x

Iklan

Muntaqim Asbuch

Profesional IT yang Berorientasi pada Hasil | Sarjana Ilmu Komputer | Penuh Semangat tentang Geopolitik Timur Tengah
Bergabung Sejak: 17 Januari 2024

Kamis, 18 Januari 2024 06:24 WIB

Dekolonisasi dan Realitas Perlawanan Palestina terhadap Miskonsepsi Perang Suci Keagamaan

Dalam perdebatan kompleks seputar konflik Israel-Palestina seringkali kita terjebak dalam miskonsepsi yang menghubungkan aspek keagamaan dengan peperangan ini. Namun di balik tabir sejarah kita menemukan bahwa perjuangan ini lebih dari sekadar konflik berbasis agama. Penting diketahaui bahwa Zionisme awal tidak mendapat dukungan bulat dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh masa itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam usaha kami untuk memahami konflik Israel-Palestina secara komprehensif, penting mengupas persimpangan yang rumit antara dekolonisasi dan miskonsepsi tentang perang suci keagamaan. Artikel ini memulai perjalanan untuk membongkar lapisan-lapisan beragam dari perlawanan Palestina, menekankan kebutuhan kritis untuk menghilangkan pemahaman keliru yang secara salah mereduksinya menjadi sebuah perang salib keagamaan.

Genesis Pertanyaan Palestina: Kisah Zionisme Sekuler

Akar konflik Israel-Palestina bermula pada akhir abad ke-19, seiring dengan lahirnya gerakan Zionis pada tahun 1897. Sentral bagi pemahaman keliru yang umum adalah gagasan bahwa gerakan ini secara intrinsik bersifat keagamaan. Namun, Zionisme, yang secara utama berkomitmen pada pendirian negara Yahudi, memandang identitas Yahudi melalui lensa etnisitas daripada hanya ketaatan keagamaan semata. Interpretasi ini membentuk dasar pernyataan bahwa orang Yahudi, seperti bangsa-bangsa lain, berhak atas negara etnonasional mereka, sejalan dengan lanskap ideologi Eropa kontemporer.

Arsitek-arsitek Zionisme, termasuk tokoh-tokoh terkenal seperti David Ben-Gurion, secara dominan mengidentifikasi diri mereka sebagai sekuler atau bahkan ateis. Aspirasi mereka terhadap Palestina sangat terkait dengan motif politik, bukan kegairahan keagamaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penting untuk menegaskan bahwa Zionisme awal tidak mendapatkan dukungan bulat dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh. Sejarawan Nur Masalha menjelaskan bahwa Zionisme menandai perubahan mendalam dari tradisi Yahudi yang berusia 2.000 tahun.

'Tanah Israel' dihormati oleh generasi Yahudi sebagai tempat ziarah suci, bukan sebagai negara sekuler masa depan, dan sementara generasi Yahudi mengekspresikan kerinduan mereka akan "Zion" melalui doa dan adat, hanya baru-baru ini kerinduan ini dianggap sebagai sesuatu yang lebih literal. Sebaliknya, para politisi awal Zionis seringkali merumuskan tujuan mereka di Palestina dalam istilah kolonial yang populer pada saat itu, seperti gagasan bahwa para Zionis sebagai orang Barat lebih baik dalam mengembangkan tanah daripada penduduk asli.

Perlawanan Palestina: Melebihi Motivasi Keagamaan

Perlawanan Palestina terhadap kolonisasi Zionis dan munculnya Israel tidak dapat direduksi hanya pada motivasi keagamaan. Secara mendasar, perlawanan ini muncul sebagai respons terhadap dominasi eksternal. Bahkan selama pemerintahan Ottoman, Palestina menunjukkan perlawanan dan bercita-cita untuk mencapai otonomi regional, menekankan bahwa perjuangan ini melampaui batas agama dan pada dasarnya berakar dalam keinginan untuk membebaskan diri dari penjajahan asing.

Konteks Sejarah: Akar Perlawanan Palestina

Untuk sepenuhnya memahami konteks sejarah perlawanan Palestina, sangat penting mengakui urutan peristiwa yang menyebabkan perjuangan berkepanjangan ini. Pengusiran dan pemiskinan Palestina, yang dikenal sebagai Nakba, terjadi pada tahun 1948. Lebih dari 800 ribu warga Palestina secara paksa diusir dari rumah mereka, dan banyak desa Palestina dihancurkan selama proses ini.

Kesalahan dari Perang Suci Keagamaan

Pemahaman keliru yang umum dipertahankan tentang pertanyaan Palestina sebagai perang suci keagamaan antara dua keyakinan yang terbagi secara drastis sangat menyederhanakan konteks sejarah yang rumit, sifat konflik yang beragam, dan pelaku politik beragam di wilayah tersebut. Perspektif orientalis ini mengabaikan nuansa dari perlawanan Palestina dan secara tidak akurat menggambarkan realitas di lapangan.

Menghilangkan Miskonsepsi dan Penggabungan Zionisme dengan Yudaisme

Sangat penting untuk menolak penggabungan antara Zionisme dengan agama Yahudi. Melakukan hal ini berisiko mengabaikan berbagai suara, termasuk suara dari orang Palestina Yahudi, Kristen, dan sekuler, dan perlawanan mereka yang teguh terhadap kolonisasi. Pertanyaan Palestina adalah perjuangan yang kompleks yang tidak dapat direduksi menjadi konflik keagamaan yang sederhana.

Konklusi

Sebagai kesimpulan, pemahaman keliru tentang perang suci keagamaan adalah penyederhanaan yang sangat kasar yang gagal bertahan dalam pengujian. Pertanyaan Palestina tidak secara eksklusif merupakan konflik keagamaan, melainkan perjuangan kontemporer yang muncul dari kolonialisme pemukim yang terkait dengan etnonasionalisme reaksioner, kedua konsep yang relatif baru yang berasal dari beberapa abad terakhir. Untuk mencapai pemahaman mendalam tentang pertanyaan Palestina, sangat penting untuk menyingkirkan lensa menyesatkan dari perang suci keagamaan dan merangkul kompleksitas serta konteks sejarah wilayah tersebut.

Ilustrasi Konflik Palestina

 

Ikuti tulisan menarik Muntaqim Asbuch lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu