x

Kebyar Kebyar Sebuah Plaza

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 19 Januari 2024 19:35 WIB

Kebyar Kebyar Sebuah Plaza - Potret Bisnis Cina di Ibukota

Kebyar Kebyar Sebuah Plaza adalah sebuah novel yang menggambarkan perilaku jorok para pebisnis dengan birokrat di Jakarta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kebyar Kebyar Sebuah Plaza

Penulis: Carl Chairul

Tahun Terbit: 1990

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: PT. Gramedia

Tebal: 528

ISBN: 979-403-876-8

 

Dalam karya-karya fiksi yang saya baca, bisnis Tionghoa digambarkan dengan perilaku buruk. Trilogi fiksi sejarah berjudul “Taipan” karya William Yang digambarkan bagaimana para taipan ini menunggangi peraturan dan mengambil untung dari hal tersebut. “Bukan Putri Angsa” karya Ernest J.K. Wen dan trilogi “Mempelai Naga” melukiskan bisnis orang Tionghoa yang tidak memedulikan lingkungan. Saya yakin penggambaran perilaku bisnis yang demikian juga banyak muncul di novel-novel lainnya.

Pada kenyataannya, tidak semua bisnis orang Tionghoa sekotor dan serakus itu. Banyak juga bisnis yang dibangun sesuai aturan. Namun, gambaran yang dimunculkan dalam karya-karya fiksi itu menunjukkan persepsi masyarakat umum tentang bisnis orang Tionghoa, setidaknya persepsi para penulis fiksi.

Novel “Kebyar Kebyar Sebuah Plaza” karya Carl Chairul adalah salah satu novel yang mengambil tema bisnis orang Tionghoa. Tak beda dengan cara pandang penlis fiksi lainnya, Carl Chaerul juga mengungkapkan betapa kotornya bisnis yang dijalankan oleh seorang perempuan Tionghoa bernama Lin Fung alias Rani Puspita. Bahkan menurut saya, karya Carl Chairul ini lebih vulgar mengungkapkan cara berbisnis Rani Puspita. Namun Carl Chairul tidak hanya mengungkap kejorokan bisnis Lin Fung, ia juga mengungkapkan betapa bobroknya bisnis yang dilakukan oleh orang-orang selain Tionghoa. Jadi sebenarnya bukan etnis yang membuat perilaku bisnis begitu jorok.

Carl Chairul juga mengungkapkan bahwa bisnis di Ibukota ini berkelindan dengan bobroknya para birokrat. Mereka berkolusi dengan para pebisnis untuk menggerogoti uang negara hanya demi harta dan paha.

Lin Fung dilahirkan di Indonesia dari orangtua asal Chongqing, Tianjin. Keluarganya kembali ke Tiongkok di tahun 1966. Lin Fung memilih untuk tinggal di Indonesia dan meneruskan kuliah di UI. Tidak selesai kuliah di Fakultas Ekonomi UI ia mengembara ke Paris dan kemudian Los Angeles untuk kuliah. Tapi lagi-lagi kuliahnya tidak pernah selesai. Pada tahun 1980 ia kembali ke Indonesia untuk memulai bisnis. Lin Fung memang mempunyai kemampuan bisnis yang sudah Nampak sejak ia di bangku SLA.

Alih-alih menggunakan nama Lin Fung, ia masuk Indonesia dengan identitas baru. Ia mengurus paspor Indonesia atas nama Rani Puspita, keturunan Betawi dan beragama Islam. Sementara nama Lin Fung tetap dipertahankan di paspor Hong Kongnya. Ia datang dengan membawa semangat bisnis yang menyala-nyala dan modal yang sangat besar. Ia mempunyai banyak uang dari skandal penipuan yang ia lakukan di Amerika. Ia pulang ke Indonesia karena ingin meraup sukses sebesar mungkin di Jakarta supaya bisa membangun Tianjin, kota leluhurnya.

Rani mengawali bisnisnya dengan membangun Dynasty Plaza di Jakarta. Dynasty Plaza adalah sebuah plaza termodern di jamannya. Sepak terjang bisnis Rani Puspita dipakai oleh Carl Chairul untuk menggambarkan perilaku pelaku bisis dan para birokrat. Carl Chairul menggunakan persaingan antara Rani Puspita dengan seorang pebisnis asal Minang yang mengekploitasi kepedulian sosial sebagai make-up keserakahannya. Hajah Rosnindar membangun sebuah panti wreda sebagai alat untuk menunjukkan kedermawanannya. Padahal panti tersebut tidak didanainya dengan cukup.

Persaingan keduanya diwarnai dengan pemanfaatan para birokrat yang gemar selingkuh. Kegemaran selingkuh ini dimanfaatkan oleh Rani Puspita dan pelau bisnis lainnya untuk menelikung aturan. Carl Chairul memberi contoh mulai dari anggota MPR, DPR, Pejabat Kementerian setingat dirjen, kepala BUMN semuanya bergelimang dosa untuk mendapatkan kenikmatan harta dan paha.

Novel ini adalah novel dewasa. Sebab dalam novel ini disajikan adegan-adegan seks yang cukup vulgar. Apalagi Rani Puspita digambarkan sebagai perempuan yang haus seks dengan pemuda kampung tak berpendidikan. Kegemarannya inilah yang hamper menjerumuskannya kepada kehancuran bisnisnya.

Penutup novel ini adalah bagian yang juga sangat penarik. Digambarkan di akhir novel, Rani Puspita seakan-akan bangkrut dan menjual semua sahamnya di group Dynasty. Padahal sesungguhnya ia ingin menghilang dari jejak bisnis di Indonesia.

Saat Rani yang sudah kembali menyandang nama Lin Fung tinggal di Hong Kong, ia dikejar oleh seorang mantan anggota CIA yang merasa dikhianati. Terbebas dari sang mantan anggota CIA, tanpa diduga Lin Fung yang sedang berada di Hong Kong bertemu dengan mantan pacarnya saat di Amerika yang bernama Ghaleb Musthofa. Ia dibawa ke dalam sebuah yacht yang sepertinya akan berlayar ke Macau untuk berpesta. Namun ternyata ia dibawa ke tengah laut untuk diperkosa beramai-ramai dan dibunuh. Mayatnya dibuang ke laut.

Di akhir novel Carl Chairul seakan mau memberikan pesan bahwa sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Segala perilaku buruk akan mendapat balasannya. Lin Fung alias Rani Puspita yang cerdas dan licin bagai belut ternyata tergelincir oleh nafsu seksnya yang menggebu. Ia yang selama ini mampu menghindar dari segala jepitan, kali ini tidak waspada. Karma. 812

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu