x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jalan Sukar Stephen King

“Ada suatu waktu dalam hidup kebanyakan penulis ketika mereka begitu rapuh, ketika impian dan ambisi masa kanak-kanak mereka terlihat pucat diterpa cahaya matahari dari apa yang kita sebut dunia nyata,” ujar King.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Diperlukan 30 kali penolakan oleh 30 penerbit buku hingga akhirnya novel Carrie diterbitkan.

Karya Stephen King yang pertama kali terbit ini matang berkat kritik Tabby, isteri King, sekaligus dorongan semangat darinya. Tabby memandu suaminya memasuki dunia perempuan, memberinya gambaran ihwal karakter perempuan, dan memberinya saran bagaimana menciptakan adegan yang meneror. Sembilan bulan kemudian King menyelesaikan draf akhir Carrie.

Tapi begitulah, tak mudah membujuk penerbit mencetak novelnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah hidup yang serba pas-pasan, dengan kerja serabutan, sementara Tabby menambah nafkah dengan bekerja di restoran Dunkin’ Donuts dan mengajar bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta, King membutuhkan waktu untuk menyelesaikan Carrie dengan mesin tik Olivetti pinjaman dari tempat kerja Tabby.

“Menulis itu sukar,” kata King. Meski begitu, beragam rintangan tak membuat King menyerah kepada kesukaran. “Ada suatu waktu dalam hidup kebanyakan penulis ketika mereka begitu rapuh, ketika impian dan ambisi masa kanak-kanak mereka terlihat pucat diterpa cahaya matahari dari apa yang kita sebut dunia nyata,” ujarnya suatu ketika.

Kesukaran itu maujud dalam beragam rupa: alur cerita, pengisahan, pengukuhan karakter atau tokoh cerita, pengadeganan, ucapan, pilihan kata, penciptaan suasana, dan seterusnya. Untuk mengatasi rupa-rupa kesukaran itu, King mesti berulang kali membaca naskahnya, mencoret kata, menambahkan, dan mengetik lagi.

Itu semua sejenis tempaan yang berulang kali harus dijalani—dan entah apa yang King rasakan ketika 30 penerbit ternyata tidak membukakan pintu untuknya. King membuang naskah Carrie ke tempat sampah, tapi Tabby menyelamatkannya. Barangkali ini serupa ujian bagi kesabaran dan kegigihan King hingga akhirnya Carrie terbit dan menyedot perhatian publik pembaca.

Ketika akhirnya terbit dalam format buku bersampul tebal dengan uang muka US$ 2.500, Carrie hanya laku 13 ribu eksemplar. Nasib baik mengubah hidupnya ketika ia diberitahu hak penerbitan Carrie dibeli penerbit lain yang kemudian mencetaknya dalam format paperback. King memperoleh US$ 200.000. Kakinya gemetar seolah menang lotere. Ia bergegas ke kota untuk membeli hadiah istimewa bagi Tabby, tapi toko tutup di hari libur, hingga ia hanya bisa mendapatkan pengering rambut. Dalam 1 tahun pertama, edisi paperback ini laku lebih dari 1 juta eksemplar.

Jalan sukar itu dikisahkan kembali oleh King dalam bukunya, On Writing. Di dalamnya ia berkisah ihwal perjalanannya sebagai penulis, juga berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam mengatasi rupa-rupa rintangan. King menulis On Writing dengan semangat yang sama seperti ia menulis novel-novelnya.

Buku tentang seluk-beluk menulis ini kerap dipujikan. Ketika Neil Gaiman ditanya, “Apa buku favorit Anda?” Penulis dan novelis grafis ini menjawab, “On Writing karya Stephen King.” “Mengapa?” “Karena judulnya.”

Perihal alasan ‘karena judulnya’ itu, Gaiman barangkali berkelakar. Alasan yang lebih serius barangkali karena On Writing memadukan antara kiat menulis, memoir pribadi King, dan perenungannya ihwal kehidupan penulis—ramuan yang mungkin jarang diceritakan oleh para penulis dalam satu buku.

King, yang baru saja meraih penghargaan Edgar Allan Poe 2015, berbagi sejumlah kiat, misalnya tentang akhir yang terbuka (open-ended): “Diskripsi dimulai dalam imajinasi penulis, tapi harus berakhir dalam imajinasi pembaca.” Ya, ia terkesan demokratis dengan memberi ruang terbuka bagi pembaca untuk terlibat dalam mengakhiri cerita yang ia mulai.

King juga mengingatkan perlunya membaca sebagai tahapan penting dari kegiatan menulis. “Jika kamu tidak punya waktu untuk membaca, kamu tidak punya pula waktu untuk menulis. Sesederhana itu.” (sumber foto: theguardian.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB