x

Gambar oleh jodeng dari Pixabay

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Jumat, 10 Mei 2024 18:50 WIB

Menghitung Potensi Kerugian Negara Akibat Kebijakan Pemerintah Impor Aspal

im Khusus Swasembada Aspal selain mampu menghitung potensi besarnya kerugian negara akibat kebijakan impor aspal, juga menghitung potensi keuntungan dari kebijakan swasembada aspal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia untuk pertama kali mengimpor aspal sekitar tahun 1980an. Bila dihitung sampai sekarang, 2024, maka Indonesia sudah 40 tahun lebih impor aspal. Apa yang sudah pemerintah upayakan selama 40 tahun itu untuk memanfaatkan aspal Buton guna mensubstitusi aspal impor tersebut? Mungkin sudah banyak sekali. Tetapi mirisnya, sampai hari ini, Indonesia masih impor aspal terus. Dan tak tanggung-tanggung. Jumlah aspal yang diimpor tiap tahunnya bertambah terus.

Indonesia mengimpor aspal sebesar 1,5 juta-2 juta ton per tahun, atau senilai kurang lebih Rp 20 triliun. Sampai kapan Indonesia akan impor aspal terus. Mengapa potensi aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, tidak mau diberdayakan? Apakah apabila aspal Buton diolah menjadi aspal Buton ekstraksi yang kualitasnya setara dengan aspal impor harganya akan lebih mahal daripada aspal impor, sehingga tidak ekonomis untuk diproduksi?.

Mungkin kita perlu menghitung berapa sejatinya besar potensi kerugian negara akibat kebijakan impor aspal ini, agar pemerintah merasa tertantang, dan mulai mampu memahami, bahwa kerugian negara ini tidak sedikit. Dan tidak bisa dibiarkan terus menerus begini, tanpa adanya upaya-upaya cerdas untuk mau mencegah dan memperbaikinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengutip berita dari m.industry.co.id tanggal 15 Juni 2020, dengan judul “Deposit Aspal Buton Melimpah, Pertamina Lakukan Riset untuk Kurangi Impor”, tahun ini Research Technology Center (RTC) sedang melakukan studi kelayakan pembangunan pabrik ekstraksi aspal Buton. Aspal Buton sendiri memiliki potensi mencapai 1,2 juta ton per tahun.

Selain itu, dengan cara ekstraksi ini akan mendapatkan produk dengan harga Rp 5.500 per kilogram produk aspal Buton yang lebih murah dari harga aspal minyak sekitar Rp 7.000 per kilogram aspal oil.

Informasi yang sangat penting mengenai harga aspal Buton ekstraksi yang lebih murah daripada harga aspal impor ini seharusnya menjadi perhatian yang besar dari Pertamina dan Pemerintah. Tetapi entah mengapa, informasi yang sangat penting ini tidak ada tindak lanjutnya, dan telah luput dari perhatian pemerintah. Studi kelayakan pembangunan pabrik ekstraksi aspal Buton ini adalah hasil penelitian yang bukan kaleng-kalengan, karena telah dilakukan oleh instansi ternama dan terpercaya seperti Research Technology Center (RTC) Pertamina. Anehnya informasi yang bagus ini, dan sudah dipublikasikan secara umum, tetapi mirisnya tidak ada realisasinya.

Seandainya saja hasil dari studi kelayakan pembangunan pabrik ekstraksi aspal Buton ini jadi diwujudkan pada tahun 2020, maka diasumsikan pabrik ekstraksi aspal Buton ini sudah mulai dapat berproduksi pada awal tahun 2023. Diasumsikan juga bahwa kapasitas produksi pabrik ekstraksi aspal Buton ini adalah sebesar 250.000 ton per tahun. Dengan menggunakan asumsi harga aspal Buton ekstraksi adalah Rp 5.500 per kilogram, atau Rp 5.500.000 per ton, sesuai data dari studi kelayakan RTC Pertamina. Kemudian dengan asumsi akan ada biaya-biaya lain-lain untuk keuntungan, overhead, biaya logistik, dan lain-lain, sebesar 30%, maka harga aspal Buton ekstraksi sudah bisa dijual di pasar dengan harga Rp 7.150.000 per ton.

Dengan asumsi harga aspal impor pada tahun 2023 adalah sebesar Rp 14.000 per kilogram, atau Rp 14.000.000 per ton, maka jumlah penghematan devisa negara pada tahun 2023 adalah sebesar: (Rp 14.000.000 – Rp 7.150.000) X 250.000 ton = Rp 1,7 triliun. Penghematan devisa negara sebesar Rp 1,7 triliun per tahun ini adalah untuk jumlah aspal Buton ekstraksi yang diproduksi sebesar 250.000 ton per tahun.     

Dengan asumsi Indonesia sudah akan mampu berswasembada aspal pada tahun 2035 dengan memproduksi aspal Buton ekstraksi sebesar 5 juta ton per tahun, dimana harga aspal Buton ekstraksi adalah sebesar Rp 8.000.000 per ton. Dan harga aspal impor pada saat itu diperkirakan sebesar Rp 12.000.000 per ton, maka jumlah penghematan devisa negara pada tahun 2035 adalah sebesar: (Rp 12.000.000 – Rp 8.000.000) X 5.000.000 = Rp 20 triliun per tahun.    

Hitung-hitungan ini hanya merupakan sebuah ilusi atau ilustrasi saja bahwa sejatinya ada potensi kerugian negara yang sangat besar akibat dari kebijakan pemerintah impor aspal. Berapa besar nominal kerugian negara yang sesungguhnya harus dihitung oleh para ahlinya yang berwenang. Mungkin data-data dari hasil studi kelayakan RTC Pertamina dapat dijadikan acuan awal untuk memperkirakan berapa besar potensi dari kerugian negara akibat kebijakan impor aspal ini.

Dengan terpilihnya pak Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke-8 periode 2024-2029, mungkin masukan ini sedikit banyak akan ada manfaatnya untuk ditindaklanjuti dan dikembangkan. Khususnya dalam pemilihan calon-calon Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri Investasi, dan Menteri Bappenas.

Diharapkan untuk menentukan siapa-siapa calon Menteri yang paling tepat untuk menduduki posisi jabatan strategis dari kementerian-kementerian yang disebutkan di atas, pak Prabowo sebaiknya wajib melakukan “Fit and Proper Test” dengan menanyakan kepada calon-calon Menteri tersebut, sebagai berikut:     

  1. Apa yang akan Anda lakukan untuk aspal Buton, apabila Anda terpilih sebagai Menteri?
  2. Apakah Anda memiliki misi dan visi untuk Indonesia berswasembada aspal ? Apabila iya, kapan Anda akan wujudkan?
  3. Apakah Anda yakin aspal Buton akan mampu mensubstitusi aspal impor?
  4. Apakah Anda bersedia menandatangni “Kontrak Politik” untuk mulai mewujudkan gagasan Indonesia mampu berswasembada aspal di dalam 5 tahun masa jabatan Anda?
  5. Apa pendapat Anda mengapa Indonesia sudah 78 tahun merdeka. Dan sudah 7 kali berganti presiden, tetapi Indonesia masih belum mampu berswasembada aspal?

Mungkin 5 pertanyaan “Fit and Proper Test” ini sudah cukup untuk menyaring dan menyeleksi calon-calon Menteri untuk Kabinet Indonesia Emas. Apabila tidak ada satupun dari calon-calon menteri tersebut yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan benar dan memuaskan, maka mungkin pak Prabowo perlu membentuk sebuah Tim Khusus Swasembada Aspal untuk mewujudkan gagasan swasembada aspal yang akan berada langsung di bawah arahan, koordinasi, dan organisasi Presiden RI.

Diharapkan Tim Khusus Swasembada Aspal ini selain akan mampu menghitung potensi besarnya kerugian negara akibat kebijakan impor aspal, Tim Khusus ini akan mampu juga untuk menghitung berapa besar potensi keuntungan dari adanya kebijakan Indonesia mampu berswasembada aspal. Dan kalau dihitung-hitung lagi, keuntungan dari kebijakan swasembada aspal ini lumayan untuk menambah budget biaya kebijakan makan siang gratis.

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu

Terpopuler

Penumbra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu