x

ilustr: Her World

Iklan

Wahyu Umattulloh AL

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Maret 2022

Rabu, 3 April 2024 05:45 WIB

Tersimpannya Kata-kata

Tulisan ini memiliki unsur paksaan dan intimidasi kepada penulis untuk menuliskan kata-kata yang masih disimpan rapat-rapat oleh Alman, sebagai pengingat bahwa Juita masih ada dan terus terkenang olehnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kata ini masih disimpan oleh Alman,
sebagai pengingat bahwa Juita masih ada dan terus terkenang olehnya
”.

     Disimpan secara baik-baik kata cinta oleh Alman. Anak yang turun dari surga dengan cara diselundupkan melalui lubang oleh Ayah dan Ibunya ketika berada di kamar pengantin. Alman memiliki kesenangan di bidang seni dan sastra, ia sering menghabiskan waktu di teras rumah ditemani satu buku dan satu gitar gibson untuk mencairkan suasana gaduh yang menghantam pikirannya. Terkadang ketika ia sedang berusaha meredam pikirannya, Alman berlari ke tempat-tempat yang memberikan romansa kebahagiaan. Alasannya karena ia rindu dengan memorial bahagia bersama dia ketika sunyi.

     Tempat itu memberikan kesan pertama kali ketika Alman mengenal wanita cantik. Tempat tersebut juga memperkenalkan dunia malam bersama geng-nya, sekaligus pengenalan asap tembakau sebagai stimulus keluwesan pikiran dikala sumpek. Tempat memorial itu adalah kota Malang yang menjadi pelabuhan Alman selanjutnya dalam mencari bekal masa depan. Ia Sekolah di Kampus swasta di Malang, sebab ia bodoh dan penakut untuk melawan keraguannya sampai saat ini, sehingga orang terdekatnya merasa bosan dengan kelemahan tersebut. Tak heran jika ia hanya Sekolah swasta, itupun berkat kemurahan Tuhan terhadap do’a kedua orang tuanya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

      Semasa kuliah di Malang Alman menyukai wanita cantik yang menjadi primadona di Kelas atau mungkin satu angkatannya. Sudut-sudut Kota Batu pernah memperlihatkan memorial kebahagiaan ketika Alman berboncengan dengan dia menyusuri Jalan Raya Selecta. Ditemani kembang anggrek di pinggir jalan dan sejuknya hawa dingin Kota Batu yang bersemayam di hati Alman menambah kesan romansa, namun hal itu hanya dirasakan oleh Alman saja. Alasan tersebut karena Alman hanya menyimpan rasa cintanya tanpa bersulang dengan wanita idaman Kelas. Ia tahu diri bahwa lelaki bodoh, dan kere tidak semestinya berjajar dengan primadona kelas yang eksklusif serta anggun. Momen kelulusan empat tahun menjadi  pengantar perpisahan antara mereka berdua dengan saling merestrat untuk kehidupan yang lebih indah.  

Tersimpan Kata Cinta Untuk Juita.

      Kelulusan Alman mengantarkannya ke gerbang kehidupan yang konkret dengan menyandang gelar sarjana ulung. Digadang-gadang sebagai perubah status sosial di dalam keluarga melalui harapan impian untuk menjadi seorang konglomerat ditempelkan erat di pundaknya. Anak pertama memang di wajibkan sebagai peng-arep-arep ( Anak mbarep ) dalam istilah Jawa. Anak pertama menjadi harapan pembuka gerbang kehidupan yang sejahtera, sehingga sering disebut sebagai pengharapan. Tak heran jika anak sulung menjadi tumpuan atau menjadi tolak ukur bagi adik-adiknya.

    Harapan kedua orang tua Alman menjadi cara agar ia terus berjalan meski harus mencoba segala hal sekalipun banyak diantaranya bertentangan dengan hati nurani. Usahanya dalam membahagiakan kedua orang tua mengantarkan Alman untuk ikut serta di dalam program kuliah beasiswa dari Kementrian. Perkuliahan tersebut ia lakukan di kampus Negeri ternama di Surabaya Jawa Timur. Selama perkuliahan ia berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan sertifikat pendidik sebagai seorang guru. Perbedaan terlihat dari Alman yang dulunya mempunyai geng atau suku istilahnya dengan kebiasaan keluar malam sampai menjelang subuh dan sedikit membrontak terhadap kondisi sosial, kini ia lebih soft cenderung memilih pasif. Mencoba mengekstrasikan tenaga untuk melebur menjadi seorang pendidik yang profesional.

      Sampai hari ini ia masih menjalankan kuliah profesi, menurut sebagian orang saleh di dalam mencari ilmu pasti tidak lepas dari buku, dan cinta. Dirasa ucapan orang saleh memang benar adanya, kini Alman sedang berbungah-bungah hatinya dalam tangkup lautan cakrawala cinta. Ia terpesona oleh teman satu mejanya yakni Juita yang manis wajahnya sangat menggigit bagi semua pria yang memandang. Seolah Alman menemukan harta mewah di sudut-sudut kampus Surabaya. Ia terkagum ketika lebih mendalam menatap Juita. Berbulan-bulan mencoba dekat dengan Juita, melalui pesan WA dan cara lainnya, sayang sifat bodoh dan penakut untuk melawan keraguannya menjadi jeruji bagi Alman.

       Alman lebih memilih menyimpan rapat-rapat kata cinta untuk Juita, sebab ia minder dan takut dengan kesanggupan Juita menerima kebodohannya serta masa depannya yang masih suram. Ia lebih memilih tidak ingin menyengsarakan orang tercintanya untuk hidup bersama. Keteduhan hati seorang laki-laki adalah melihat kebahagiaan wanita yang dicintainya untuk memilih kepada siapa ia akan berlabuh, dan lelaki itu berhak menyimpan rasa menjadi sebuah kenangan. Seteduh itulah Alman dalam mereduksi cinta agar tidak memuncak yang nantinya menjadi kecamuk bagi dirinya sendiri, seperti semasa di Malang dahulu.   

     Kedekatan terus dibangun oleh Alman, meskipun masih menyimpan kata cinta. Hal itu tidak membatasi kebahagiaan Alman ketika berdua bersama Juita. Kencan pertama memiliki kesan canggung yang dirasakannya dengan senyum tersipu malu memberanikan diri mengajak Juita berkeliling kota Majapahit. Diiringi gemerlap lampu kota selepas hujan rintik-rintik menjadikan wewangian hati ini dalam menyusuri jalan kota raya. Senyuman manis berpendar-pendar di sebilah kaca sepion sepada motor Alman menyebabkan rasa candu untuk segera memiliki Juita, tetapi Alman masih terikat oleh ketakutannya. Sekali lagi ia memangkas rasa cinta agar tidak memuncak dan memilih menyimpan perasaan itu.

     Juita wanita asal Kota Majapahit mencoba meredam rasa percaya diri Alman dalam menuai cintanya. Ia memberikan banyak opsi untuk menikmati malamnya Kota Majapahit, seperti pergi ke pasar malam, nonton film favorit, makan seblak, dan makan mie ekstra pedas. Alman hanya bisa tersenyum grogi sembari menimpali pilihan tersebut dengan kata,“bebas, Juita ingin pergi kemana?”. Juita memilih untuk makan mie ekstra pedas karena ia memang gemar makan mie.

     Sesi kencan di meja makan berdua ditemani gerimis lembut membawa Alman lebih mendalam menatap wanita cantik ini. Juita dengan kerudung berwarna mauve menambah khas kelembutan senyum manisnya, disertai bibir merah yang merekat semakin menggoda Alman untuk ingin bergegas membisikkan perasaannya di ambang bibir merah itu. Duduk berhadapan sembari bercerita kesana kemari, sesekali senyuman Juita direkam jelas dalam ingatan hati Alman, sebagai obat penawar rindu dikala jauh darinya.  

   Selama makan mie ekstra pedas, Juita menanyakan soal hubungan Alman dengan wanita sebelumnya. Alman hanya tertunduk sembari memakan hidangan di meja karena pertanyaan tersebut sudah dihempaskan oleh prosesi wisuda 2 tahun lalu di Malang. Topik pembicaraan yang di mulai oleh Alman sangatlah cupu, sebab selama berdua di atas meja ia hanya menanyakan kegiatan PPL Kampus. Sangat tidak romantis terkesanan tolol tidak semestinya membahas kegiatan formal, seharusnya Alman membahas mengenai Juita sebagai pelengkap hidupnya, atau membahas perasaannya terhadap Juita. Kedua kalinya Alman hanya menyimpan kata cinta untuk Juita.

     Denting waktu 21.00 WIB memaksa untuk menyudahai pertemuan indah ini. Juita harus kembali ke Rumahnya karena ia wanita manis dan baik tidak pantas keluar hingga larut malam, takut laki-laki lulusan geng atau suku semacam Alman meregas  manisnya wajah Juita. Sebelum mereka meninggalkan tempat makan mie, tukang parkir yang bertugas di Area tersebut. Ikut merasakan getaran relung hati Alman, sontak tukang tersebut berucap “Selamat Menempuh Hidup Baru..”. Mungkin semesta memberikan hidu cinta untuk orang lain sepanjang Alman dan Juita menjalin romansa di antara rasa canggung.

      Do’a dibalas dengan ucapan baik yakni “Amin..“ secara khusyuk Alman berucap ketika diatas sepeda motor bututnya, tetapi entah bagaimana respon Juita malam itu, mungkin malu, bosan, dan kurang menarik selama berdua dengan Alman. Entahlah tidak semestinya Alman menagih respon-respon manis karena Alman tidak berani jujur dengan rahasia yang ada di dalam lubuk hatinya. Terpenting cinta masih tersimpan rapi untuk Juita sebagai kenangan di masa remaja. Pulanglah mereka berdua, namun Juita mengajak mampir sejenak di Kedai Sop Buah untuk membeli sogokan bagi kedua orang tuanya. Hehehehehe… Mungkin karena ia dijemput oleh lelaki berprawakan lusuh seperti anjing sungkan dengan orang tuanya, begitupun Alman takut jika Juita terkena amukan kedua orang tuanya. 

Jombang, 20-3-2024.

*Penulis:
Wahyu Umattulloh AL*

Ikuti tulisan menarik Wahyu Umattulloh AL lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu