Dampak itu berupa permasalahan terkait ketersiadaan air di lokasi penempatan sebuah Proyek Tata Laksana daerah perkantoran baru (Misalnya) , dan pemukiman dan beralihnya Tata lokasi pengelolaan sebuah rencana Proyek besar yang lainnya , alih fungsi tanah dan pemukiman dan beralihnya lahan Sawah warga yang di sulap jadi kompleks perkantoran misalnya , menimbulkan dampak yang merugikan warga masyarakat terdekat pada titik tempat dimana proyek tersebut berlanjut secara berkala , dan tak dapat di Tampik lagi bahwa hal tersebut bukan merupakan prediksi lagi , tapi telah nyata adanya.
Hal demikian sangat dirasakan oleh Warga sekitaran Kompleks Pembangunan Perkantoran Setda Pemkab Tasikmalaya di Singaparna , Warga sekitaran Kampung Bojongkoneng Desa Sukaasih Kecamatan Singaparna Kabupaten Setempat (Tetanggaan Kompleks Perkantoran itu) selalu mengeluhkan terjadinya kekeringan pada sumur-sumur warga ketika mengalami musim “Rehat” turun hujan alias musim kemarau “ Walaupun baru beberapa minggu hujan tak turun , sumur-sumur di sekitaran Perkantoran Pemda telah banyak yang kering , masalahnya mungkin pada penampungan alamiah air di area persawahan dan tanah warga yang kini beralih fungsi jadi gedung-gedung perkantoran yang kini berdiri megah ,!” ucapan itu terlontar dari Ketua RT 01 Kampung Bojongkoneng Ihin Solihin ketika berbincang dengan penulis.
Warga di arena perencanaan Proyek itu dulunya ada juga yang tidak terima ketika proyek itu akan di laksanakan , mereka pernah pula menyampaikan kekhawatirannya tentang bahaya dan prediksi permasalahan tersebut yang akan menimpa warga sekitaran pembangunan proyek besar itu di masa mendatang , namun apalah daya mereka (Warga Yang Protes) hanya bisa menerimanya , dan merelakan sawah-sawah dan kebun warga itu di seruduk proyek demi terciptanya kemajuan daerahnya yang kini jadi Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya.
Namun tentang “Derita” warga ketika sumur-sumur air pribadi warga masyarakat kering hanya karena bergantinya musim dari musim hujan ke musim kemarau yang hanya baru beberepa minggu saja telah terasa dampak dari beralihnya fungsi tanah sawah dan kebun warga jadi kompleks perkantoran tersebut.
Hampir 72 Hektare areal persawahan dan perkebunan warga di bebaskan tanahnya untuk gedung-gedung pemerintahan pindahan dari wilayah pemerintahan Kota Tasikmalaya sekitaran tahun 2008 yang lalu , dan pada tahun 2010 resmilah Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya itu pindah (Defenitif) ke Wilayah Singaparna .
Seorang wargapun mengomentari hal tersebut “ ketika musim penghujan sumur-sumur dan selokan hampir meluap dan mengancam pemukiman warga , karena resapan air telah tidak seimbang , dan ketika mengalami pergantian cuaca dari musim hujan ke musim kemarau walau beberapa haripun warga akan bermasalh dengan air-air yang kering di sumur-sumur warga , ya,,inilah konsekwensinya , tapi kita mesti pertanyaan kepada pemerintah , mana prediksi penangulangannya ketika hal ini terjadi ?” ucapnya sengit.
Asep Rizal.
Ikuti tulisan menarik Asep Rizal lainnya di sini.