Bayangan Suram versus Optimisme Pertumbuhan Ekonomi 8% ala Prabowo

Selasa, 21 Mei 2024 17:41 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyaknya indikator kinerja ekonomi yang terkapar menjadi alasan mempertanyakan paltform ekonomi Prabowo-Gibran. Tidak mudah membuat membuat klaim yang justru menimbulkan blunder politik. Tapi pagu ekonomi progresif wajib dipertimbangkan. Bagaimana juga ketersediaan infrastruktur ekonomi yang masih minim?

Berbagai isu ekonomi yang sedang menjadi sorotan tajam oleh masyarakat Indonesia dan juga lembaga terkait. Anjloknya ekonomi dan juga rusaknya ekosistem ekonomi menjadi alasan terjadinya keterpurukan ekonomi secara komprehensif. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang saatnya jatuh miskin dan terjebak dalam kubangan hutang dan juga pendapatannya menurun bahkan hilang. 

Perbandingan kemampuan daya beli lapisan masyarakat menimbulkan banyak spekulatif yang nakal bagi pihak yang berguna dan kritis terhadap rezim. Suramnya daya beli semakin luas dan membuat suram masa depan perekonomian nasional. Dikatakan bilamana ekonomi Indonesia sedang menyimpan potensi krisis yang ekstrim. Kekuatan daya beli sebagai sumber ketahanan ekonomi hanya terjadi pada tingkat pendapat tinggi alias orang kaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dikutip dari Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berasumsi, sebetulnya daya beli masyarakat khususnya kelas atas masih cukup baik, tercermin dari saldo mereka yang tinggi. Sementara itu, untuk kelas menengah dan bawah, David menilai trennya juga searah meski ada sedikit penurunan untuk kelas menengah.

Menjadi kenyataan jika kehadiran masyarakat menengah sangat dibutuhkan sebagai pemicu utama indeks konsumsi masyarakat. Kenyataannya jika hampir semua pendapat dari golongan menengah ini dikonsumsi alias dibelanjakan untuk segala kebutuhan kebutuhan rumah tangga primer dan sekunder bahkan sudah mencapai konsumsi kebutuhan tersier. 

Sebenarnya dari sisi kemampuan daya beli yang relatif tinggi. Bahkan kalau dilihat dari rasio saldo/belanja untuk masyarakat atas cenderung tinggi sekali. Sudah hampir sama dengan posisi pandemi ketika banyak masyarakat menahan pengeluaran,” kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/3/2024).

Untuk melihat apakah perekonomian sedang berjalan baik atau pincang bisa dilihat dari konsumsi masyarakat terutama di sektor industri otomotif. Salah satu indikator dari anjloknya ekonomi terekam dalam catatan penjual mobil baru. Segmen yang tumbuh sebagai pendongkrak kinerja penjualan mobil yakni segmentasi masyarakat menengah. Saat segmen ini berpotensi hilang atau menyusul, akibatnya penjual mobil terjungkal paling dalam dalam catatan penjualan mobil 15 bulan terakhir.

Dikutip dari berbagai sumber, penjualan mobil anjlok 34,9 persen pada bulan April dibandingkan Maret. Selama empat bulan berjalan tahun ini, April menjadi sisi paling gelap yang justru datang saat penjualan sedang bagus-bagusnya tahun ini.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan distribusi dari pabrik ke dealer (grosir) hanya menembus 48.637 unit pada bulan April. Sedangkan Maret mencapai 74.724 unit yang merupakan titik tertinggi sepanjang tahun ini.

Apa yang dikatakan oleh pemerintah jika terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah tahun 2024 menimbulkan spekulasi negatif. Mengingat kondisi lapangan yang sangat ekstrim sebagai bagian gambaran jika ekonomi Indonesia saatnya lagi ditekankan secara ekstrim.

Selayaknya hasil pertumbuhan ekonomi awal tahun ini menjadi kabar gembira, faktanya terjadi anomali di banyak sektor ekonomi. Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan dalam laporan itu, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 mencapai 5,11%. Konsumsi yang meningkat signifikan adalah belanja pemerintah dan belanja Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT).

“Belanja ini berkaitan dengan Pemilu dan sosial triwulan I... Ini yang mendorong ekonomi kita sampai 5,11%,” kata Heri dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Selasa, (7/5/2024).

Kabar buruk terbaru mencatat jika disektor manufaktur, konstruksi dan properti sedang terjadi peristiwa tragis dan memilukan . Tiga sektor ini menjadi ikon pergerakan ekonomi yang masif dan produksi sebagai salah satu penolong pertumbuhan ekonomi.

Sektor bisnis ketiga ini meliputi ekosistem keuangan global dan domestik serta melibatkan sektor ketenagakerjaan dengan jumlah yang spektakuler. Setidaknya jika 3 sektor bisnis ini tumbuh mampu mematikan penganggur dan mewujudkan stimulasi pertumbuhan ekonomi secara agregat dan berkelanjutan.

Hanya gambar tersebut hanyalah mimpi disiang bolong. Saat perekonomian ini sedang melambatnya sektor konstruksi dan real estate. Dipicu oleh suku bunga yang masih tinggi diperkirakan masih akan menghambat sektor real estate dan konstruksi yang menjadi tulang punggung industri semen.

Seperti diketahui jika dalam lima tahun terakhir, sektor konstruksi hanya tumbuh 2,45% sementara real estate di angka 2,8%. Pertumbuhan yang melambat artinya ada penurunan permintaan.

Menjadi catatan penting jika industri semen sedang terkapar. Industri semen beberapa tahun ini masih menghadapi situasi oversize supply di tengah persoalan lesunya permintaan. Pasokan berlebih ini bisa mencapai 55 juta ton per tahun.

Kemampuan produksi industri semen nasional jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan semen dalam negeri. Kapasitas industri semen nasional mencapai 120 juta ton/tahun sedangkan kebutuhan semen hanya sebesar 67 juta ton pada tahun 2023 sehingga industri semen hanya beroperasi pada tingkat utilisasi rata-rata sebesar 58%.

Penumpukan semen di gudang-gudang produksi ini berimplikasi pada kondisi semen. Salah satu petinggi produsen semen mengakui sempat mengalami kondisi semen membatu karena terlalu lama di gudang penyimpanan.

Pertumbuhan semen lebih didominasi faktor musiman yakni pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Penjualan semen di Kalimantan Timur tumbuh 55,0% pada tahun 2023 karena pembangunan IKN.

Melihat pencapaian ekonomi saat ini perlu dipertanyakan janji Presiden terpilih Prabowo Subianto yang terkait optimisme mematok ekonomi sangat agresif. Prabowo Subianto mempunyai Nyali untuk mempunyai target besar membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8% dalam 2-3 tahun ke depan. Dalih pembenaran adalah program pertumbuhan dan pergerakan ekonomi terutama, melainkan di sektor pangan dan energi.

“Hilirisasi membutuhkan waktu beberapa tahun. Yang menjadi motor pertumbuhan pada tahun pertama adalah konsentrasi kita pada pertanian, produksi pangan, distribusi pangan, dan energi,” kata Prabowo, dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (21/5/2024).

Mimpi mewujudkan ekonomi tumbuh 8 %  harus diimbangi oleh berbagai catatan kritis berkaitan ambruknya pelaku induk ekonomi di sektor industri tekstil.  Banyak pabrik tekstil harus tutup dan membuat lonjakan PKH massal terjadi dimana-mana. Menurut catatan CNBC Indonesia, dalam kurun waktu setahun terakhir (2023-2024), sudah ada 8 pabrik 'raksasa' yang tutup di Jabar.

Diberitakan sebelum, Pabrik Bata yang akhirnya tutup dan melakukan PHK massal terhadap 233 pekerjanya, publik juga gempar karena tutupnya pabrik ban PT Hung-A Indonesia yang beroperasi di Cikarang, Jawa Barat, PT Hung-A Indonesia tutup pada awal Februari 2024 yang menyebabkan seluruh karyawan yang berjumlah sekitar 1.500 orang diberhentikan sejak 16 Januari 2024.

Jadi, jika saat ini saja banyak pabrik semen stoknya sudah menjadi batu, penjualan mobil baru menurun deras, PHK massal terjadi, apakah optimisme pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen bakal bisa diraih oleh Prabowo Subianto?

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler