x

Iklan

Iman Musyafa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Aku Cinta Alam dan Manusia Indonesia

Di Banyumas, Izin mendirikan bangunan (IMB) sedang ramai dibicarakan wartawan. Alih-alih ikut memikirkan persoalan ‘orang atas’, warga awam lebih sibuk memikirkan kebutuhan sehari-hari. Lalu siapa yang akan memikirkan kelestarian alam Banyumas?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kita tidak mewarisi alam dari nenek moyang, tapi meminjamnya dari anak cucu kita. Kiranya kata mutiara tersebut bukan sebatas wejangan guru pada siswa kelas enam SD atau tak lebih dari status facebook. Kata mutiara tersebut harusnya bersemayam didalam otak dan hati tiap diri manusia, agar dapat mengontrol tingkah laku mereka, sehingga kemesraan hidup berdampingan dengan alam raya akan tetap terjaga. Surga seakan pernah bocor dan kesuburannya menetes di atas tanah Indonesia, sehingga membuat tanaman apapun dapat tumbuh subur di atas tanah Indonesia. Suburnya negeri kita inilah yang membuat manusia penghuni alam Indonesia dapat melahirkan bahasa, budaya, dan kesenian yang tidak ada satu bangsapun yang dapat menandingi kekayaan Indonesia. Contoh, dari bahasa saja, di Indonesia terdapat 10% dari keseluruhan jumlah bahasa yang ada di dunia yaitu ± 700 bahasa daerah, dari ±7000 jumlah bahasa di dunia.

Kebaikan Tuhan yang telah memberikan kekayaan pada alam Indonesia ini harus diimbangi dengan manusia (pemerintah dan rakyat)  yang juga kaya akan kecerdasan pikiran, perasaan dan tindakan terhadap kelestarian alamnya. Bukan manusia yang kaya akan kepentingan nafsu dan kekuasaan untuk diri atau kelompoknya sendiri, seperti realita kehidupan yang tengah terjadi pada manusia Indonesia saat ini. Kalimat sindiran yang termasuk fi’il amr (kata perintah) pada ayat afalaa tatafakkaruun, yang bermakna “apa kamu tidak berfikir” yang  sering kita jumpai pada ayat Alquran, bisa kita aplikasikan kepada perbuatan manusia terhadap alam. Berfikir dengan jernih untuk tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga untuk melestarikan keberadaan alam raya karena tanpa alam manusia tidak bisa hidup. Bila terjadi bencana yang sering kita lihat bahkan rasakan, bukan alam yang tak mau bersahabat dengan kita, akan tetapi kita, sebagai makhluk yang di beri ‘fasilitas’ akal oleh Tuhan, tidak mau bersahabat dengan alam, kita hanya bersahabat dengan nafsu dan kepentingan pribadi.

Contoh kekuasaan manusia terhadap alam Indonesia dapat kita jumpai pada tiap daerah. Di pulau papua terdapat gunung penghasil emas terbesar di dunia, yang sekarang dikuasai oleh  perusahaan Freeport (kontraktor dari amerika) yang luas lahannya sekarang sudah sampai 2,5 juta Ha. Yang dapat menghasilkan emas sebanyak 1,5 juta ton pertahun, bila dirupiahkan sampai 8000 trilyun dan bagi hasil untuk Negara Indonesia sendiri hanya mendapat 15 trilyun. kontrak ini berlaku sampai tahun 2030 dan besar kemungkinan kontrak akan terus di perpanjang demi keuntungan segelintir orang dengan segala alasan politis dan intelektualnya. Sedangkan saudara- saudara kita yang ada di tanah papua sana tetap memakai koteka dan semakin sulit mencari lahan untuk lari berburu babi. Untuk manusia Indonesia yang mempunyai fikiran dan perasaan peka akan kebangsaan, setelah membaca contoh diatas semestinya meneteskan air mata, atau setidaknya menundukan kepala dan mengerutkan kulit dahinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Banyumas sendiri sekarang sedang ‘ramai’ dengan masalah ijin mendirikan bangunan (IMB) yang mungkin masalah ini hanya ramai dikalangan wartawan saja, sebab masyarakat Banyumas sudah terbiasa ditindas dan mereka lebih sibuk dengan “besok mau makan apa” daripada untuk ikut memikirkan persoalan ‘orang atas’ apalagi tentang kelestarian alam Banyumas. Pada kelompok masyarakat yang lain merasa bangga atas kinerja pemerintah banyumas yang tegas menegakkan aturan IMB dan perbup Banyumas nomor 85 tahun 2010. Kenapa kita harus membanggakan meraka (pemerintah Banyumas), bukankah mereka kita pilih dan dibayar untuk mengurusi aturan seperti itu, jadi sudah seharusnya kewajiban meraka untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Sebelum kita (masyarakat Banyumas) membanggakan pemerintahan, alangkah baiknya bila kita meninjau kebijakan “Banyumas pro investasi” yang bisa kita lihat penggusuran dimana-mana, demi mendirikan perusahaan berupa pertokoan dan perhotelan yang entah milik siapa, sedangkan masyarakat pribumi asli Banyumas masih monoton dengan kehidupan ekonominya, bahkan tidak sedikit untuk merantau karena bingung tak bisa berbuat apapun di atas tanah kelahirannya.

Bagi kalangan pelajar, mereka serius menempuh pendidikan supaya mendapat ijasah dengan nilai tinggi, kemudian mendapat pekerjaan di perusahaan milik asing yang berdiri di atas tanah Banyumas. Setelah mendapat pekerjaan layak, mereka asyik mengumpulkan harta untuk kepastian hari tua dan terjaminnya masa depan keturunannya. Bila semua itu terjadi, maka anatomi gambar sepasang burung merpati yang ada pada gambar undangan pernikahan memang benar adanya. harapan agar manusia menjadi merpati yang mampu bekerja keras untuk memperindah ‘sarang’ dan menghidupi anak istrinya. Memang bukan kesalahan untuk berharap seperti demikian, namun coba kita amati, pernahkah merpati peduli akan lingkungan dan mau berbagi dengan merpati atau bahkan burung yang lain? Enggankah kita belajar pada lebah yang mau hidup dengan kebersamaan, memberikan manfaat kepada sesama, bahkan kepada putik bunga dan manusia atas madunya, serta siap melawan atas apa saja yang mengusik ketenangan dan kebersamaan, seperti makna yang dapat kita ambil dari surat An-Nahl (lebah) di dalam Alquran.

Pentingnya pendidikan yang mengarahkan manusia Indonesia pada indahnya kebersamaan dan menyatunya manusia dengan alam mutlak diberikan kepada masyarakat Indonesia, khususnya para peserta didik sebagai penerus berlangsungnya kehidupan baik melalui sistem formal, non formal, ataupun informal, dengan mengoptimalkan sisi kognitif, afektif, dan psikomotor pada tiap diri peserta didik. Pemerintah diharapkan meminimalisir pendidikan yang bersifat materialistik yang selama ini telah menghilangkan nilai cinta terhadap sesama dan alam raya. Supaya kita dapat menghargai  alam raya  dengan sejuta kebudayaan yang kita punya, yang disertai daya kreatifitas masyarakat Indonesia untuk menjaga berlangsungnya kemesraan antara alam dan manusia, hingga Tuhan pun ‘tersenyum’ atas perilaku kebajikan kita semua. Mari kita memanfaatkan dengan bijak atas ‘fasilitas’ yang telah diberikan Tuhan kepada kita.

Ikuti tulisan menarik Iman Musyafa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu