x

Iklan

Dandy Sihotang Mahasiswa biasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Januari 2024

Kamis, 15 Februari 2024 10:26 WIB

Konsolidasi Demokrasi di Tengah Praktik Politik Kekerabatan dalam Pemilu 2024

Di Indonesia fenomena politik kekerabatan sudah ada sejak era Orde Baru. Pada massa itu kekerabatan digunakan sebagai dasar regenerasi politik sekaligus melanggengkan kekuasaan ikatan genealogis. Apakah kini muncul Neo Orde Baru?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Secara umum politik berasal dari kata politic (Inggris) menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut diartikan: acting or judging wisely, well judged, prudent (A.S. Hornby, 1974: 645). Sedangkan kata Latin disebut dengan politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang diartikan relating to a citizen. Kedua kata ini berasal dari kata polis yang memiliki makna city atau kota.

Selain itu politik juga merupakan fenomena yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup dinamis dan berkembang. Karena itulah politik selalu merupakan gejala yang mewujudkan diri manusia dalam rangka proses perkembangannya. Oleh karena itu manusia adalah inti utama dari politik, maka apapun alasannya pengamatan atau telaah politik tidak begitu saja meninggalkan faktor manusia. Dikemukakan Anton H. Djawamaku (1985: 144), bahwa pribadi seseorang manusia adalah unit dasar empiris analisa politik.

Salah satu polemik saat ini yang kerap dinilai sebagai praktik nepotisme ialah politik kekerabatan yang merupakan rangkaian strategi politik untuk memperoleh kekuasaan. Agar langgeng diterpakan cara mewariskan kekuasaan kepada jejaring yang memiliki hubungan keluarga, seperti pada anak, istri, ponakan dan hubungan lainnya. Dengan kata lain, politik kekerabatan merupakan suatu sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemilu 2024 ditengah menguatnya praktik politik kekerabatan di Indonesia

Di Indonesia fenomena politik kekerabatan sudah ada sejak era Orde Baru. Pada massa itu kekerabatan digunakan sebagai dasar regenerasi politik sekaligus melanggengkan kekuasaan ikatan genealogis. Masa itu kandidat politik yang akan menjadi kepala daerah memiliki kuasa penuh atas proses rekrutmen dan kandidasi politik. Pola politik kekerabatan ini kemudian semakin tumbuh dan berkembang hingga saat ini dan secara tidak langsung mendorong terbentuknya dinasti politik.

Pemilihan umum kali ini menjadi sorotan karena ada anak presiden yang sedang menjabat, ikut dalam kontestasi. Visinya adalah meneruskan apa yang sudah dimulai oleh sang ayah. 

Kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada perhelatan pilpres kali ini menuai hujan kritik dari beberapa kalangan. Kehadiran Walikota Solo tersebut diusung oleh Koalisi Indonesia Maju dan berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden. Ini diduga langkah terselebung Presiden jokowi untuk memperpanjang kekuasaannya atau sering disebut sebagai dinasti politik.

Fenomena ini juga dinilai sebagai cerminan dari praktik politik kekerabatan yang kian hari semakin menguat di indonesia.

Pada pemilu 2024 ini dugaan praktik politik kekerabatan setidaknya dapat dilihat mulai dari Putusan MK No 90 yang kontroversial. Putusan itu mengubah batasan usia capres dan cawapres. Ketua Mahkamah Konstitusi kala itu, Anwar Usman, paman dari Gibran, berhentikan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia juga tidak diizinkan mengikuti persidangan perkara pemilu. 

Sang paman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Sementara KPU yang telah menerima pencalonan pasangan calon Prabowo-Gibran tersebut dengan tanpa mengubah aturan batasan usia capres-cawapres yang telah diubah oleh mahkamah konstitusi, KPU juga divonis telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.

Kemudian kehadiran bantuan sosial menjelang pemilu juga diiringi dengan dugaan akan adanya intimidasi oleh penyelenggara yang dengan sengaja menggiring untuk mendukung salah satu paslon dalam kegiatan pembagian bantuan sosial tersebut disinyalir sebagai bentuk pelanggaran dalam keberlangsungan Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024.

Kejadian ini adalah bentuk keberpihakan dari elit pemerintah hari ini untuk satu golongan dan ini dinilai melanggar etika berdemokrasi.

Bahkan penilaian terhadap pemerintahan mulai ramai mencuat isu akan Pemilu curang dan darurat demokrasi lahir dibeberapa daerah, beberapa hal diatas merupakan beberapa landasan akan keresahan yang mulai dirasakan oleh masyarakat, mahasiswa, dan para akademisi mereka mengklaim Indonesia di akhir pemerintahan Jokowi membawa kemunduran akan kehidupan demokrasi yang dicita-cita kan.

Jika kita masuk dalam konteks seorang ayah, sudah pasti seorang ayah pada umum nya akan menginginkan yang terbaik untuk sang anak, Tapi ingat ini bukan persoalan ayah dan anak melainkan persoalan masa depan bangsa. Dan bangsa ini melalui konstitusi tidak mengenal jokowi sebagai ayah melainkan sebagai presiden republik indonesia.

Pemilu terancam chaos

Berangkat dari rangkaian kejadian selama keberlangsungan pemilihan umum 2024 ini, menimbulkan ragam pertanyaan salah satu nya apakah Pesta rakyat kali ini akan berakhir damai atau malah sebaliknya? 

Kedewasaan dari setiap aktor politik pada pemilu kali ini dipertaruhkan, ditengah hiruk pikuk nya rangkaian pemilihan umum dari mulai pendaftaran hingga pada massa tenang saat ini mengakibatkan Tensi perpolitikan nasional semakin memanas.

Bahkan menimbulkan kan persepsi bahwa pemilu kali ini akan berujung chaos kian menguat.

Kekhawatiran pemilu tidak akan berujung damai sejak awal sudah kita rasakan seakan akan apa yang terjadi pada 2019 silam masih menghantui perjalanan Pemilu yang sebentar lagi akan berlangsung.

Banyaknya kalangan yang sejak awal sudah mengkampanyekan pemilu damai, pemilu bersih dan kondusifitas masyarakat. Dengan harapan pemilu kali ini akan berlabuh kepada situasi yang damai, bersih dan sejuk.

Momentum konsolidasi demokrasi 

Pemilihan umum kali ini adalah momentum pendewasaan dalam kehidupan berdemokrasi atau konsolidasi demokrasi.

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 didunia sudah selayaknya berada pada tahapan konsolidasi demokrasi.

Menurut Larry Diamond dalam bukunya yang berjudul Developing Democracy toward Consolidation (1999) menyatakan konsolidasi demokrasi sebagai upaya untuk memelihara stabilitas dan persistensi demokrasi. 

Dapat juga dimaknai sebagai upaya yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencapai rekognisi dan legitimasi secara kuat dari seluruh aktor politik, baik di tingkat elit maupun akar rumput, bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik yang paling tepat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Oleh Karena itu penting bagi setiap setiap pelaku politik di Indonesia untuk memiliki komitmen, konsistensi, dan kesinambungan dalam proses berdemokrasi.

Ikuti tulisan menarik Dandy Sihotang Mahasiswa biasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 jam lalu

Terpopuler