taiwan ke Jakarta dan bersekolah di Jakarta berteman dengan Tantra. Tantra dan Pauline yang saling jatuh cinta dipisahkan oleh dua sebab. Pertama, Tantra terlibat pergaulan bebas Jakarta, sehingga menjadi pemuda yang hidupnya kacau. Sementara Pauline mengalami kecelakaan pesawat. Pauline yang selamat berubah menjadi gadis bernama Fatima. Ia hidup di lingkungan Islam di perbatasan Thaliand Malaysia. Ia sempat menikah dengan Yusuf. Tapi Yusuf adalah seorang pemuda yang kehilangan kejantanannya karena kemaluannya ditendang kuda. Yusuf meninggal karena terkena tetanus. Di akhir kisah, Pauline yang sudah berganti nama menjadi Fatima pergi ke Jakarta dan tinggal di rumah Ibu Tantra. Sementara Tantra memiliki anak yang bermasalah secara kesehatan dari Aniati bekas teman sekolahnya. Anak tersebut ditinggalkan oleh ibunya. Achil – demikian nama anak tersebut tinggal bersama ibunya Tantra karena Tantra sudah bekerja di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Tanpa membaca dua novel tersebut, kita tidak akan tahu bagaimana hubungan Pauline yang sudah berganti nama menjadi Fatima dengan Tantra. Memang ada sedikit penjelasan dalam novel ini tentang masa lalu Tantra, namun sangat sedikit tentang masa lalu Fatima. Semoga synopsis singkat yang saya sajikan di atas membantu pembaca lain yang tidak sempat membaca dua novel sebelumnya.

Dipertemukan kembali di Jakarta, membuat cinta antara Tantra dan Fatima kembali bergelora. Fatima yang sudah menjadi seorang yang sangat religious berusaha untuk menjaga kesuciannya. Sementara Tantra tetap saja menjadi seorang lelaki normal.

Novel ini dibumbui dengan pertemuan kembali Tantra dengan Linda (istri pertamanya) dan Aniati (istri keduanya, sekaligus ibu Achil). Dukungan Fatima sangat membantu Tantra untuk melewati godaan kembali ke kehidupan malam Jakarta. Apalagi ia bertemu dengan dua bekas istrinya yang masih hidup dalam dunia gemerlap.

Setelah Fatima dan Tantra kembali menjadi suami istri, cobaan hidup mereka belum berakhir. Aniati yang berupaya merebut kembali Achil melakukan berbagai cara. Upaya Aniati ini sampai menimbulkan trauma bagi Tantra sehingga Tantra dihinggapi mimpi-mimpi buruh – membunuh Aniati dengan darah yang muncrat kemana-mana.

Novel ini diakhiri dengan Aniati yang mati tertabrak truk ketika mengejar dan berupaya menembak Achil dengan pistol. Tubuh Aniati bercabik-cabik. Darah muncrat kemana-mana. Sama seperti mimpi Trantra.

Seperti penah saya singgung di resensi Lucy Mei Ling, Motinggo Busye mengalami 3 fase dalam kairi kepenulisannya. Masa pertama adalah dari sejak karya pertamanya yang berjudul “Malam Putih” muncul di majalah Siasat pada tahun 1953 sampai ia menikah dan pindah dari Jogja ke Jakarta tahun 1962. Periode ini dinamai oleh beberapa kritikus sebagai periode idealis. Periode kedua kepengarangannya disebut sebagai periode gaya populer, dimana dia banyak menulis novel populer yang disisipi adegan-adegang seronok dan pornografi (1963-1984). Gaya kepenulisan yang berubah ini disebabkan karena tuntutan hidup di Jakarta yang memerlukan banyak biaya. Periode kedua ini berlangsung sampai tahun 1984.

Novel Tantra dan Fatima pertama kali terbit tahun 1982. Artinya novel ini masuk ke fase kedua masa kepengarangan Montinggo Busye. Meski masuk ke periode seronok yang diselipi pornografi, tetapi dalam novel ini nilai-nilai islami sangat kuat menonjol. Saya jadi mempertanyakan bahwa perubahan gaya menulis Motinggo Busye  dari gaya senorok ke gaya religious terjadi secara tiba-tiba. Jika mencermti novel ini, ternyata Motinggo Busye sudah memasukkan nilai Islami sejak awal kepengarangannya. Jadi, nilai Islam muncul di semua fase kepengarangan Motinggo Busye. 807

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu