x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jejak Purba Puasa

Para ilmuwan kini ingin mengetahui lebih jauh dari sekedar proses dan dampak fisis berpuasa. Mereka berusaha menjangkau wilayah rahasia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Puasa bukanlah fenomena sejarah sesudah Masehi ataupun di awal Hijriah, melainkan sesuatu yang sudah sangat tua. Puasa, sepertinya, menjadi bagian dari sejarah manusia sejak awal mula kehadirannya di muka Bumi. Mungkin karena alasan yang berbeda, mungkin dengan cara yang berbeda, tapi memiliki tujuan yang bisa jadi serupa: pencapaian kemanusiaan yang lebih tinggi.

Di masa Yunani kuno, Hipokrates, Plato, Sokrates, maupun Aristoteles memuji manfaat berpuasa. “Berpuasa adalah perbaikan yang terbesar—dokter di dalam diri,” kata Paracelsus, yang dianggap salah satu bapak kedokteran Barat. Orang-orang Yunani berpuasa untuk kesehatan dan sebagai terapi penyembuhan.

Sejak zaman kuno, manusia memperoleh keyakinan bahwa berpuasa mampu membuka jalan bagi kesembuhan yang lebih cepat. Orang modern memahaminya dalam bahasa medis. “Membersihkan hati, ginjal, dan usus, memurnikan darah, membantu mengurangi berat badan dan air, melepaskan racun-racun, membersihkan mata dan lidah, dan membersihkan pernapasan,” tulis James F. Balch dalam Prescription for Nutritional Healing.

Berpuasa dipandang sebagai terapi penyembuhan alamiah yang paling bagus. Berpuasa memiliki watak kuno, dijalani oleh berbagai masyarakat sebagai cara penyembuhan. “Berpuasa merupakan cara penyembuhan yang sangat baik lantaran dapat dijalani dalam begitu banyak kondisi dan oleh berbagai orang,” kata Elson Haas dalam Staying Healthy with Nutrition. Hewan-hewan pun berpuasa tatkala menderita sakit—naluriah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berpuasa, pada akhirnya, lebih dari sekedar penyembuhan, lebih dari hanya urusan fisik. Dalam berbagai agama, berpuasa dianjurkan dan bahkan diwajibkan sebagai sebuah jalan untuk meningkatkan taraf kemanusiaan. Manusia sering kali membutuhkan paksaan agar mau menjalani sesuatu yang kelihatannya berat: menahan makan, minum, pandangan dan penglihatan, langkah, lidah, telinga, hati, pikiran, dan seterusnya—semakin non-fisik jangkauannya, semakin tinggi capaiannya, dan semakin sukar menjalaninya.

Orang-orang Indian melakukan puasa agar memperoleh penglihatan jauh tentang apa yang mungkin terjadi. Orang-orang Jawa berpuasa untuk mendapat pencerahan dalam mengatasi kesulitan. Orang-orang Siberia berpuasa dalam cengerakam dingin untuk memperoleh penglihatan tentang penyakit yang tak terjelaskan. Berpuasa juga jadi jalan bagi pemurnian dan pembersihan dari debu-debu yang melekat sepanjang tahun, penebusan dosa, juga wujud keprihatinan.

Tatkala seseorang berpuasa, energi yang tak kasat mata mengalir ke seluruh tubuh, mengarahkan tubuh menuju kesetimbangan dan kesehatan. Namun para ilmuwan kini ingin mengetahui lebih jauh dari sekedar proses-proses fisik dan dampak-dampak fisik-biologis. Mereka tengah menapaki jalan menuju pengungkapan rahasia yang lebih tinggi.

Bila berpuasa itu universal, mungkin dengan alasan dan tujuan yang beragam, boleh jadi berpuasa itu naluriah belaka—dan manusia diingatkan selalu akan watak alamiah berpuasa ini. Manusia diingatkan akan sesuatu yang sejak awal sudah tertanam dalam dirinya, tapi mungkin terlupa.

Menjadi kencederungan alamiah bagi organisme apapun, manusia atau hewan, untuk mengambil jeda, beristirahat, mengonservasi energi, dan mencari keseimbangan di saat-saat kritis. Kita dan hewan berpuasa ketika sakit, tertekan, atau mencari jalan bagi pencerahan. Saya rasa, ada titik dalam gen kita yang menyimpan pemahaman dan kebutuhan untuk berpuasa, mengambil jeda untuk membersihkan diri.

Kendati begitu, alangkah sukar mengembalikan kesadaran akan yang alamiah itu, alangkah tidak mudah menghidupkan kembali apa yang tertanam dalam gen kita—gen yang berusia purba, yang menyimpan pengalaman puasa manusia sejak awal mulanya. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB