Proses menjadi dan menyandang prediket manusia

Alasan Mengapa Kita Yakin Cara Pandang Kita terhadap Dunia Paling Benar, Selain karena Goblog!

Senin, 14 Oktober 2024 06:38 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pemindaian Otak
Iklan

Otak kita bekerja dengan cara memilih dan membuang informasi. Proses otak kita dalam memahami dunia ini seperti cara kerja sebuah rezim otoriter.

Pernahkah kamu merasa yakin bahwa cara memandangmu tentang seseorang, situasi, atau politik itu benar, dan orang lain yang melihatnya dengan cara yang berbeda pasti salah? Jika ya, kamu tidak sendirian. Banyak dari kita sering kali berpikir seperti itu. Namun, apakah keyakinan ini selalu benar? Ternyata, ada alasan ilmiah di balik tren ini, yang melibatkan cara kerja otak kita.

Menurut penelitian Matthew Lieberman, seorang profesor psikologi dari UCLA, alasan dibalik itu penjelasannya terletak pada bagian otak yang disebut  "korteks gestalt."  Bagian ini berperan penting dalam membantu kita memahami informasi yang tidak lengkap atau ambigu, sambil mengabaikan pandangan alternatif.

Kita sering kali percaya bahwa cara kita memahami dunia adalah kebenaran yang objektif. Padahal, sebenarnya itu hanyalah cara kita menafsirkan suatu informasi. Fenomena ini disebut “realisme naif.” Ini adalah keyakinan bahwa apa yang kita lihat dan rasakan adalah kenyataan sebenarnya, bukan sekedar persepsi kita. Realisme naif ini membuat kita berpikir bahwa orang yang tidak sependapat dengan kita adalah orang yang salah informasi, malas, atau bahkan bias.

Menurut Lieberman,  korteks gestalt  inilah yang membantu kita membangun pemahaman tentang dunia di sekitar kita, namun pada saat yang sama, ia juga mengabaikan pandangan lain yang tidak sesuai dengan kesimpulan kita. Ketika kita merasa "paling benar", sebenarnya otak kita sedang bekerja dengan cara yang efisien, tetapi mungkin tidak sepenuhnya akurat. Otak kita memilih interpretasi yang tampak paling mudah dan langsung, lalu mengabaikan interpretasi lain yang bisa saja sama validnya.

Masalahnya, keyakinan ini bisa menjadi sumber konflik dan ketidakpercayaan antara individu atau kelompok. Ketika orang lain melihat dunia dengan cara yang berbeda, kita cenderung merasa terancam. Ini bukan hanya soal perbedaan pendapat, tapi lebih dalam dari itu—seolah-olah pandangan mereka yang berbeda membuat kita meremehkan pemahaman kita sendiri tentang kenyataan. Ini sering memicu respons emosional, seperti kemarahan atau kualitas buruk terhadap orang yang tidak sependapat.

Otak Kita Layaknya "Rezim Otoriter"

Lieberman menggambarkan bahwa proses otak kita dalam memahami dunia ini seperti cara kerja sebuah rezim otoriter. Pada awalnya, otak kita mungkin membuka diri untuk berbagai pandangan, tetapi akhirnya, otak memilih satu interpretasi yang dianggap paling masuk akal dan mematikan semua alternatif lainnya. Dalam hal ini,  korteks gestalt  berperan besar. Ia memungkinkan kita memilih satu versi kenyataan dan membuang yang lain, seolah-olah otak kita mengatur "rezim berpikir" di mana hanya ada satu pandangan yang berkuasa.

Di sisi lain, mekanisme otak secara asasi cenderung nyaman ketika kita berinteraksi dengan Orang yang Sepemahaman. Hal demikian menurut penelitian Lieberman sebelumnya bahwa ketika orang-orang setuju dalam pandangan mereka—misalnya, dalam hal politik—aktivitas otak di  korteks gestalt  mereka tampak lebih mirip. Inilah alasannya mengapa kita merasa lebih nyaman dan terhubung dengan orang yang sependapat dengan kita. Sebaliknya, ketika kita bertemu dengan orang-orang yang berbeda pendapat, aktivitas otak kita menunjukkan perbedaan yang signifikan, yang bisa menjelaskan mengapa kita merasa tidak nyaman atau bahkan terganggu.
 
Apa yang bisa kita pelajari?
 
Penelitian Lieberman ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana otak kita bekerja. Sering kali, kita merasa yakin bahwa kita melihat dunia sebagaimana adanya, bukan sebagai interpretasi yang dibentuk oleh otak kita. Namun kenyataannya, otak kita bekerja dengan cara memilih dan membuang informasi untuk membuat pemahaman yang sederhana dan koheren. Ini penting untuk diingat, terutama ketika kita menghadapi perbedaan pendapat atau konflik.

Dengan menyadari bahwa pemahaman kita tidak selalu mencerminkan kebenaran tujuan, kita bisa lebih terbuka terhadap pandangan orang lain dan mengurangi konflik yang tidak perlu. Kita bisa mulai melihat perbedaan pendapat bukan sebagai ancaman, namun sebagai peluang untuk memperluas pemahaman kita tentang dunia.

Jadi, kali lain ketika kamu merasa bahwa caramu melihat sesuatu adalah yang paling benar, pertengkaran bahwa otakmu sedang bekerja keras di balik layar, memilih dan menyaring informasi. Dan mungkin, hanya mungkin, ada cara lain untuk melihat hal yang sama yang juga sama sebenarnya.
 
Apa yang bisa kita lakukan? serupa di awal, kondisi merasa yakin bahwa cara memandang kita dunia itu benar, dan menyalahkan pandangan orang lain yang melihat dunia dengan cara berbeda, adalah salah satu bentuk "realisme naif". fatalnya, ketika realisme naif ini terbudidaya, akan banyak menimbulkan efek negatif. Kita akan terkurung dalam goa yang kita bangun sendiri; menganggap kenyataan palsu (salah) sebagai kenyataan asli seperti dalam "Alegori Goa Platon". 
 
Efek realisme naif bisa menghambat kemampuan untuk belajar hal baru. Ketika seseorang yakin bahwa mereka sudah memiliki pemahaman yang benar, mereka cenderung menutup diri dari informasi atau perspektif lain. Ini membatasi kemampuan mereka untuk melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang, sehingga menghalangi pertumbuhan pribadi dan intelektual.
 
Untuk itu ada baiknya kita memikirkan strategi dan meretas otak kita agar bisa terlepas dari realisme naif, dengan cara berikut. 
 
1. Sadari Bahwa Pandangan Kita Tidak Selalu Objektif
 
Langkah pertama adalah mengakui bahwa cara kita melihat dunia tidak sepenuhnya objektif. Setiap orang memiliki bias dan cara berpikir yang dipengaruhi oleh pengalaman, budaya, dan lingkungan masing-masing. Dengan menyadari bahwa pandangan kita hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan interpretasi, kita bisa lebih terbuka terhadap sudut pandang yang berbeda.

2. Latih Diri untuk Mendengarkan Lebih Dalam

Dalam percakapan atau diskusi, cobalah mendengarkan dengan benar-benar, bukan hanya menunggu giliran untuk berbicara. Berlatih mendengarkan aktif dengan memerhatikan apa yang dikatakan orang lain, serta mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih dalam. Mendengarkan dengan empati memungkinkan kita memahami sudut pandang orang lain dan mengurangi kecenderungan untuk menilai mereka secara langsung.

3. Kenali dan Tanyakan Bias Pribadi

Sadari bahwa kita semua memiliki bias, baik yang kita sadari maupun yang tidak. Misalnya, kita mungkin cenderung menyukai atau mempercayai informasi yang sejalan dengan keyakinan kita, yang dikenal sebagai “bias konfirmasi.” Ketika kita merasakan kecenderungan untuk mengabaikan pandangan lain, coba tanyakan pada diri sendiri: Apakah saya cenderung mengabaikan informasi ini karena tidak sejalan dengan keyakinanku? Apakah ada bias pribadi yang mempengaruhi pandanganku?

4. Memahami Pandangan dari Sudut Lain

Ketika menghadapi pandangan yang berbeda, coba pikirkan alasan dibalik pendapat tersebut. Tanyakan pada diri sendiri: Mengapa orang ini bisa berpikir seperti itu? Apa yang mungkin mempengaruhi pandangan mereka? Mencoba memahami sudut pandang orang lain, bahkan jika kamu tidak setuju dengannya, bisa membuka pikiranmu terhadap kompleksitas situasi.

5. Latih Kemampuan Berpikir Kritis dan Memperbanyak Akses Literasi

Memahami bahwa tidak ada satu pandangan yang benar-benar lengkap atau sempurna adalah kunci. Kamu bisa melatih kemampuan berpikir kritis dengan membaca sumber yang beragam dan mencari sudut pandang yang berbeda dari sudut pandangmu sendiri. Proses ini dapat membantu mengembangkan pemahaman yang lebih holistik dan menyadari bahwa setiap sudut pandang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bukankah tidak baik, menjadi kura-kura yang bersembunyi di belakang tempurung? 
 
“Masalah dunia ini adalah bahwa orang-orang bodoh dan fanatik selalu yakin akan diri mereka sendiri, dan orang-orang bijaksana selalu penuh dengan keraguan.” - Bertrand Russell -

6. Berikan Ruang untuk Keraguan dan Keluar dari Goa!

Keraguan adalah bagian penting dari pemikiran kritis dan terbuka. Jika kamu terlalu yakin akan sesuatu, cobalah berpikir: Bagaimana jika aku salah? Apakah ada bukti atau argumen yang belum kupahami? Dengan memberikan ruang bagi keraguan, kamu bisa membuka diri untuk memikirkan kembali asumsi dan pandangan yang sudah kamu yakini.
 
Berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda adalah cara yang baik untuk mengekspos diri pada sudut pandang yang lain. Ini bisa meningkatkan pemahaman dan mengurangi kecenderungan berpikir bahwa hanya pandanganmu yang benar. Saya mendekati diskusi semacam ini dengan pikiran yang terbuka, bukan untuk membuktikan bahwa mereka salah, tapi untuk memahami cara mereka melihat dunia.

7. Evaluasi Dampak Keyakinanmu Terhadap Orang Lain

Tanyakan pada diri sendiri, bagaimana keyakinan ini mempengaruhi hubungan atau interaksi dengan orang lain? Jika merasa bahwa perbedaan pandangan menyebabkan ketegangan atau konflik, coba renungkan apakah keyakinan tersebut membantu atau adil merugikan Anda. Ini bisa menikmati melihat betapa pentingnya untuk lebih terbuka terhadap pandangan orang lain demi menjaga hubungan yang sehat.

Mengatasi realisme naif memerlukan kesabaran dan usaha yang konsisten. Kita mungkin tidak akan pernah sepenuhnya lepas dari bias, tetapi dengan berusaha lebih sadar akan cara memandang kita, kita bisa menjadi lebih bijaksana dan toleran dalam menghadapi perbedaan. Seiring waktu, kita bisa mengembangkan pandangan yang lebih terbuka dan fleksibel, yang akan memperkaya cara kita memahami dunia di sekitar kita. Agar apa? agar  "lan yadulla ala goblogikum : agar kegoblokan kita tidak  nongol! "
 
 [Faidhumi- dimensilain]
 
 
 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Muhammad Faisal D Hilmi

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Karam (Sebatas Monolog Usang)

Senin, 12 Mei 2025 14:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler