x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Benarkah Rahasia Semesta Sudah Terungkap Seluruhnya?

Sains modern hanya menyisakan ruang kecil bagi orang-orang sepeninggal Galileo dan Darwin? Benarkah semua rahasia alam telah terungkap?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

John Nash, jenius matematika, baru saja wafat. Stephen Hawking, jenius dalam astrofisika, semakin lanjut usia dan sepertinya masa puncaknya sudah lewat. Dalam bidang biologi, Richard Dawkins pun begitu, semakin berumur. Nama-nama lain realtif mashur, tapi langkah mereka mungkin tidak sejauh Nash dan Hawking. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh Keith Simonton bahwa “ilmuwan jenius kini semakin langka”.

Simonton, akademisi yang berkiprah di University of California at Davis, AS, ini memakai istilah scientific genius—ia membatasi pada jenius yang bergelut dalam keilmuan eksakta. Simonton memang menyebutkan bahwa sains modern hanya menyisakan ruang kecil bagi orang-orang sepeninggal Galilei Galileo yang memelajari langit dan Charles Darwin yang memelajari fauna di rimba Amazon, Amarika Selatan. Apakah yang dimaksudkan oleh Simonton itu bermakna bahwa tidak akan lagi penemuan besar di lapangan sains karena rahasia-rahasia besar sudah terungkap?

Dalam suratnya yang dimuat di jurnal Nature edisi Januari 2013, Simonton mengatakan, kemajuan masa depan dibangun di atas apa yang telah diketahui dan bukan mengubah fondasi pengetahuan. Bila saya tidak keliru tafsir, ini berarti tidak akan ada perubahan mendasar seperti ketika Albert Einstein meruntuhkan fondasi fisika Newtonian. Pendeknya, tidak ada revolusi saintifik seperti yang disimpulkan oleh Thomas Kuhn, melainkan hanya sains normal semata—sedikit memperdalam pengetahuan yang sudah ada dan sedikit mengoreksi kekeliruan yang mungkin ada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama abad yang baru lewat, kata Simonton—yang menulis buku Origins of Genius, tidak lagi tercipta disiplin yang benar-benar orisinal. Pendatang baru umumnya berupa hibrida dari disiplin yang sudah ada, contohnya astrofisika dari astronomi dan fisika serta biokimia dari biologi dan kimia. Semakin sukar pula bagi individu untuk membuat kontribusi yang mendasar atau yang dapat diistilahkan sebagai groundbreaking contributions, sebab karya yang sangat mutakhir seringkali dikerjakan oleh tim yang besar dan didanai dengan sangat baik. Penemuan ‘partikel Tuhan’ dapat disebut sebagai contohnya—ribuan ilmuwan terlibat di dalam proyek perburuan partikel Higgs ini.

Ini bukan yang pertama kali orang meramalkan bahwa hari-hari paling menggairahkan dalam sains bakal segera berakhir. Pandangan Simonton itu mengingatkan saya kepada buku yang ditulis oleh John Horgan pada tahun 1997. Judulnya provokatif: The End of Science. Sewaktu terbit, banyak pihak menyambutnya dengan antusias, yang kontra pun tak kurang banyak. Tesis yang diusung Horgan kira-kira seperti ini: sains modern telah mencapai batas terdepannya dan bersamaan dengan itu, “kesempurnaan sains berbanding lurus dengan akhir petualangannya.”

Dari hasil studinya maupun wawancara dengan para pemuka ilmu pengetahuan modern di antaranya Steven Weinberg dalam fisika dan Thomas Kuhn yang menggegerkan dengan teorinya tentang revolusi sains, Horgan berpendapat bahwa tak ada lagi yang perlu dibuktikan, tak ada lagi yang perlu dicapai, dan tak ada lagi yang lebih menarik (dari temuan yang sudah ada). Horgan terlampau cepat menyimpulkan bahwa seluruh rahasia pokok alam semesta ini sudah diketahui umat manusia.

Horgan menyimpulkan bahwa sains-sains terdepan telah mencapai batasnya. Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan penting yang harus dijawab karena memang sudah terjawab. Benarkah kesimpulan Horgan? Tidak mudah untuk menjawabnya, namun sebelum datangnya teori relativitas dan mekanika kuantum, pada awal abad ke-20, sebagian ilmuwan sudah meramalkan bahwa semua penemuan besar sudah dilakukan. Penemuan berikutnya, menurut mereka, hanya memerinci penemuan besar. Terbukti kemudian, ramalan mereka meleset.

Karena itu, dalam hemat saya, kemajuan di masa depan niscaya tetap tidak terduga. Bukan tidak mungkin, apa yang telah kita yakini sebagai kebenaran ternyata keliru dan harus dibongkar hingga fundamennya. Proyek Genome maupun proyek perburuan Partikel Higgs memang mendukung apa yang diargumenkan oleh Simonton: riset sains modern kini melibatkan ratusan ilmuwan dan membutuhkan dukungan dana yang sangat besar. Namun, bukankah Einstein dan Nash merevolusi sains hanya dengan berbekal kertas dan pensil? (Observatorium Bosscha, Lembang, foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu