x

Sumber foto: https://bibitbunga.com/arti-dan-makna-bunga-daisy/

Iklan

Violeta Pandiangan

Penulis Indonesiana. ~Hupomone~ May you be healed from things no one ever apologized for.
Bergabung Sejak: 29 Desember 2023

Senin, 4 Maret 2024 06:48 WIB

Sudah Siapkah Kamu dan Saya Mati?

Ada kehidupan ada kematian. Kondisi bertolak-belakang ini adalah suatu kepastian yang setiap manusia akan alami. Seperti perjumpaan dan perpisahan atau masa anak-anak dan masa usia lanjut yang semuanya dikendalikan oleh waktu dan tidak terelakkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kematian adik saya sungguh mendukakan saya, 10 hari setelah membuka tahun baru. Ketika orangtua saya meninggal, saya tidak menderita kedukaan yang mendalam seperti ini. Opung Doli (kakek dalam bahasa Batak) saya pernah mengatakan, “Seharusnya orangtua tidak menguburkan anaknya”, sambil mata renta-nya menatap penuh duka kearah tubuh Bapak saya yang terbujur kaku di pembaringan.

Saya mencoba mencari di internet gambar yang merepresentasikan tentang kematian. Gambar yang muncul hampir semua tentang gambar tengkorak dengan berbagai macam pose yang cukup menakutkan, kuburan, bunga warna hitam, dan orang berjubah hitam yang membawa clurit panjang yang biasa dikenal sebagai malaikat el-maut atau malaikat pencabut nyawa.

Mengapa kematian direpresentasikan dengan gambar yang begitu mengerikan, seram dan menakutkan? Jika kita sudah mengetahui bahwa kematian adalah fase terakhir dalam hidup manusia, bukankah harusnya gambar-gambar yang ditampilkan adalah gambar yang merepresentasikan suatu kelegaan setelah melalui perjalanan hidup yang panjang dan mungkin penuh liku. Atau gambar senyum? Gambar orang jingkrak-jingkrak. Atau gambar surga yang begitu indah sebagai tujuan akhir manusia seperti yang diimani dalam beberapa agama yang kita anut?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengapa manusia melakukan propaganda yang menakutkan tentang kematian?

Saya teringat pada pandangan Soe Hok Gie yang fenomenal tentang hidup.

“Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”

Keingingan Soe Hok Gie dikabulkan: mati muda di usia 27 tahun. Mengapa Soe Hok Gie memiliki pandangan yang menurut saya pesimis-karena dia memulainya dengan kata “nasib terbaik”, hanya Gie yang tahu. Tetapi pasti banyak manusia lain yang memiliki pandangan yang berbeda. Bahkan banyak yang ingin hidup lama dan berupaya berbagai cara untuk mempertahankan kelanggengan nafasnya pula fisiknya.

Ada ke-misterius-an dalam kehidupan dan kematian. Dalam Kristen, kehidupan setelah kematian itu ada dan tidak memiliki batasan waktu. Kehidupan setelah kematian adalah kehidupan rohani yang abadi. Karena Pencipta yaitu Allah adalah Pemberi roh, sehingga roh para mati kembali kepada Pemberi roh. Karena Allah adalah abadi, tentulah roh-roh pemberianNya setelah kehidupan ini menjadi abadi pula bersamaNya. Ini adalah waktu setelah kematian: abadi.

Sementara waktu kehidupan kita di dunia ini adalah terbatas dan singkat. Mencapai 100 tahun dengan kondisi tubuh yang sehat adalah bonus jika manusia menjaga kesehatan-nya dengan benar, itupun tidak menjamin untuk memiliki umur yang panjang. Alangkah baik untuk mati dan tidak merugikan orang lain. Kekuatan tubuh fisik manusia dalam dan luar terbatas karena usia yang menua karenanya kita melihat para sepuh sudah berjalan membungkuk karena tulang-tulang yang ikut menua dan tidak sanggup lagi menyangga tubuh mereka meski kurus sekalipun.

Jadi mengapa waktu kita di dunia ini begitu singkat jika kehidupan setelah kematian adalah abadi?

Mungkin hikmat ini sudah dirangkul oleh Soe Hok Gie ketika dia menyatakan pandangannya diatas tadi.

“Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”

Dunia ini tidak menjadi semakin baik bukan? Kita justru harus berjuang untuk mempertahankan kebenaran, bukan kebaikan. Karena definisi kebaikan bagi setiap orang pastilah berbeda, sesuai dengan kepentingan. Tetapi kebenaran menyangkut hukum alam seperti etika, akal sehat, logika, moralitas, kepatutan, kelayakan dan juga menyangkut hukum positif seperti peraturan dan perundang-undangan yang ternyata belakangan bisa di distorsi untuk melegalkan kepentingan pribadi atau gerombolan-nya. Sehingga hukum yang paling tua lah yang bisa untuk diandalkan yaitu hukum alam, “the law of nature” yang disaring oleh logika, akal sehat serta hati nurani yang sudah diperlengkapi oleh Tuhan ke dalam diri manusia sejak lahir. Tidak ada sekolah untuk belajar tentang moralitas atau akal sehat. Untuk tidak mengambil yang bukan miliknya atau haknya, kita tidak perlu belajar di sekolah untuk mengerti ini.

Karena kelayakan dan kepatutan semestinya tidak lagi diperjuangkan tetapi dipraktekkan secara terus menerus. Sehingga perjuangan berdasarkan ini bisa menimbulkan kelelahan yang luar biasa. Mungkin inilah latar belakang Gie berpandangan bahwa manusia bernasib terbaik jika memiliki hidup dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. ”Berbahagialah mereka yang mati muda.” Begitu kata Gie.

Tetapi manusia sebagai makluk sosial, tidak bisa selamanya hidup solitude dan menyendiri seperti yang kelihatannya dimaknai oleh Christopher McCandless pada akhir perjalanannya dengan menuliskan pada diari-nya “Happiness only real when shared.” Pernyataan McCandless ini hampir sama dengan prinsip “saling bertolong-tolongan lah kamu satu dengan yang lain dalam menanggung beban hidupmu.”

Apa semua arti dari kematian? Kematian adalah waktu dimana manusia mulai beristirahat dari jerih payahnya didunia. Kehidupan adalah kesempatan untuk berjuang, kematian adalah fase berhenti total dari semua kegiatan dan perjuangan duniawi. Kematian adalah tujuan manusia yang sesungguhnya, karena kehidupan di dunia hanyalah sementara. Semestinyalah kematian di-representasi-kan oleh gambar-gambar yang penuh dengan senyum, tawa serta keceriaan.

Tidak lengkap jika kematian tidak disertai dengan menyebut surga atau neraka sebagai tujuan akhir manusia setelah kematian seperti yang kita imani berdasarkan kepercayaan kita masing-masing bukan?

Sekali lagi kematian bukanlah akhir dari kehidupan melainkan akhir dari segala hal yang bersifat duniawi. Kematian adalah awal dari kehidupan dalam keabadian dengan iman, oleh karenanya kepada mereka yang telah meninggalkan kita terlebih dahulu kita mengatakan “sampai bertemu kembali”.

Jadi, sudah siapkan kamu dan saya mati?

Ikuti tulisan menarik Violeta Pandiangan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

16 jam lalu

Terpopuler