x

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan) saat memberikan keterangan pers dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Juni 2023. Rakernas yang mengusung tema \x27Fakir Miskin dan Anak Terlantar Dipelihara oleh Negara\x27 tersebut itu juga akan membahas pemenangan Pemilu 2024 serta mendengar pengarahan khusus dari Presiden Joko Widodo. TEMPO/M Taufan Rengganis

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Sabtu, 27 Januari 2024 08:28 WIB

Anggrek Bulan Jokowi untuk Megawati: Pesan Rekonsiliasi atau Penegasan Posisi?

Buket anggrek bulan dari Jokowi untuk Megawati itu boleh jadi merupakan penegasan soal standing position dan jalan politiknya yang sudah selesai dengan PDIP. Namun yang disampaikannya dengan tetap mengedepankan courtesy, penghormatan dan kesantunan sebagai sesama pemimpin bangsa, atau bisa pula sekedar basa-basi politik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Empat hari lalu, 23 Januari tepatnya, Megawati genap berusia 77 tahun. Ucapan selamat dan doa mengalir dari para tokoh. Termasuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ucapan selamat Jokowi disertakan bersama karangan bunga yang indah dan anggun, terdiri dari  anggrek bulan berwarna ungu yang dominan, mawar putih, bunga lili dan baby breath.

Bagi dua orang yang memiliki hubungan dekat, saling berkirim karangan bunga dalam momen-momen private dan keluarga adalah hal biasa. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan, penghargaan, empati, atau rasa sayang dan cinta.

Mestinya itulah pula pesan yang terkandung dalam karangan bunga yang dikirimkan Jokowi kepada Megawati. Tetapi itu dalam situasi normal. Saat ini publik tahu, hubungan kedua tokoh ini sedang tidak baik-baik saja. Kepentingan politik telah membuat hubungan mereka retak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sisi lain, karangan bunga dan ucapan selamat itu pastinya bukanlah sebuah kebetulan. Termasuk pilihan terhadap empat jenis bunga dan warnanya, serta bagaimana karangan bunga itu sampai ke rumah Megawati. Lantas, apa yang bisa dibaca dari anggrek bulan, mawar putih, bunga lili dan baby breath serta tulisan “Selamat Ulang Tahun Ibu Megawati Soekarno Putri. Dari: Presiden Joko Widodo.”

Makna Perlambang Bunga-bunga

Merujuk pada berbagai sumber, semua jenis bunga yang dikirim Jokowi itu memiliki makna-makna simbolik yang baik. Anggrek bulan berwarna ungu memiliki makna penghormatan dan kekaguman kepada seseorang. Ia melambangkan keluhuran martabat selain juga simbol kekayaan dan keberlimpahan anugrah.

Bunga Lili merupakan simbol keagungan, kejujuran dan juga kehormatan. Sementara mawar putih dianggap melambangkan kesucian dan kemurnian, selain juga merupakan simbol dari penghormatan dan juga penghargaan.

Terakhir Baby's Breath, secara harfiah artinya “nafas bayi”. Kala baru lahir bayi memiliki napas yang harum dan menebarkan kedamaian. Karena itu Baby's Breath lazimnya dianggap sebagai perlambang kesucian, selain juga mengandung makna kemurnian dan ketulusan.

Bukan Pesan Rekonsiliasi, Melainkan Penegasan Posisi

Dengan membaca semua makna dan perlambang kebaikan-kebaikan itulah banyak pengamat yang kemudian melihat kiriman buket bunga itu sebagai isyarat bahwa Jokowi ingin merekatkan kembali hubungannya yang retak dengan Megawati.

Terlebih jika dikaitkan dengan kabar yang beredar sebelumnya bahwa Jokowi ingin bertemu dengan Megawati. Tetapi kabar ini segera dibantah baik oleh pihak Istana maupun pihak PDIP sendiri.

Karena itu saya justru membaca makna yang sebaliknya. Kiriman bunga itu adalah penegasan Jokowi soal standing position dan jalan politiknya yang sudah selesai dengan PDIP. Namun yang disampaikannya dengan tetap mengedepankan courtesy, penghormatan dan kesantunan sebagai sesama pemimpin bangsa.

Argumen untuk bacaan ini sederhana, karangan bunga itu tidak datang bersama Jokowi, dan ini kabarnya tidak biasa. Karena biasanya Jokowi datang langsung pada setiap momen ulang tahun Megawati. Sebelumnya Jokowi juga tidak hadir dan memilih kunjungan keluar negeri ketika PDIP berulang tahun beberapa pekan lalu. Idem ditto, ini juga tidak biasa, karena biasanya Jokowi selalu menyempatkan hadir pada momen bersejarah PDIP itu.

Apakah dengan demikian hubungan Jokowi-Megawati bakal permanen berakhir dan tidak bisa direkatkan dan dibangun kembali, tentu soal lain. Karena kita faham dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Hari ini bisa berkawan, besok menjadi lawan. Besok menjadi lawan, lusa bisa kembali berkawan.  Dan relasi politik bisa dibangun melalui beragam cara, salah satunya adalah dengan mengikatkan diri dalam koalisi, baik dalam fase Pemilu maupun koalisi di parlemen pasca pemerintahan baru hasil Pemilu terbentuk.

Tetapi bahwa PDIP sebagai jalan politik nampaknya memang sudah berakhir bagi Jokowi. Beberapa indikasi bisa dibaca. Misalnya kemunculan Jokowi dalam tayangan iklan PSI, partai yang dipimpin putra bungsunya, Kaesang. Dalam politik ini tentu tidak bisa dianggap sepele, sekedar tampil, atau sekedar membantu perjuangan anaknya agar PSI dapat melewati parliamentary threshold dan lolos ke Senayan. Dugaan saya, Jokowi sedang menyiapkan PSI sebagai kendaraan masa depan politiknya.

Kemudian sekali lagi, ketidakhadiran Jokowi pada momen ulang tahun PDIP ke-52 lalu. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya selama ia “diasuh” dalam pangkuan politik PDIP dan Megawati. Ketidakhadiran itu tidak bisa lain maknanya, kecuali bahwa Jokowi menganggap PDIP adalah masa lalunya.

Kemudian yang paling terbuka dan mudah dibaca bahkan oleh orang awam sekalipun secara politik tentu saja adalah keberpihakannya pada Prabowo-Gibran dalam kontestasi Pemilu 2024 ini. Pilihan sikap ini nyata-nyata merupakan bentuk pengingkaran Jokowi terhadap garis kebijakan partai yang sudah membesarkan dan mengantarkannya pada puncak karir politik.

Terakhir, dinamika politik elektoral yang kian panas dan telanjang di hadapan publik, yang secara diametral menunjukan konflik tajam antara kubu Ganjar-Mahfud versus kubu Prabowo-Gibran.

Situasi itu jelas akan membuat Jokowi semakin keras dengan pilihan sikap politiknya. Karena dalam ukuran manusiawi, mustahil Jokowi merasa tenang dan nyaman-nyaman saja ketika kebijakan-kebijakannya diserang oleh menterinya sendiri, dan bahkan juga putra sulungnya yang “dikeroyok” di forum debat, di hadapan jutaan rakyatnya.

Penghormatan dan Sopan-santun Politik

Jika sudah sedemikian keruhnya relasi politik Jokowi dan Megawati, lantas mengapa Jokowi masih merasa perlu mengirim bunga dan ucapan selamat? Sederhana saja jawabannya, namun penting maknanya. Yakni sebagai bentuk penghormatan dan sopan santun politik antar elit dan pemimpin bangsa.

Rasa hormat Jokowi kepada Megawati adalah soal manusiawi, soal kewarasan akal dan budi nurani. Bagaimanapun, jejak sejarah tidak akan bisa dihapus. Jokowi melenting dari orang biasa menjadi orang satu di republik ini antara lain karena peran besar Megawati dan PDIP. Karenanya Jokowi pantas memberikan ta’fdzim, dan Megawati pantas menerimanya.

Sopan santun politik anta relit dan pemimpin bukan sekedar memiliki makna dan fungsi kultural yang baik. Tetapi juga penting karena bisa mengandung pesan-pesan politik konstruktif bagi rakyat, terlebih dalam situasi kepolitikan yang sedang panas dan diwarnai kegaduhan seperti saat ini.

Anggrek Bulan Jokowi adalah pesan bagi Megawati dari Jokowi, bahwa meski pun keduanya berada dalam posisi bersebrangan secara politik, Jokowi masih tetap hormat padanya. Dan bagi rakyat, sekencang apapun persaingan yang tengah berlangsung, Anggrek Bulan itu seakan merupakan pesan bahwa situasi baik-baik saja. Ini yang ingin Jokowi ucapkan melalui buket Anggrek Bulan berwarna ungu itu.

 

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 jam lalu

Terpopuler