x

Iklan

Khiemoanq

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Maret 2024

Minggu, 10 Maret 2024 11:42 WIB

Kenapa. sih, Susah Berubah?

Sifat dasar makhluk hidup adalah homeostasis, yakni mekanisme untuk mempertahankan kondisi konstan agar tubuh dapat berfungsi normal meski terjadi perubahan disekitarnya. Perubahan menjadi sebuah hal menakutkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Saya mau olah raga dan diet supaya hidup saya lebih sehat”,

 “Saya ingin bisa menulis dan menghasilkan sebuah buku”, atau

“Saya ingin memiliki kendaraan baru”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dan masih banyak keinginan yang kita lakukan yang membutuhkan sebuah perubahan kebiasaan untuk membuat semua itu tercapai.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita MAU berubah?

Berubah atau perubahan merupakan sebuah “momok” yang ditakuti oleh manusia. Karena pada dasarnya manusia akan berusaha melindungi dirinya termasuk dari adanya perubahan disekitarnya. Pemikiran ini didasari oleh sifat makhluk hidup yaitu homeostasis. Homeostasis, adalah mekanisme makhluk hidup termasuk manusia untuk mempertahankan kondisi konstan agar tubuh dapat berfungsi dengan normal meski terjadi perubahan disekitarnya.

Berdasarkan sifat ini, bisa digambarkan bahwa manusia akan berusaha untuk mempertahankan keadaan dirinya walaupun terjadi perubahan disekitarnya. Maka tidak heran ada orang yang tetap dengan sikap dan perilaku atau mungkin bisa termasuk gaya hidup walaupun terjadi perubahan yang sangat besar disekelilingnya. Seperti Suku Kubu di Sumatera atau suku Baduy Dalam di Banten, yang masih mempertahankan tatanan hidup tradisional sejak dulu . Suku Kubu masih setia dengan meramu dan berburunya, sedangkan suku Baduy Dalam menolah kehadiran teknologi didalam kehidupan mereka.

Ketidakinginan seseorang untuk berubah bisa dikarenakan lingkungan seperti yang terjadi dengan suku Baduy dan Kubu atau berasal dari pola berfikir atau mindset seseorang.  Carol S. Dweck seorang professor psikologi di Universitas Stanford menyebutkan ada 2 mindset yaitu growth mindset/mindset berkembang dan fix mindset/mindset tetap. Nah si mindset tetap ini yang biasanya menolak untuk berubah, karena ketakutan mereka untuk menghadapi kegagalan atas perubahan yang terjadi. Makanya kita suka denger teman, saudara atau bahkan bos kita bilang, “tidak perlu berubah, yang sekarang saja sudah bagus kok” atau “kalau gagal gimana, mending gini aja udah jelas hasilnya”. Mindset ini terbentuk dari pengalaman yang dialami dirinya selama ini, pengalaman ini lah yang membentuk menjadi pengetahuan seseorang yang lambat laun menjadi sebuah kepercayaan yang dipegang seseorang dalam menjalani hidupnya. Maka jangan heran kita akan temui orang yang memiliki resistensi untuk berubah namun disatu sisi ada yang menikmati setiap perubahan yang ada.

Perubahan itu menyakitkan. Lebay sih tapi setidaknya sebuah perubahan akan menimbulkan sebuah ketidaknyamanan. Contoh paling gampang, coba bagi yang menggunakan jam tangan pindahkan posisi jam tangan kita dari tangan yang bisa kita pakaikan jam ke tangan yang lain, bukan ke tangan orang lain ya. Dan setelah itu coba refleksikan apa yang kita rasakan? Kikuk bahkan kadang  sampai keliru liat jam atau ada rasa ada yang hilang di tangan yang biasa kita pakaikan jam dan tidak nyaman di tangan yang kita pakaikan jam sekarang. Memang semua ini akan hilang sejalannya waktu namun terkadang ketidaknyamanan itu akan membuat kita berhenti untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan kembali ke habit atau kebiasaan awal. Apalagi kalau perubahan itu menimbulkan rasa sakit seperti yang baru memulai diet karbo, wah itu pasti awal-awal pasti penuh dengan penderitaan bahkan bisa jadi merasakan sakit yang diakibatkan perubahan pola yang kadang membuat kita berhenti dari dietnya atau curi-curi kesempatan melanggar aturan dietnya dengan berbagai alasan.

Kesabaran tipis alias tidak sabaran. Ini juga yang menjadikan kita gagal berubah. Tidak sabaran karena melihat orang lebih dulu sukses, atau tidak sabar menghadapi penderitaan dan ketidaknyamanan atas perubahan yang dilakukan. Padahal dalam mencapai sebuah perubahan jalan orang berbeda-beda ada yang kayak jalan tol mulus, whuss langsung tercapai, tapi ada juga yang kayak jalanan puncak di weekend, macet parah sehingga progres perubahannya hanya sedikit kayak tetesan air dibatuan. Jadi perubahan itu bukan sesuatu yang instant macam mie instant, eh mie instant juga butuh proses untuk memprosesnya, semua butuh proses dan waktu. Jadi nikmatilah setiap proses perubahan yang kita lakukan.

Balik ke pertanyaan awal Apakah kita MAU berubah? Atau bisa di formulasikan ulang dengan bagaimana membuat kita mau berubah?

Sebelumnya kalau kita telisik dari 3 poin diatas yang membuat perubahan itu sulit, sebenarnya apa penyebab utamanya hal itu bisa terjadi? Pernahkah kita menyadari bahwa target perubahan yang kita buat itu terkadang terlalu membebankan kita sehingga membuat kita gagal untuk berubah. Misalkan keingan untuk olah raga belum apa-apa kita sudah menargetkan untuk melakukan lari 10 km setiap minggu atau ketika mau diet kita langsung menerapkan diet karbo yang menyiksa kita. Lalu bagaimana dong caranya biar tidak sulit namun target perubahan tetap terpenuhi? Tiny habit model yang dicetus oleh BJ Fogg bisa menjadi solusinya.

Untuk memahami tiny habit model perlu melihat dulu bagaimana BJ Fogg melihat tentang perilaku manusia. BJ Fogg memformulasikan perilaku manusia menjadi B = MAP, B (behavior/perilaku) = M (motivation/motivasi) A(ability/kemampuan) P (prompt/pendorong). Jadi untuk menciptakan sebuah perilaku maka dibutuhkan sebuah motivasi, Dimana makin tinggi motivasi maka akan mempengaruhi terbentuknya perilaku tersebut. Motivasi tidak bisa lepas dari seberapa sanggupnya kita melakukan hal tersebut makin mudah sesuatu dilakukan makin besar kemungkinan untuk terciptanya perilaku. Dan terakhir adalah Prompt, yang bisa diartikan pandorong atau pemicu, BJ Fogg menggunakan kata trigger ditahun 2017. Dan menurt BJ Fogg Prompt adalah penentu sebuah perilaku akan tercipta atau tidak. Karena dengan motivasi dan ability adalah sesuatu yang mudah berubah maka perlu ada prompt yang akan jadi pemicu, karena prompt bertugas sebagai pengingat atau anchor yang menentukan perilaku yang ingin kita bentuk itu bekerja.

Dikarenakan motivasi dan ability merupakah hal yang bersifat fleksibel alias selalu berubah-rubah maka kita perlu bisa menjaga motivasi dan ability berada dalam posisi teratas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkecil perilaku yang akan dibentuk. Misalkan balik ke contoh diatas kita ingin olah raga dengan berlari sejauh 10 km setiap minggu. Langsung mencapai target 10 km lari bisa dikatakan sebuah perilaku yang cukup besar untuk dilakukan, apalagi buat kita yang jarang banget olah raga. Dijamin langsung kapok saat itu. Dengan situasi seperti ini kita membuat posisi motivasi kita turun kelevel rendah bahkan mungkin terendah karena setelah mencoba dan ternyata kita tidak mampu jadi down motivasi kita. Ini juga akan berimplikasi pada level ability kita turun ke level terendah. Bisa dipastikan apa yang kita ingin bentuk tidak akan tercapai. Maka target 10 km ini kita turunkan dulu misalkan jadi 1 km per minggu. Jadi ingat buku zig zag principle, secara garis besar buku ini mau bilang untuk mencapai tujuan besar, kita terkadang harus menggunakan jalur berkelok-kelok kayak kolok 44 di Sumatera Barat dibandingkan jalan lurus. Karena energi atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan akan lebih besar dan berat bisa kita menggunakan jalan lurus yang dikhawatirkan akan mempengaruhi motivasi kita dalam mencapainya.

Sama dengan ketika kita mau menulis, sebuah buku akan menjadi target yang berat. Maka perlu diperkecil misalkan 1 halaman per hari. Semua kembali kepada kemampuan kita sendiri. Karena kita yang tahu seberapa kita bisa menjaga motivasi kita dan mana yang mudah buat kita.

Dalam rumusannya kita harus bisa menurunkan target yang kita punya hingga sebuah aktivitas yang dapat dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 1 menit. Maka kita perlu memecah kembali target kita sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Fogg tersebut. Untuk memecahnya kita perlu menentukan dulu sebuah pemicu atau sinyal atau bisa dibilang alarm yang secara alamiah mengingatkan kita untuk melakukan hal tersebut. Prompt kalau bahasanya BJ Fogg. Dimana prompt ini nantinya akan membuat kita terbiasa untuk melakukan kegiatan atau aktifitas tersebut. Prompt dapat berupa kondisi external yang dibentuk seperti membuat catatan di kulkas atau catatan di telepon genggam dengan alarm pengingat bahkan meminta pasangan untuk mengingatkan kita melakukan kegiatan tersebut bisa menjadi sebuah prompt untuk kita. Pemicu atau prompt ini disebut dengan context prompt. Context prompt mudah sekali diabaikan, misalkan menggunakan reminder di telepon genggam kita, kita bisa mematikannya kemudian mengabaikannya, sehingga efektifitas prompt atau pemicu ini pun bisa dikategorikan rendah.

Pemicu atau prompt bisa dari dalam diri sendiri, misalkan mengandalkan pikiran kita seperti mengandalkan pikiran kita untuk mengingatkan kapan kita harus minum vitamin. Atau berdasarkan sinyal yang dikeluarkan tubuh seperti makan pada saat lapar atau bagi yang menderita hipertensi, menunggu kepala terasa pusing dulu baru meminun obatnya. Sedangkan sinyal dari tubuh, pikiran kita sering “berantakan” kita kadang lupa kalau ada janji atau perut tidak lapar karena saking asiknya kita bekerja. Maka tidak disarankan menggunakan prompt yang berasal dari dalam diri sendiri atau yang dikenal dengan person prompt.

Lalu prompt apa yang tepat untuk kita gunakan? BJ Fogg menyebutnya dengan action prompt. Jadi pemicu disini berdasarkan kegiatan atau aktifitas yang sudah menjadi kebiasaan kita, oleh Fogg disebut dengan Achors, yang dijadikan pengingat atau pemicu untuk menjalankan kegiatan baru kita. Untuk menentukan anchors ini kita perlu melihat kebiasaan apa yang ingin kita lakukan, kemudian seberapa sering kita akan melakukan kebiasaan tersebut. Untuk frekuensi ini tergantung dari target yang akan kita capai dari kebiasaan kita tersebut.

Misalkan kita mau membiasakan nulis 1 paragraf per hari. Perlu diingat bahwa untuk menjaga motivasi dan ability/kemampuan perlu menurunkan kebiasaan hingga dapat dilakukan kurang dari 1 menit. Target kita 1 halaman per hari dengan tujuan kita ingin bisa membuat buku, apapun itu genrenya. Kemampuan seseorang mengetik itu rata-rata 80-90 kata per menit, atau bisa dikatakan bisa untuk menulis 1 paragraf per menit. Sedangkan rata-rata per halaman itu kurang lebih 5 halaman. Maka kita perlu mencari aktifitas atau kebiasaan yang dilakukan 5 kali dalam sehari untuk menjadi anchornya.

Paling gampang untuk yang beragama islam, kita bisa pake solat 5 waktu sebagai achornya. Jadi kita mulai membuat “mantra” untuk membiasakan kebiasaan baru dalam kehidupan kita. Adapun mantranya adalah 

Setelah saya melakukan ………, maka saya akan……

Bila disambungkan dengan contoh diatas maka mantranya akan menjadi seperti Setelah saya melakukan solat lima waktu, maka saya akan menulis 1 paragraf. Ini yang disebut action prompt. Sebuah pemicu yang diambil dari kebiasaan kita untuk memicu kebiasaan baru yang akan kita lakukan.

Setelah saya minum kopi, maka saya akan jalan kaki sebanyak 100 langkah. ini bisa jadi mantra kita untuk yang ingin membiasakan diri berjalan kaki sebagai alternatif olah raganya. Dan tanpa dirasa apabila kita setiap hari memiliki kebiasaan minum kopi 3 kali maka per hari kita sudah akan melangkan sebanyak 300 langkah itu berarti dalam satu minggu kita sudah bisa melangkan sebanyak 2100 langkah itu sama dengan lebih dari 1 Km jaraknya. Sebuah permulaan yang cukup ringan bukan, daripada langsung menargetkan 10 km per minggu liat angkanya aja udah lemes bukan.

Setelah ketemu mantra yang tepat, dan kita mulai melakukan mantra tersebut maka untuk mempertahankan hal tersebut kita perlu melakukan selebrasi yang ditujukan untuk menciptakan perasaan positif atas apa yang telah kita lakukan. Misalkan setelah berhasil menyelesaikan tulisan sebanyak satu paragraf kita bisa munculkan perasaan “wow keren ya, saya bisa menulis satu paragraph. Luar biasa”. Atau cukup dengan “alhamdulillah/puji tuhan” dan tersenyum setiap kita berhasil melakukan matra kita. Cukup sesederhana itu, namun ini membuat kita bisa mempertahankan perasaan positif dalam diri kita untuk terus melakukan mantra yang telah kita buat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam membuat sebuah kebiasan baru hal yang perlu kita lakukan adalah sederhanakan target atas kebiasaan baru kita tersebut. Ingat rumusannya disederhanakan hingga bisa dilakukan dalam waktu kurang dari 1 menit. Jangan napsu yang malah merepotkan diri sendiri. Kemudian cari kebiasan yang sudah kita lakukan untuk menjadi pemicu kita dalam melakukan kebiasan baru kita. Setelah itu buatlah mantra dengan formula setelah saya melakukan ….., maka saya akan melakukan ….. Dan terakhir rayakanlah keberhasilan kita melakukan mantra tersebut. Ciptakan sebuah selebrasi sederhana yang mampu mempertahankan suasana positif dalam diri kita.

 

 

Referensi :

  1. Fogg, BJ. 2020. Tiny Habits: The Small Changes That Change Everything. Houghton Mifflin Harcourt.
  2. Dweck, Carol. S. 2016. Mindset: The New Psychology of Success. Ballantine Books.
  3. Torday, John S. 2015. Homeostasis as The Mechanism of Evolution. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4588151/

Ikuti tulisan menarik Khiemoanq lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB