x

Sumber gambar: SMA Dwiwarna

Iklan

Suko Waspodo

... an ordinary man ...
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 17 April 2024 07:55 WIB

Melampaui Larangan: Bagaimana Cara Guru Mengatasi Media Sosial di Sekolah?

Para pendidik berada dalam kondisi sulit dalam penerapan teknologi di kelas, terutama ponsel pintar dan media sosial. Mereka berada di bawah tekanan untuk menggunakan teknologi itu untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar. Juga berkomunikasi dengan orang tua siswa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengubah tantangan digital menjadi peluang pendidikan melalui pemberdayaan.

Poin-Poin Penting

  • Membatasi penggunaan perangkat di sekolah tidak menyelesaikan masalah yang lebih luas dalam mengajar anak-anak menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.
  • Melibatkan siswa dalam percakapan tentang media sosial mendorong pemikiran kritis dan perilaku online yang aman.
  • Aturan dan konsekuensi penggunaan perangkat yang dikembangkan secara kolaboratif dapat meningkatkan kepatuhan siswa.

Para pendidik berada dalam kondisi yang sulit dalam hal teknologi di kelas—terutama ponsel pintar dan media sosial. Mereka berada di bawah tekanan untuk menggunakan teknologi pendidikan agar tugas dan materi tersedia, berkomunikasi dengan orang tua, mendistribusikan informasi, membuat konten yang menarik bagi siswa, memberikan dukungan, dan memfasilitasi kegiatan belajar. Mereka juga dihadapkan pada tantangan teknologi ketika media sosial menyerang dan mengganggu ruang kelas. Tantangannya nyata, dan terdapat peningkatan permintaan akan pembatasan dan larangan dari guru, orang tua, dan pembuat kebijakan sebagai solusinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melarang perangkat mungkin tampak seperti pendekatan yang “mengutamakan keselamatan”, namun hal ini tidak mengatasi aktivitas digital dan sosialisasi di luar sekolah yang berasal dari dunia maya dan bermigrasi ke lingkungan sekolah. Tidaklah realistis untuk mengharapkan anak-anak melepaskan sumber utama hubungan sosial mereka. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan efikasi diri anak-anak lebih mungkin menghasilkan pengaturan diri dibandingkan larangan. Berikut beberapa tips dari para pendidik tentang cara mereka mendekati penggunaan ponsel cerdas dan media sosial di sekolah yang dapat memengaruhi cara anak-anak menggunakan teknologi saat mereka keluar dari kelas.

Kehidupan Seorang Anak Berada dalam Kontinum Digital

Tidak ada batasan ajaib yang memisahkan dunia fisik dari dunia digital. Dalam survei terbaru kami terhadap 90 pendidik sekolah menengah, 87% melaporkan bahwa aktivitas media sosial di luar sekolah berdampak pada apa yang terjadi di dalam kelas. Tema yang paling umum adalah perilaku online, seperti intimidasi, pembicaraan sampah, dan drama seputar “siapa yang masuk dan siapa yang keluar”, mengikuti anak-anak ke sekolah, sehingga menyebabkan perasaan sakit hati dan konflik.

Drama ini normal (dan diharapkan) untuk anak-anak dan remaja. Mulai dari sekolah menengah, anak-anak secara alami menjadi lebih fokus secara sosial sebagai bagian dari perkembangan yang sehat. Mereka mulai mengalami perubahan fisik, kognitif, sosial-emosional, dan psikologis. Perubahan ini disebut “perkembangan” karena suatu alasan. Hal ini terjadi seiring berjalannya waktu, tidak semuanya lancar sekaligus. Perubahan hormon dan perkembangan otak dapat menjadi jalan yang sulit bagi ketidakstabilan emosi dan reaktivitas ditambah dengan keinginan yang kuat untuk hubungan sosial dan inklusi jauh sebelum anak-anak mempelajari keterampilan mengatasi dan mengatur emosi untuk mengelolanya.

Para pendidik melihat hal ini di kelas setiap hari jauh sebelum media sosial muncul. Fokus yang berlebihan dalam menyalahkan perusahaan media sosial dan meminta mereka “bertanggung jawab” tidak mempersiapkan siswa untuk mengembangkan keterampilan mengelola perilaku digital. Hal ini juga tidak mempersiapkan guru dengan strategi untuk mendorong penggunaan yang sehat dan aman. Namun guru memiliki posisi unik untuk mengintegrasikan pembelajaran literasi digital dan kewarganegaraan ke dalam diskusi dan tugas yang paling mungkin relevan dan diinternalisasikan oleh siswanya.

5 Tips dari Garis Depan

  1. Bicarakan Tentang Itu

Berbicara jujur adalah strategi kunci bagi orang tua dan guru. Membicarakan media sosial dengan anak-anak mempunyai dua manfaat: 1) Meningkatkan kemungkinan mereka datang kepada Anda untuk menyampaikan masalah, dan 2) memungkinkan guru mengajukan pertanyaan yang mendorong pemikiran kritis.

Menyadari bahwa media sosial adalah bagian besar dari kehidupan siswa dapat membantu mereka memikirkan sisi positif dan negatifnya. Hal ini juga menjadi titik masuk untuk membicarakan tentang berbagi gambar orang lain tanpa izin dan cyberbullying.

Mengintegrasikan literasi digital yang relevan ke dalam proyek penelitian, seperti membuat video pendek tentang suatu topik, membuka pintu bagi permasalahan seperti bagaimana melakukan penelitian dan menemukan informasi yang salah. Mengintegrasikan tugas video membantu anak-anak menghubungkan antara misinformasi dalam melakukan penelitian dan apa yang mereka lihat di aplikasi seperti TikTok dan YouTube.

  1. Buat Aturan yang Jelas

Ruang kelas atau rumah Anda adalah tempat Anda menetapkan peraturan. Aturan yang jelas memberi tahu anak-anak kapan mereka boleh menggunakan perangkat dan kapan tidak. Namun, remaja berada pada tahap di mana mempertanyakan otoritas adalah hal yang normal, betapapun menjengkelkannya hal itu. Jadi, jika Anda membiarkan siswa berpartisipasi dalam mengembangkan peraturan dan hukuman atas pelanggaran, kemungkinan besar mereka akan mematuhinya.

Plagiarisme menjadi keluhan yang terus menerus dikeluhkan para pendidik mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Anehnya, banyak anak yang tidak mengetahui dasar-dasar plagiarisme, hak cipta, parafrase dan pengutipan, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, khususnya di era ChatGPT. Aturan tidak ada gunanya jika anak-anak tidak memahaminya.

  1. Libatkan Orang Tua

Setiap keluarga memiliki aturan berbeda mengenai penggunaan ponsel cerdas dan media sosial. Namun di sekolah, anak-anak harus menaati peraturan sekolah. Mengkomunikasikan kebijakan sekolah dan ruang kelas membantu orang tua mengetahui ekspektasi terhadap perilaku anak-anak mereka. Berhubungan dengan orang tua juga merupakan peluang untuk memberikan strategi keamanan digital dan kewarganegaraan yang dapat diterapkan oleh orang tua di rumah.

  1. Kenali Apa yang Bisa (dan Tidak Bisa) Dilakukan Media Sosial

Ada banyak cara media sosial dapat mendukung pendidikan bila digunakan dengan penuh pertimbangan. Saat pengajar mempelajari berbagai aplikasi, mereka dapat menjadi lebih kreatif dalam mengerjakan tugas, membuat pembelajaran terasa lebih relevan bagi siswa, dan memperkenalkan topik seperti privasi dan hak cipta.

  1. Jadilah Teladan yang Baik

Guru mempunyai kehidupan di luar kelas, yang mungkin termasuk penggunaan media sosial. Hampir setengah dari seluruh guru adalah generasi Milenial yang tumbuh dengan teknologi, sehingga penggunaan ponsel pintar dan media sosial mungkin terlihat biasa saja. Mengenali dan menetapkan batasan pribadi dan profesional sama pentingnya bagi pendidik dan siswa.

Bergerak ke Depan

Ada peningkatan kekhawatiran atas gangguan di ruang kelas dan meningkatnya laporan depresi dan kecemasan pada siswa. Meskipun banyak yang menunjuk ke media sosial, kondisinya jauh lebih rumit. Pandemi ini merupakan pengalaman traumatis dan para guru menggambarkan peningkatan masalah perilaku pasca-COVID. Terdapat beberapa kejahatan di sekolah pada tahun 2023, dan bergantung pada sekolahnya, seorang anak mungkin dihadapkan pada serangkaian tindakan keselamatan, seperti detektor logam, penyisiran narkoba dan senjata, kamera keamanan, dan latihan membela diri yang semuanya menunjukkan bahwa lingkungan sebenarnya tidak aman.

Meskipun ada bukti yang bertentangan mengenai dampak media sosial, penelitian menunjukkan bahwa pesan-pesan yang terus-menerus memfitnah media sosial telah meyakinkan orang-orang bahwa media sosial berdampak buruk bagi mereka. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa pesan terus-menerus tentang bahayanya media sosial dan pola pikir negatif mungkin berdampak lebih besar pada kesehatan mental dibandingkan penggunaannya, sehingga menimbulkan perasaan malu dan defensif.

Kita tahu bahwa anak-anak tumbuh di dunia digital. Media sosial akan tetap menjadi bagian dari kehidupan mereka. Kita dapat berpura-pura bahwa pelarangan telepon seluler atau perusahaan media sosial akan membantu, namun kedua solusi tersebut membuat anak-anak kita tidak memiliki keterampilan untuk membuat penilaian yang sehat dan bertanggung jawab mengenai apa yang mereka lihat dan lakukan saat online. Pendidik berada pada posisi yang sangat penting. Mereka dapat membantu siswa menjelajahi lingkungan online dengan aman dan memberikan literasi digital yang sangat dibutuhkan untuk menjadi siswa dan warga negara yang lebih baik.

***

Solo, Selasa, 16 April 2024. 6:46 pm

Suko Waspodo

Ikuti tulisan menarik Suko Waspodo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB