x

Laut Natuna Utara

Iklan

Dyah Sekar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 April 2024

Selasa, 9 April 2024 13:45 WIB

Navigasi Tegang antara Hak dan Kekuatan: Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Wilayah Indonesia

Konflik ini berpusat pada kedaulatan atas berbagai pulau, terumbu karang, dan perairan di LCS, yang merupakan koridor maritim strategis dan kaya akan sumber daya seperti minyak dan gas alam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konflik Laut China Selatan melibatkan dua atau lebih negara di kawasan perairan LCS dan memiliki klaim teritorial maritim tumpang tindih dikawasan tersebut. Pesaing utama termasuk China, Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei. Konflik ini berpusat pada kedaulatan atas berbagai pulau, terumbu karang, dan perairan di LCS, yang merupakan koridor maritim strategis dan kaya akan sumber daya seperti minyak dan gas alam.

Konflik ini berawal dari mulainya pengakuan kawasan perairan berdasarkan peta sejarah tradisional China yang biasa disebut “Nine Dash Line” atau Sembilan Garis Putus-putus yang akhirnya tumpang tindih dan menimbulkan keresahan bagi negara tetangga terhadap klaim-nya tersebut. Kondisi LCS hingga saat ini, masih dipegang klaim territorial oleh China. Dimana, China mengklaim sebagian besar LCS, termasuk wilayah dekat dengan pantai yang berbatasan langsung dengan negara lain. Hal ini menyebabkan permasalahan tumpang tindih klaim teritorial dengan Filipina, Vietnam, Brunei, Malaysia dan Taiwan.

Beberapa negara tetangga berspekulasi bawasannya China sengaja mengambil kawasan tersebut guna mengendalikan sumber daya alamnya yang strategis dan diyakini memiliki cadangan minyak dan gas alam dalam jumlah besar, sehingga menjadi faktor utama pemicu timbulnya perselisihan. Negara-negara lainnya telah ikut mengklaim beberapa pulau-pulau dan zona-zona seperti Kepulauan Spratly, yang kaya akan sumber daya dan sebagai tempat strategis penangkapan ikan. Untuk mengatasi perebutan wilayah dan ketegangan kawasan yang sporadis tersebut. Maka, China juga meningkatkan aktivitas militernya di wilayah perairan tersebut, membangun dan memperkuat pangkalan, melakukan manuver hingga mengadakan latihan angkatan laut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketegangan terkini terjadi pada 5 Maret 2024 lalu, insiden yang melibatkan China dan Filipina, termasuk serangan meriam air dari coast guard China dan konfrontasi di laut. Filipina telah menanggapinya dengan tindakan diplomatik terhadap peningkatan militer China (Al Jazeera, 2024). Perselisihan ini mempunyai implikasi yang signifikan terhadap hukum maritim internasional, keamanan regional, dan perekonomian global dan terus berkembang, dengan perkembangan diplomatik dan militer yang terjadi secara berkala.

Militerisasi China

Konflik ini telah sampai dimana China telah memperkuat pasukan militernya di kawasan tersebut. Militerisasi China di Laut China Selatan dinilai sebagai upaya China dalam memperkuat pasukan militer guna memperluas wilayah ekspansinya di LCS. Hal ini dapat dilihat dari adanya pergerakan China dari Kepulauan Paracel ke Kepulauan Spratly pada tahun 1988 menandai perluasan signifikan kekuasaan China di LCS. China juga telah membangun instalasi militer di berbagai pulau, meningkatkan kehadiran strategisnya dan menegaskan klaim teritorialnya. Disisi lain, militerisasi China di LCS telah berdampak signifikan terhadap stabilitas kawasan. Seperti, meningkatnya ketegangan melalui Reklamasi lahan dan militerisasi pulau-pulau yang dilakukan China terhadap negara-negara tetangga dan Amerika Serikat, yang dapat menyebabkan risiko konfrontasi militer yang lebih tinggi.

Militerisasi ini juga menimbulkan masalah perdagangan dan navigasi yang dapat membahayakan arus bebas perdagangan dan melemahkan stabilitas regional, karena LCS merupakan jalur maritim yang penting bagi perdagangan internasional. Tindakan China telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara, yang dapat melemahkan hukum internasional yang mengatur sengketa maritim dan mendorong penumpukan senjata hingga mengganggu stabilitas. Kehadiran pos-pos militer China juga telah menyebabkan dilema keamanan, di mana negara-negara pengklaim regional lainnya merasa harus melakukan militerisasi, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik dikawasan tersebut.

Disamping itu, konflik ini juga menimbulkan munculnya keterlibatan AS, dengan pernyataan keprihatinannya atas upaya China untuk memiliterisasi kawasan dan menyatakan bahwa hal tersebut mengancam stabilitas regional dan norma kebebasan navigasi global. AS telah mengkritik militerisasi China, dengan menyatakan bahwa hal tersebut melanggar norma-norma internasional dan janji Presiden Xi Jinping untuk tidak memiliterisasi wilayah tersebut. Angkatan Laut A.S. melakukan operasi kebebasan navigasi untuk menentang klaim maritim China yang berlebihan (AP News, 2018). Beberapa respons-respon dari negara-negara sekitar mencerminkan upaya berkelanjutan yang dilakukan oleh kekuatan regional dan global untuk menjaga stabilitas dan menegakkan hukum internasional dalam menghadapi militerisasi China di LCS.

Ancaman dan Kepentingan Indonesia

Kepentingan Indonesia dalam ketegangan Laut China Selatan terfokus pada keamanan dan kedaulatan wilayahnya, khususnya di sekitar Kepulauan Natuna yang terletak di tepi LCS. Meskipun Indonesia tidak terlalu vokal dibandingkan negara-negara penggugat lainnya dalam sengketa LCS. Tetapi Indonesia berupaya untuk dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan tidak berencana memusuhi China, dikarenakan memiliki hubungan ekonomi yang signifikan dengan China. Walaupun, pada tujuan akhir Indonesia bertekad untuk dapat melindungi kedaulatannya atas Kepulauan Natuna dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) perbatasan di sekitarnya, terutama dari serangan China.

<--more-->

Perairan di dekat Kepulauan Natuna kaya akan perikanan dan potensi cadangan minyak dan gas, yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Disamping itu, selain mencapai kepentingan nasional, Indonesia juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas regional, dengan berkepentingan terhadap perdamaian regional dan stabilitas Laut China Selatan secara keseluruhan, karena Laut China Selatan merupakan jalur maritim yang penting bagi perdagangan dan keamanan internasional. Indonesia juga menjunjung tinggi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) sebagai kerangka hukum untuk menyelesaikan sengketa maritim dan menjamin kebebasan navigasi. Aktivitas China baru-baru ini telah mendorong Indonesia untuk mengambil tindakan yang lebih kuat untuk melindungi kepentingannya di kawasan. Pendekatan yang dilakukan Indonesia adalah dengan fokus pada tindakan sepihak untuk memperkuat posisinya di sekitar Kepulauan Natuna, namun tidak memainkan peran diplomatik yang aktif dalam masalah LCS.

Mengacu pada situasi geopolitik yang kompleks di LCS, di mana terdapat klaim wilayah yang saling bertentangan antara negara-negara di kawasan tersebut, termasuk antara Indonesia dan China. Dengan LCS sebagai jalur maritim yang sangat penting dan salah satu kawasan yang dinilai strategis dan signifikan dalam perdagangan dan keamanan regional. Namun, karena sumber daya alamnya yang melimpah, seperti perikanan, minyak, dan gas alam, wilayah ini menjadi pusat persaingan. Sehingga, China sering bertentangan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain, termasuk Indonesia, terutama di wilayah Laut Natuna Utara. Konflik ini menimbulkan ketegangan navigasi karena potensi bentrokan kepentingan antara hak berdaulat negara-negara di kawasan dengan kekuatan militer yang dikerahkan, terutama oleh China. Ancaman ini tidak hanya berdampak pada kelangsungan wilayah Indonesia tetapi juga pada stabilitas dan keamanan regional. Beberapa ancaman konflik di LCS yang dapat mengancam kedaulatan Indonesia meliputi,

    • Timbulnya Klaim Wilayah, Dimana klaim China yang tumpang tindih atas wilayah LCS dianggap melanggar hukum wilayah perbatasan internasional, sehingga termasuk wilayah yang berdekatan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan dapat menimbulkan ketegangan dan potensi konflik territorial
    • Persaingan Sumber Daya, LCS yang kaya akan sumber daya alam menimbulkan konflik mengenai hak penangkapan ikan dan sumber daya energi yang dapat mengancam kepentingan ekonomi dan kedaulatan Indonesia.
    • Aktivitas Ilegal, Seperti pencurian ikan, perompakan, dan kegiatan ilegal lainnya oleh aktor-aktor non-negara atau negara lain di perairan yang berdekatan dengan Indonesia dapat mengganggu keamanan dan ekonomi maritim Indonesia.
    • Pembangunan Pulau Buatan, Dimana pembangunan pulau buatan dan pengerahan kekuatan militer serta paramiliter oleh China di kawasan LCS dapat meningkatkan ketegangan dan mengancam stabilitas regional.
    • Persaingan Geopolitik, Wilayah LCS memiliki nilai strategis yang signifikan dalam perdagangan dan keamanan regional dan telah berkembang dan dapat menjadi jalur maritim tersibuk. Kedaulatan dan kepentingan Indonesia dapat terancam oleh persaingan antara negara-negara Asia Tenggara dengan China yang semakin agresif dalam klaim dikawasan perairan tersebut.
    • Keamanan Maritim, Dengan meningkatnya aktivitas militer dan kehadiran angkatan laut asing dapat memicu konfrontasi di laut, maka dapat menimbulkan risiko terjadinya insiden yang tidak disengaja atau disengaja yang dapat meningkat menjadi konflik yang lebih luas. Seperti beberapa kasus terjadi dalam penyerangan Coast Guard China terhadap para nelayan negara tetangga.
    • Keamanan Nasional, Potensi konflik militer di LCS merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Indonesia dan memerlukan strategi pertahanan yang kuat.
    • Persepsi Masyarakat, Sebagian besar masyarakat Indonesia memandang aktivitas China di LCS sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, sehingga dapat mempengaruhi kebijakan nasional dan postur pertahanan negara.
    • Tantangan Hukum dan Diplomatik, Indonesia menghadapi tantangan dalam menegaskan hak-haknya dan menavigasi arena hukum dan diplomatik internasional yang rumit untuk melindungi kepentingannya di kawasan.

Melalui beberapa ancaman yang dapat mengancam kedaulatan Indonesia. Maka penting adanya strategi Indonesia dalam menghadapi permasalahan tersebut untuk dapat menjaga kedaulatan wilayah NKRI terutama Laut Natuna Utara. Hal ini dapat dikerahkan melalui kapasitas pertahanan maritim dengan membangun pertahanan maritim yang kuat, khususnya di Laut Natuna Utara, untuk mencegah agresi dan melindungi integritas wilayah. Strategi ini memerlukan keterlibatan Angkatan Laut, seperti beberapa kasus pada bulan Juni 2016, sebuah korvet Angkatan Laut Indonesia bertemu dengan kapal nelayan China dan kapal Penjaga Pantai di ZEE Indonesia dekat Kepulauan Natuna, untuk menegaskan kehadiran dan kedaulatan mereka. Kegiatan ini dinilai penting dan perlu dijadikan hal penting dalam penjagaan wilayah perairan di Natuna. Adapun meningkatkan postur militer dengan menanggapi kapal penangkap ikan China yang beroperasi di ZEE Indonesia. Walaupun, Indonesia telah meningkatkan status siaga tempur dan mengerahkan pesawat tempur F-16 dan kapal angkatan laut ke Kepulauan Natuna, tetapi diharapkan upaya ini terus dilaksanakan. Beberapa strategi pertahanan Indonesia dalam upaya mengatasi ancaman wilayah kedaulatan Indonesia dapat tercapai melalui menciptakan kapasitas pertahanan dan patroli angkatan laut yang kuat.

Dalam peningkatan kapasitas pertahanan, Indonesia juga dapat menerapkan ekonomi biru terhadap pulau-pulau perbatasan ataupun Masyarakat pesisir. Sehingga dapat menciptakan kehidupan yang muncul di wilayah perbatasan tersebut. Kehidupan masyarakat persisir yang produktif memiliki kemampuan untuk menghasilkan budidaya laut dan pengaturan ekosistem yang teratur, yang secara bertahap akan menghasilkan ekonomi maritim yang berkelanjutan. Karena aktivitas ekonomi yang meningkat di wilayah tersebut, kehidupan masyarakat persisir yang produktif juga akan menciptakan pertahanan laut yang kuat. Disisi lain, Indonesia harus mengupayakan koordinasi Asia Tenggara mengenai sengketa Laut China Selatan, mengundang para pejabat dari negara-negara tetangga untuk membahas tanggapan bersama terhadap ketegasan China, sehingga dapat membentuk kolaborasi pertahanan kawasan ASEAN dan stabilitas regional. Keterlibatan dalam upaya diplomasi dan proses hukum untuk menegaskan hak-hak Indonesia menjadikan bentuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Upaya diplomatik ini dinilai sangat penting mengingat Indonesia memiliki keterhubungan kerjasama ekonomi yang baik dengan China. Tindakan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk melindungi integritas wilayah dan kepentingan ekonominya dalam menghadapi tantangan regional. Strategi Indonesia dalam menghadapi ancaman ini meliputi penegakan hukum di perairan, pemeliharaan konservasi, kolaborasi dan diplomasi regional untuk navigasi yang damai

Ikuti tulisan menarik Dyah Sekar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB