x

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan) saat memberikan keterangan pers dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Juni 2023. Rakernas yang mengusung tema \x27Fakir Miskin dan Anak Terlantar Dipelihara oleh Negara\x27 tersebut itu juga akan membahas pemenangan Pemilu 2024 serta mendengar pengarahan khusus dari Presiden Joko Widodo. TEMPO/M Taufan Rengganis

Iklan

Violeta Pandiangan

Penulis Indonesiana. ~Hupomone~ May you be healed from things no one ever apologized for.
Bergabung Sejak: 29 Desember 2023

Jumat, 29 Maret 2024 12:52 WIB

Kompromi PDIP Terhadap Regulasi Internal Dibayar dengan Konsekuensi Nasional yang Bisa Memutihkan Pengorbanan Reformasi 1998 (1)

Peraturan tidak lahir begitu saja tapi melewati proses dari berbagai jenis pengalaman, pemikiran serta perhitungan matang. Ada dua hal yang dilanggar PDIP ketika mengijinkan Gibran melaju dalam Pilkada Walikota Solo.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konsekuensi dengan segala macam bentuknya, materiil atau immateriil, pastilah selalu merugikan. Jadi peraturan yang telah direncanakan harus dilakukan secara serius dan berkesinambungan untuk menjaga kualitas performa. Performa apa saja, entah itu performa pribadi, organisasi terutama pemerintahan dimana tergantungnya kesejahteraan dan keadilan suatu negara ditengah-tengah masyarakat. Peraturan ini bisa berwujud SOP, prinsip, AD/ART, perundang-undangan, you name it.

Evil wolf

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti nasehat Sun Go Kong si Kera Sakti, jika kamu melihat musuhmu bersama temanmu maka ingatlah bahwa keduanya adalah musuhmu. Bedanya yang pertama adalah musuhmu secara terang-terangan yang kedua alias “temanmu” adalah musuh dalam selimut.

Jika prinsip Sun Go Kong ini sudah terjadi, maka ada dua hal kemungkinan:

  1. Jika kamu memegang teguh prinsip keberhati-hatian maka kamu tidak memiliki kekuatiran. Nasihat Sun Go Kong ini menguntungkan kamu karena kamu menjadi lebih berhati-hati dalam pertemanan.
  2. Jika kamu tidak memegang teguh prinsip keberhati-hatian, maka nasihat Sun Go Kong ini bisa jadi membuat kamu menangis. Karena artinya sudah terlambat dan konsekuensi sedang berdiri persis didepan pintumu yang sudah jebol kuncinya dan terbuka lebar.

Terekam jelas peristiwa yang tersebar luas di masyarakat melalui media sosial tentang bagaimana Megawati tanpa tedeng aling-aling mengatakan secara terbuka dalam pertemuan PDIP 10 Januari 2023 yang lalu, “Pak Jokowi itu, ya, ngono loh, mentang-mentang. Lah iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, duh, kasihan, dah.”

Pendukung Jokowi saat itu bereaksi keras terhadap Megawati.

Untuk seorang politikus sekaliber Megawati, sulit rasanya untuk mengabaikan bahwa pernyataannya tersebut dikeluarkan tanpa adanya sebab muasal.

Megawati mungkin sudah mulai menerka gerakan-gerakan kepemimpinan Jokowi mengarah kemana yang semakin terpapar jelas di akhir masa tugasnya. Tapi sudah terlambat, kawan.. Sudah terlambat.

Puncaknya meletus ketika pada tahun yang sama di bulan Oktober, Mahkamah Konstitusi yang diketuai adik ipar Jokowi mengabulkan permintaan yang membuat keponakannya alias anak pertama Jokowi lolos syarat untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden.

Opung Panda Nababan telah membocorkan pada suatu podcast bahwa Jokowi datang meminta agar anaknya si Gibran bisa menduduki jabatan sebagai Walikota Solo. Padahal dua anggota senior PDIP sudah dipilih untuk menduduki jabatan ini.

Ada dua hal penting yang dilanggar PDIP ketika mengijinkan Gibran yang tanpa pengalaman dalam perencanaan social development apapun untuk memegang posisi sedemikian penting sebagai pemimpin pembangunan masyarakat Solo yang adil dan merata.

  1. Melanggar “hukum positif” yang sudah dirancang PDIP untuk melindungi interaksi internal PDIP yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas organisasi. Aturan dibuat karena ada unsur logis dengan tujuan, fungsi serta dikenai parameter yang terukur akan nilai-nilai dan budaya PDIP. Menurut aturan PDIP, anggota bisa mencalonkan diri jika sudah menjadi kader minimal dua tahun. Gibran bahkan bukan seorang anggota partai apapun saat Jokowi, bapaknya, meminta agar dia diloloskan menjadi walikota Solo.
  2. Melanggar “hukum alam” atau hukum pada umumnya yang mengalahkan hukum tertulis apapun yang kita semua sebut sebagai etika yang secara kelogikaan manusiawi mendukung dan menghormati senioritas yang tentu saja lahir bersamaan dengan kapasitas melalui proses-proses yang teruji, terukur, loyalitas serta pengorbanan lainnya yang membutuhkan waktu. Ada neraca kualitas dan kuantitas disitu. Hukum alam atau etika ini adalah tentang kepantasan, kepatutan, kelayakan yang diiringi dengan keadilan pula. Ketika Jokowi meminta agar Gibran diijinkan menjabati kedudukan sebagai walikota, Jokowi sudah melanggar etika, mem-bypass dan menyunat putus tepo seliro rasa sungkan terhadap adanya bobot senioritas dari rekan seorganisasinya di PDIP yang harusnya dia junjung-tinggi dan dia hormati.

 

Dua tindakan PDIP diatas, adalah tindakan yang mengorbankan pondasi dan tiang mereka sendiri. Yaitu pondasi aturan dan tiang human capital dalam hal kasus ini adalah kedua calon dari kader senior yang telah ditunjuk sebelumnya oleh PDIP. Apakah pernah ditanya bagaimana perasaan kedua anggota senior PDIP tersebut. Saya sengaja tidak mencantumkan nama-nama beliau, karena saya ingin menghormati pribadi dan pengorbanan yang telah diserahkan karena patuh pada perintah organisasi.

Apapun pertimbangan dan negosiasi politik yang telah dilakukan sehingga kedua hukum diatas dikompromikan oleh PDIP, telah men-jeopardize demokrasi nasional. Sangat luar biasa akibatnya.

-Bersambung-

Ikuti tulisan menarik Violeta Pandiangan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

26 menit lalu

Terpopuler