Dalam dongengnya yang mashur, The Lord of the Rings, J.R.R. Tolkien mengisahkan perburuan manusia terhadap ‘cincin dari segala cincin’. Sebagian manusia bahkan bersekutu dengan siluman untuk memperebutkan cincin yang sanggup memberikan kekuasaan luar biasa bagi pemiliknya. Kekuasaan di dalam kegelapan. Kekuasaan yang sanggup menghancurkan persahabatan yang lekat sekalipun.
Untuk apa manusia memburu kekuasaan—bahkan dengan tipu daya, jebakan, dan persekongkolan? Untuk merasakan kenikmatan memerintah manusia lainnya? Memperjuangkan keyakinan, cita-cita, ideologi, menumpuk kekayaan ekonomi, ataukah memuaskan hasrat berkuasa?
Sejarah menunjukkan bahwa di dalam kemuliaan tujuan sekalipun tersimpan benih-benih yang sanggup menggelincirkan manusia dalam sekejap ke dalam kegelapan untuk kemudian membuatnya menutup mata dan telinga perihal nasib orang lain. Kekuasaan sanggup memaksa pemiliknya untuk tidak peduli pada ketidakadilan, berpura-pura tidak tahu tentang keterpurukan rakyat.
Dalam sejarah berulang kali terbukti manusia sukar dan bahkan tidak mampu mengendalikan kekuasaan yang digenggamnya. Lebih banyak manusia terjebak dalam cengkeraman kekuasaan—menjadi manusia yang didikte oleh logika kekuasaan.
Para penguasa yang kehendaknya minta selalu dipatuhi sesungguhnya dicekam oleh kesepian. Berada di puncak, sendiri, para penguasa dilanda kegelisahan, bahkan juga kecemasan kalau-kalau kekuasaannya hilang. Penguasa memasang mata dan telinga berlapis-lapis agar mampu melihat dan mendengar apa yang dilakukan lawan-lawannya, bahkan juga pengikutnya. Mereka berusaha bertahan dengan segala cara.
Di tangan orang yang tepat, kekuasaan berpotensi mendatangkan manfaat bagi rakyat. Kekuasaan yang bermanfaat akan melayani, menyejahterakan, dan mengayomi rakyat. Ini lumrah belaka, apa lagi jika rakyat yang memberi amanah kekuasaan.
Di tangan orang yang tidak tepat, kekuasaan bisa saja tidak mendatangkan manfaat bagi rakyat. Otoritas yang besar tidak selalu berguna di tangan orang yang tidak menguasai persoalan rakyatnya, dan karena itu tidak tahu jalan yang harus ditempuh untuk memimpin rakyatnya.
Di tangan orang yang salah, kekuasaan bisa berbahaya bagi bangsa. Kekuasaan yang besar sanggup menggoda seseorang untuk memaksa orang lain mengikuti kehendaknya atau menyalahgunakan kewenangannya. Godaan ini bisa menghampiri siapa saja: dari lurah, kepala sekolah, polisi, pengusaha, hakim, jaksa, politikus, ketua partai politik, pengacara, menteri, hingga presiden. Dan ancaman terbesar bagi martabat kemanusiaan ialah kekuasaan yang berada di tangan yang salah.
Bahkan, kekuasaan di tangan yang salah mampu menghancurkan pemiliknya. Sejarah manusia penuh dengan kisah orang-orang yang mula-mula menikmati aura kekuasaan di sekeliling dirinya hingga kemudian ia mulai cemas ketika ancaman berdatangan. Tatkala ia semakin was-was bakal kehilangan kekuasaannya, ia menggunakan cara apapun untuk bertahan. Atau, ia akhirnya berlutut di hadapan kekuasaan yang lebih besar yang tak mampu ia elakkan.
Kekuasaan memang menebarkan sihir kuasa yang sanggup menjebak pemegangnya. Ia bagaikan ‘cincin dari segala cincin’ yang memaksa pemiliknya untuk mempertukarkan kekuasaan dengan kegelapan—ia sadari ataupun tidak. (sbr ilustrasi: feelgrafix.com) ***
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.