x

Presiden Jokowi dan Surya Paloh dalam sebuah acara. Foto: Tangkapan layar dari Youtube

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Rabu, 21 Februari 2024 06:20 WIB

Reunifikasi Politik, Penjajagan Koalisi Baru, dan Manuver Menghadang Isu Pemakzulan

Bagi Jokowi bertemu Surya Paloh adalah ikhtiar reuinifikasi politik dan penjajagan pembentukan koalisi baru. Tujuan lain adalah untuk mengonsolidasikan kembali peta kekuatan politik guna menghadang isu pemakzulan dirinya sebagai Presiden.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minggu malam Surya Paloh bertemu Presiden Jokowi di Istana. Sore sebelum pertemuan itu, kabar yang tersiar Jokowi mengundang Surya Paloh. Tetapi pasca pertemuan, Kordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana mengungkapkan bahwa pertemuan itu atas pemintaan Surya Paloh.

Kabar mana yang benar, tidak terlalu penting. Maksudnya tidak penting dilacak saat ini, toh dalam beberapa hari kedepan juga kebenaran akan menyatakan dirinya sendiri. Lagi pula, dalam jagat komunikasi politik para elit Indonesia, model-model inkonsistensi, hipokritas, ambiguitas dan kontradiksi dalam pernyataan-pernyataan verbal seperti ini sudah biasa. Jadi, abaikan saja. Dan mari kita fokus pada susbstansinya, yakni pertemuan itu sendiri.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukan Pertemuan Biasa

Pertemuan Surya-Jokowi di tengah situasi politik elektoral yang masih panas saat ini pastinya bukan pertemuan biasa. Kedua tokoh ini merupakan figur kunci yang sangat menentukan di masing-masing kubu kontestasi Pilpres. Surya bisa dibilang King Maker-nya Anies-Gus Imin, Jokowi King Maker-nya Prabowo-Gibran.

Ari Dwipayana mengonfirmasi bahwa pertemuan kedua tokoh itu antara lain membicarakan masalah kebangsaan termasuk dinamika kepolitikan Indonesia saat ini. Pada bagian ini informasi yang dikemukakan Ari pasti sahih. Karena tidak mungkin keduanya sekedar ketemu, minum teh bareng dan ngerumpi perkara remeh-temeh. Pasti ada urusan penting politik kenegaraan yang mereka bicarakan.

 

Reunifikasi Politik

Saya membaca pertemuan Surya-Jokowi kemungkinan besar adalah membicarakan, atau lebih tepatnya penjajagan soal kemungkinan reunifikasi politik antara Surya-Nasdem dengan Jokowi-Kubu Prabowo setelah sekian bulan berada dalam posisi saling bersebarangan di arena politik elektoral.

Dari sisi Jokowi terutama, reunifikasi politik itu penting sebagai langkah awal dalam menyiapkan pemerintahan baru nanti. Dalam konteks ini Jokowi kemungkinan mengajak Surya-Nasdem untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan baru nanti. Bagi Paslon terpilih nanti, termasuk misalnya jika Parbowo-Gibran yang akhirnya dilantik, koalisi penerintahan ini penting untuk memastikan ketercukupan dukungan politik dari parlemen.

Tanpa dukungan politik parlemen yang memadai, pemerintahan baru tidak akan mudah menjalankan kebijakan dan program-programnya, termasuk janji-janjinya kepada rakyat pada masa kampanye. Dan Surya Paloh nampaknya menjadi pilihan pertama target manuver Jokowi untuk menyiapkan koalisi pemerintahan baru nanti.

 

Tiga Alasan

Tentu saja, Jokowi bisa membuka pintu bangunan koalisi bagi partai lain di luar anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo-Gibran. Ketika kemudian Surya-Nasdem yang menjadi target bidik pertama saya membaca sediktinya ada tiga alasan yang melatarbelakangi langkah Jokowi.

Pertama, Surya Paloh dan Nasdem adalah pihak pertama yang secara terbuka memosisikan diri berseberangan dengan pemerintahan Jokowi dalam kontestasi Pilpres dengan tagline yang lugas dan asertif : Perubahan. Dan dalam perkembangan kontestasi gagasan elektoral kemudian, tema besar ini terbukti mendapatkan sokongan kuat dan luas dari rakyat.

Mengajak Surya-Nasdem gabung kedalam koalisi pemerintahan baru nanti sejatinya merupakan strategi untuk “menjinakan” semangat perubahan yang kadung sudah menggelora di tengah masyarakat, yang dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya pemerintahan baru yang diyakini Jokowi bakal dipimpin oleh Prabowo-Gibran.

Langkah strategis itu semakin penting bagi Jokowi jika dikaitkan dengan pernyataan Anies sehari setelah pemungutan suara. Bahwa Anies akan istiqomah dalam gerakan perubahan, tidak akan bergeser sedikitpun, ke kanan mamupun ke kiri. Tetapi kita tahu, Anies bukan pemilik partai. Ia dideklarasikan pertama kali oleh Surya dan Nasdem.

Tentu saja argumen politik yang dibangun untuk membangun koalisi pemerintahan baru nanti tidak akan jauh dari narasi bahwa Indonesia terlalu besar untuk diurus oleh satu dua golongan. Jadi perlu persatuan, kebersamaan dan gotong-royong.

Kedua, sebelum pertemuan dengan Surya Paloh, Jokowi pernah meminta Sri Sultan untuk memediasi pertemuan dengan Megawati. Kabar ini diungkapkan Connie Rahakundini dan telah dibenarkan oleh Sri Sultan sendiri. Keinginan Jokowi bertemu dengan Megawati kemungkinan besar dilatarbelakangi oleh kepentingan yang sama. Yakni menjajagi reunifikasi politik sebagai langkah awal menyiapkan koalisi pemerintahan baru.

Masalahnya kemudian, keinginan Jokowi itu gagal, setidaknya hingga saat ini. Sementara itu, beberapa hari lalu pasca pencoblosan dan di tengah keinginan Jokowi yang belum kesampaian itu, Hasto Kristyanto Sekjen PDIP menyatakan bahwa PDIP siap menjadi oposisi bagi pemerintahan baru.    

Dalam konteks itulah saya membaca langkah Jokowi bertemu Surya Paloh. Yakni sebagai ancang-ancang untuk mengantisipasi gagalnya membangun reunifikasi politik dengan Megawati-PDIP.

Ketiga, dalam jangka pendek Jokowi nampaknya juga sedang menghitung peta kekuatan politik dalam kaitannya dengan isu pemakzulan dirinya sebagai Presiden yang didorong oleh beberapa elemen masyarakat sipil. Memperkuat kembali dukungan politik pasca keterceraian karena posisi elektoral adalah pilihan yang tidak bisa dihindari untuk menghadang laju desakan pemakzulan.

Dengan alasan itu, setelah bertemu Surya-Nasdem, saya kira Jokowi juga akan mengundang partai-partai lain di luar KIM untuk kepentingan yang sama. PKB di kubu Anies-Muhaimin dan PPP di kubu Ganjar-Mahfud adalah dua partai yang paling potensial diundang segera.

Mengapa dua partai itu? Karena selain keduanya masih merupakan anggota koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf saat ini. Berkaca pada pengalaman, PPP dan PKB juga merupakan partai dengan watak sangat akomodatif terhadap dinamika politik kepentingan.

Jika akhirnya Paloh-Nasdem dan Muhaimin-PKB jadi bergabung kedalam pemerintahan baru yang diyakini Jokowi bakal dipimpin Prabowo-Gibran seperti keyakinan lembaga-lembaga survei, lantas bagaimana dengan puluhan juta pemilih Anies-Muhaimin yang menginginkan perubahan? Kita tunggu perkembangannya dalam beberapa waktu ke depan.

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler