Menyimak paparan Ahok dan Kang Emil di acara kompasianival 2014 sungguh seperti mendapat energi positif. Kedua kepala daerah itu dalam sosok kesederhanaannya menampilkan kesungguhan hati membangun daerah masing masing. Disamping sepenuh hati nampaknya Ahok dan Emil memang memiliki ilmu pengetahuan (science) lengkap terkait dengan bidang tugas membangun daerah.
Lengkaplah sudah persyaratan seorang pemimpin yang di contohkan Nabi Nabi terdahulu yaitu STAF. Pada dasarnya semua makhluk yang berwujud manusia mengemban tugas sebagai Wakil Tuhan di muka bumi ini. Dalam ilmu manajemen modern seorang Staf itu bisa saja didudukkan sebagai karyawan biasa atau berada pada posisi pemimpin. Jadi makna sebenarnya Staf Tuhan itu adalah kependekan dari Shidieq, Tabligh, Amanah dan Fatonah.
Shidieq diartikan sebagai benar. Kesan pertama ketika kita bertemu dengan seseorang adalah berupa label atau cap yang kita berikan kepada sosok orang tersebut. Hanya ada 3 kesan umum yang bisa kita cap kepada manusia yaitu, benar, jahat dan biasa saja. Selain itu penilaian tentu berdasarkan perjalan hidup (track record) yang kita dapat dari pemberitaan sosial media. Saya mendapat kesan bahwa Pak Ahok dan Kang Emil berada pada tataran Shidieq, kalau tidak tentu Tuhan Yang Maha Memberi Jabatan tidak akan mentakdirkan beliau berdua untuk duduk di kursi terhormat memimpin kota Jakarta dan kota Bandung.
Lihat saja kemampuan komunikasi publik Pak Ahok dan Kang Emil di panggung kemarin. Seluruh audiens terdiam karena terpana nyaris terpesona menyaksikan kepiawaian kedua Kepala Daerah itu dalam mendiskripsikan semua rencana kerja membangun kota Jakarta dan Bandung. Inilah yang disebut sebagai Tabligh. Secara sistematis Kang Emil memaparkan rencana jangka pendek dan jangka panjang pembangunan kota Bandung. Bukan karena berlatar belakang pendidikan teknologi, namun lebih dari itu Kang Emil mampu menyelaraskan teknologi dengan budaya daerah sunda. Demikian pula Pak Ahok dengan segala kewenangang sebagai Gubernur dan keberanian serta kejujuran maka pola komunikasi agak berbeda dengan Pak Jokowi dalam menghadapi warga Jakarta yang sangat beragam (heterogen).
Persyaratan ke -3 seorang pemimpin itu adalah amanah. Pak Ahok dan Kang Emil dipercayai sebagai sosok pemimpin daerah yang amanah Beliau berdua diharapkan mampu mempertanggung jawabkan semua beban tugas kepada Tuhan dan kepada rakyat. Memegang teguh amanah bukanlah sikap yang dibuat buat atau pencitraan, namun lebih jauh dari itu amanah yang dibebankan akan dilaksanakan dengan kerja keras bahkan pengorbanan waktu dan keluarga. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar pekerjaan dapat dilaksanakan sampai tuntas. Amanah adalah sikap sejati seorang manusia sebagai pengejewatahan dari cetusan hati nan paling dalam sebagai hasil didikan berkelanjutan dari keluarga nan religius. Pemegang amanah suci dijamin tidak akan terkontaminasi oleh godaan dunia berupa tahta, wanita, harta , kuota dan permata.
Persyaratan terakhir atau ke 4 untuk melengkapi kepemimpinan komprehensif setelah Shidieg, Tabligh, Amanah adalah Fatonah. Dalam pengertian umum Fatonah di terjemahkan dengan kosa kata Cerdas. Nikmat atau lebih tepat Anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa berupa kecerdasan tampak pada sosok Pak Ahok dan Kang Emil. Pendidikan strata S2 bukan menjadi patokan. Sebagai patokan utama dari kecerdasan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam memberdayakan sumber daya (alam+teknologi +manusia) seoptimal mungkin untuk melancarkan pekerjaan. Tanpa disadari oleh kedua pemimpin ini dalam keseharian mereka tentu selalu ingat akan hari akhir atau kematian sehingga segala daya upaya yang dilakukan merupakan ladang amal sebagai bekal hidup di akherat. Inilah persyaratan mutlak seseorang agar mendapat anugerah kecerdasan yaitu selalu mengingat kematian seperti yang selalu diingatkan oleh guru ngaji kita.
Persyaratan kepemipinan Nabi Nabi telah dimiliki Pak Ahok dan Kang Emil. Namun satu hal yang perlu diperhatikan bahwa sistem demokrasi dan birokrasi di Indonesia mempunyai ketentuan berdimensi waktu. Pak Ahok dan kang Emil sesuai dengan aturan perundangan hanya memiliki jangka waktu kepemimpinan berdurasi 5 tahun. Waktu yang sangat singkat bagi orang sibuk dan orang kreatif se kualitas Pak Ahok dan Kang Emil. Seandainya seluruh pekerjaan yang direncanakan dapat terwujud sesuai dengan jadual waktu dan kemudian masyarakat merasakan ada perbaikan signifikan dalam sektor pelaayanan publik, maka jabatan selanjutnya untuk kedua pemimpin ini adalah menerima amanah membangun Indonesia Raya.
Salam salaman
TD
Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.