Ketika Pengangguran Meledak Ke Angka 9,9 Juta Orang, Siapa yang Berani Bertanggung Jawab?

Rabu, 22 Mei 2024 09:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ambruknya koordinasi antar kelembagaan menyebabkan terjadinya kegagalan ekspetasi dan prediksi. Data terbaru BPS mencatat ada 9,9 juta anak muda Indonesia atau Gen Z yang tidak bekerja. Kondisi postur ekonomi keseluruhan bangsa ini memang sedang runyam dan ambyaar.

Kondisi yang sangat ironi ditengah kebanggaan tersendiri bagi pemerintah sudah terburu-buru gemborkan keberhasilannya menaikkan pertumbuhan ekonomi. Namum demikian, fakta dilapangan menyingkap kebobrokan pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja dan juga instrumen pencapaiannya.

Jika elite partai dan juga paslon capres-cawapres terpilih sedang sibuk bagi-bagi kekuasaan, ketika itu juga bangsa ini sedang dipertontonkan sebuah petaka sosial berupa pengangguran Gen Z. Representasi anak muda yang sedang produktif ini harusnya menjadi kontributor positif bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun demikian anak muda justru menjadi beban dan juga parasit pertumbuhan ekonomi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seharusnya bonus demokrasi ini adalah fase paling produktif untuk melompat visi besar Indonesia emas di tahun 2035. Problematika penganggur Gen Z ini harus menjadi sorotan tajam dan catatan kritis bagi Gibran Rakabuming Raka sebagai representasi dari golongan muda. Gibran Rakabuming Raka disuguhi oleh tantangan besar untuk periode kepemimpinannya.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan bonus demografi Indonesia akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 2025. Bonus demografi adalah keadaan saat jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja berusia 15-64 tahun lebih besar dibandingkan usia nonproduktif, 0-14 tahun dan di atas 64 tahun.

Pengangguran Meledak 

Keprihatinan besar terjadinya ledakan pengganguran di kelompok Gen Z ini ditanggapi sangat serius oleh Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo. Bagaiman mungkin besaran pengangguran di usia produksi itu terjadi dan menjadi ledakan sosial yang tidak terkontrol dan terkendali. Boleh dikatakan jika mitigasi antara kelembagaan terkait gagal total.

Guru besar Sosiologi tersebut mempertanyakan konsep link and match yang diterapkan pemerintah guna menjembatani pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Pertanyaan tersebut menjadi tamparan pedas bagi kementrian terkait.

Ambruknya koordinasi antar kelembagaan terkait akhirnya memberikan informasi baru jika terjadi kegagalan ekspetasi dan prediksi. Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 9,9 juta anak muda Indonesia berusia 15 hingga 24 tahun atau Gen Z yang tidak bekerja atau bahkan mendapatkan pelatihan. Ini fakta jika kondisi postur ekonomi keseluruhan bangsa ini sedang runyam dan ambyaar. 

Gagal Sistemik 

Sangat ironi sekali jika kegagalan produktifitas Gen Z lebih banyak terjadi secara sistemik dan serentak. Penulis melihat apa yang ditemukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi penemuan paling konyol dan tragis. BPS melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education.

BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak diberdayakan.

Kemudian, menurut BPS, ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.

Keterpurukan Gen Z dipicu oleh ketiadaan ketrampilan yang memadai dan juga minimnya keterikatan kebutuhan industri dan produk pendidikan yang ada. Output dunia pendidikan diperburuk oleh siklus ketrampilan lanjutan yang minimalis. 

Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional. Angka yang sangat fantastis dan bisa menjadi madu atau racun bagi keseluruhan ekonomi nasional.

Bukan hanya menjadi beban struktur dalam pembangunan ekonomi, tambahan resiko paling buruk bilamana Gen Z yang tidak bekerja tidak akan menyumbang konsumsi domestik. Merek gagal mendapatkan pendapatan yang digunakan belanja konsumsi barang dan jasa. Perlu diingat sumber dari pertumbuhan ekonomi sekitar 53% ekonomi Indonesia disumbang oleh konsumsi masyarakat.

Masalah pentingnya konsumsi masyarakat dipertegas oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Ia tegas mengatakan pentingnya peranan masyarakat dalam dunia kerja. Jika masyarakat produktif dapat membantu meningkatkan ketahanan daya beli.

"Karena itu kita menginginkan suruh elemen masyarakat bisa aktif di dalam dunia kerja, sehingga bisa menghasilkan pendapatan, terus juga bisa menghasilkan penerimaan buat kesejahteraan dia sendiri," kata Suahasil di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (17/5/2024).

Ilusi Indonesia Emas 

Angka fantastis jika hampir 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tidak memiliki kegiatan. Banyaknya generasi muda yang menganggur menjadi tantangan bahkan bisa berujung beban bagi era pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan menjadi pemimpin Indonesia 2024-2029.

Dikatakan jika dalam program kerja Asta Cita-3, Prabowo-Gibran berkeinginan untuk meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur. Kondisi ini bisa berdampak besar terhadap target pertumbuhan ekonomi Prabowo-Gibran sebesar 7-8% bisa terwujud.

Janji Prabowo-Gibran akan mendorong perusahaan untuk menempatkan angkatan kerja berusia 18-24 tahun sebagai karyawan tetap melalui subsidi premi asuransi untuk pekerja selama 12 bulan.

Banyaknya Gen Z dan generasi muda yang menganggur ataupun tidak sekolah dalam jangka panjang bisa mengancam mimpi Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Pada tahun tersebut, warga Indonesia diharapkan sudah memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar US$ 30.300. Jumlah tersebut enam kali lipat dari saat ini yang berkisar di US$ 4.917. Untuk mencapai angka angka di atas dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 7.3% setiap tahun selama 25 tahun. Sedangkan terakhir cek angka pertumbuhan hanya 5,11%.

Pencapaian yang konkrit menuju PDB per kapita di atas dibutuhkan kerja keras dan harus ditopang oleh struktur tenaga kerja yang produktif dan dibekali kemampuan yang mencukupi. Gen Z bagian tumpuan bukan justru beban.

Siapa Yang Bertanggung Jawab 

Catatan terakhir secara keseluruhan ekonomi makro nasional sedang tidak baik-baik saja. Menjadi sorotan tajam ketika Prabowo-Gibran tidak lolos melakukan transisi pemerintah dari Jokowi ke pemerintah barunya. 

Jokowi sudah dapat menggeret pertumbuhan di angka 5,11 pada awal tahunan 2024. Sementara Jokowi sendiri akan habis masa jabatannya di Bulan Oktober 2024. Gagalnya keberlanjutan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berdampak pada performa Pemerintah Baru. 

Mengingat kembali, setiap tahun, angkatan kerja baru yang masuk pasar 3 juta orang. Patologi sosial pengangguran butuh asupan nutrisi dan gizinya adalah Indonesia memerlukan level pertumbuhan ekonomi tertentu agar bisa menyerap angkatan kerja baru 3 juta orang tersebut. Jadi sudah ketahuan kan jika Gen Z saja yang nganggur capai 9,9 juta, berapa angka yang harus dicapai menuntaskan penganggur tesebut.

Melalui Mentri Keuangan, Sri Mulyani kembali menegaskan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang konsisten. Ia mengakui pertumbuhan ekonomi yang terus menerus bergerak di kisaran 5% tak akan mampu merealisasikan Indonesia sebagai negara maju, sesuai Visi Indonesia Emas 2045.

Menurutnya, untuk mencapai visi itu, pertumbuhan ekonomi harus mampu bergerak di kisaran 6% sampai dengan 8% per tahun. Hal ini ia sampaikan saat membacakan rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kompleksitas masalah bangsa Indonesia ini menjadi tantangan tersendiri yang bisa dicapai oleh pemerintah baru nantinya. Untuk kasus pengangguran Gen Z ini Manjadi sepenuhnya tanggung jawab Pemerintah Baru. Kabinet Prabowo -Gibran wajib menjaga dan sekaligus menaikkan pertumbuhan ekonomi secara agregat. Kunci pengagum Gen Z hanya bisa dieksekusi dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi.

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler