x

Foto tim Pameran IKJ: PRANALA TERSIRAT.

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Sabtu, 6 Januari 2024 19:42 WIB

Bukan Seni Imitasi

Selamat jalan, Oky Arfie Hutabarat, wafat pada Jumat, 5 Desember 2024, pukul 18.17 WIB. Sahabat yang aku hormati. AlFatihah, hanya ini kenangan untukmu Sobat. Sampai jumpa di Surgamu. Teman perupa IKJ, lanjutkan ya. Tabik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tema Pameran: 
PRANALA TERSIRAT. 
16 Desember 2023 s/d 7 Januari 2024.

Para Perupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ):
Fachriza Jayadimansyah
Guntur Wibowo
Oky Arfie Hutabarat
Philips Sambalao
Walid Syarthowi Basmalah 
Wina Luthfiyya Ipnayati

Kurator: 
Nirwan Sambudi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diresmikan oleh:
Bambang Prihadi
Ketua Dewan Kesenian Jakarta

Penyelenggara:
Creativite
Neha Hub - Jl. Cilandak Tengah No 11A,
Rt/Rw 10/13, Jakarta Selatan

Renungan semesta seni mungkin hampir mirip persahabatan tak seperti dualisme terpisah, mungkin kesatuan berbeda mata angin namun bertujuan memberi kesejukan, manfaat untuk makhluk lain. Manusia cukup dengan secangkir kopi berangin-angin textbook lantas mengadobsi teori. Bahagia kali hidup manusia.

Keseimbangan hukum alam bukan produksi pabrik merek anu atau itu, ia hadir melengkapi kebutuhan makhluk hidup, apapun itu. Tertulis di kitab suci kehidupan, lantas lahirlah peradaban makhluk hidup di planet bumi, entah di planet lain mungkin saja ada kehidupan. Siapa tahu. kalau teori seni hidup adaptif dengan zamannya.

Apakah nilai esensial seni harus diperdebatkan. Hah! Apa seni harus saling berdebat. Oke. Mari kita merujuk pada mazhab seni apa mau kemana, setelah bertemu mazhab ini itu, mau ngapain, kalau sekadar lagi-lagi mengadobsi pemikiran impor. Bangga amat. Seni.; Kepribadian elok pilihan mumpuni, fitrah makrifat.

Sobat. Negeri indah ini gudangnya mazhab seni; sastra tutur/tulis, seni merangkai rupa, seni ikat kain, seni rupa batik, seni rupa panggung, dll, trimatra, dwimatra, sebut saja instalasi candi-candi sejak abad lampau, pemikiran visi nalar pada cita rasa, kini, menyebutnya sejarah, kalau sejarah apakah lantas lapau? 

Alamak, taklah demikian tentunya; sejarah ia ajaran kehidupan berkelanjutan. Nah. Museum, artefak, penting, mengkaji ulang, sains visual atau verbal. Lebarlah wawasan citra ide, pikiran bebas memukau kepribadian apa itu seni; penalaran perasaan bolak balik. Wow! Asiknya mengolah ide kreatif, kelompok atau personal, so pasti. 

Asalkan tak asal-asalan bermanifesto seni, serupa baru-sekadar narasi; ini ane hadir, ente dimane, ente siape? Arogansi macam itu telah lampau-perjalanan gerakan seni anu rupa-rupa ini itu, stagnan walhasil, sekalipun belum tentu baru. Kalau mau menilik dari kini kemasa manifesto kebaruan artifisial, bagaikan ikan hiu tak bergigi.

Sobat. Yuk! Menilik sumber ide anonim. Perjalanan sekumpulan perupa bugar konsep ranah daya ucap, kompak menjalin benang merah dimensi kesatuan pikiran, meski di gerbong masing-masing, kepribadian pilihan piawai-penting digaris bawahi, ditematik mumpuni.: PRANALA TERSIRAT. Enam perupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Ini asik panas dingin belanja hamberger plus kopi sore, agar tak kaget menikmati keragaman mengalir nonerupsi pemicu tsunami. Membahas karya mereka satu-satu, otak hanya sampai batas kaki langit. Mereka gaspol meruangkan kelakuan ide kepribadiannya, keren, bisa disebut.; Seni, wilayah individual kreatif. Nah itu.

Multi kompleks pilihan bahan dasar pemikiran pencapaian titik kulminasi cermatan ide jempolan, berani, tak sekadar tampil beda. Emphasis visual of art-tak ditemukan unsur eksentrikisme plagiat sekadar efek daya ucap rupa berseni-seni, lantas tersungkur berslogan tak menggapai cita rasa apa itu seni terucap untuk pemirsanya. 

Gerbong kepribadian enam perupa IKJ, menuai badai kreatif dengan saksama, maskulin, feminim, estetika konsep daya ucap visual terasa mata air mengalir memberi kesegaran pada tanah harapan semesta pemerhati, segala warna bentuk perupaannya. Tak simpang siur laiknya kemacetan megapolis lantas urbanisasi menjadi kambing hitam.

Enam perupa dinamis, menanam benih serentak, tak sekadar reboisasi sloganis lantas kehilangan daya ucap realitas visualnya. Mereka bukan gerakan seni terbirit-birit ngudak kebaruan kesandung batu, tersungkur sirna ditelan zaman. Sedih dong. Kepribadian seni telah menjadi diri mereka di gerbong masing-masing, ini, penting. Untuk perjalanan kreatif kelompok seni atau individu. Mereka bukan menjadi si anu atau si itu. 

Keenam perupa piawai tersebut telah menemukan dirinya dalam ide anonim mengalir ke lautan mengayuh biduknya masing-masing. Tabik untuk para perupa, kurator, penyelenggara.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari. Oke deh. 

***

Jakarta Indonesiana, Januari 06, 2024.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu