x

Iklan

Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja - FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

[Indonesiana] Menggali Trisila: Seabad Merdeka

Akhirnya saya menggali Trisila dalam perenungan dan pengalaman. Mari menyimak perlahan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhirnya saya menggali Trisila dalam perenungan dan pengalaman. Mari menyimak perlahan!

Minggu, 16 Agustus  2015 adalah hari yang sangat berkesan bagi saya di Ganesha Operation (GO) cabang Merangin, sebuah Pusat bimbingan belajar terbesar dan terpopuler di Indonesia. Pada tanggal itu, 70 tahun yang lalu, 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta ‘diculik’oleh tokoh pemuda (diantaranya Chaerul Saleh) ke Rengasdengklok pada pukul 04.00 WIB. Mereka kemudian kembali ke Jakarta, berjumpa dengan Mayor Jenderal Nishimura, dan Laksamana Tadashi Maeda. Soekarno dan Hatta diberitahu secara pribadi bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan mengenai masa depan bangsa Indonesia.

Peristiwa Rengasdengklok dan Teks Proklamasi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peristiwa Rengasdengklok merupakan puncak pertentangn antara golongan muda dan goolongan tua. Golongan tua menghawatirkan pejuang nusantara belum siap dan kemungkinan terjadinya pertumpahan darah. Sedangkan golongan tua meyakini bahwa pejuang sudah siap. Peristiwa Rengasdengklok bertujuan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang. Peristiwa ini juga bertujuan untuk mendesak keduanya agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia  terlepas dari segala ikatan dengan Jepang. Tugas pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta ini dilakukab oleh Shodancho Singgih. Rencana pengamanan memperoleh dukungan berupa perlengkapan tentara PETA  dari Chudancho Latief Hendradiningrat.

Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta ditempatkan di rumah milik Djiaw Kie sung di bawah pengawasan Chudancho soebono.  Setibanya di Rengasdengklok, para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta segera memroklamasikan kemerdekaan Indonesia. Ternyata, Soekarno dan Hatta menolak. Tapi akhirnya soekarno bersedia segera memproklamasikan setelah kembali ke Jakarta. Bersedianya Soekarno terjadi setelah melalui pembicaraan pribadi dengan Shodancho Singgih. Tengah harinya, Shodancho Singgih ke Jakarta untuk memberitahu kepada golongan muda.

Ternyata di Jakarta sudah terjadi kesepakatan antara Mr Achmad Soebardjo (golongan tua) dengan Wikana (golongan muda) bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan di Jakarta. Memang harus segera, apalagi Laksamana Tadashi Maeda (kepala perwakilan angkatan laut Jepang) menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya, Jalan Imam Bonjol No 1 Jakarta. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto (golongan muda) pada hari itu juga bersama Achmad Soebardjo  dan Soediro, menjemput soekarno dan Hatta di Rengasdengklok untuk menuju ke Jakarta. Pada malam hari itu juga, Soekarno dan Hatta Kembali ke Jakarta. Sebelumnya, Achmad Soebardjo memberi jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa keesokan harinya (17 Agustus 1945) selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB, proklamasi akan dikumandangkan.

Tibalah soekarno Hatta dan rombongan di Jakarta pada pukul 22.00 WIB. Mereka diantar oleh Laksamana Tadashi Maeda. Kemudian disambut Mayor Jenderal Otoshi Nishimura atas intstruksi Mayor Jenderal Moichiro Yamamato (Kepala Pemerinthaan Militer Jepang di Nusantara) yang tidak ingin menyambut karena perintah Tokyo. Sedangkan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura tidak berani mengizinkan proklamasi kemerdekaan indonesia karena takut disalahkan oleh Sekutu yang memenangkan Perang di Asia-Pasifik. Sumber lain menyebut bahwa Nishimura pura-pura tidak tahu soal proklamasi atas diskusi lobi yang dilakukan Soekarno dan Hatta. Makanya, kerja PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tidak terhalangi. Nishimura dinasehati agar menepati janji, karena Jepang telah berjanji akan memberikan kemerdekaan (inilah yang mendasari memang bahwa penjajah di mana pun dan kapan pun bermoral buruk yaitu mengingkari janjinya dan menipu).

Berdasarkan keingkaran Jepang itulah akhirnya  para tokoh bangsa indonesia kukuh untuk proklamasi kemerdekaan akan segera dilaksanakan dan lepas dari pengaruh Jepang.  Bertolaklah mereka rombongan Soekarno Hatta ke kediaman Maeda, yang diantar oleh Maeda sendiri. Di rumahnya Maeda, terjadi insiden perumusan teks proklamasi.

Singkat cerita, dari musyawarah tokoh golongan muda-tua indonsia dan orang Jepang seperti Miyoshi (padahal ini orang kepercayaan Mayor Jenderal Nishimura) dan anggota PPKI  yang dibentuk Jepang. Perumusan baru selesai pada pukul 03.00 WIB 17 Agustus 1945. Kemduian, sesuai rencana di  halaman rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada pagi hari pukul 10.00 WIB teks proklamasi dibacakan oleh soekarno. Setelah dibacakan, dilakukanlah pengibaran bendera Merah Putih oleh S. Suhud dan Chudancho Latief Hendradiningrat (seorang prajurit PETA). Setelah upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia selesai, para pemuda dari golongan pers bekerja keras meliput semua peristiwa bersejarah itu. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian disebarluaskan ke seluruh pelosok Indonesia dan dunia internasional.

Apa yang terjadi jika pemuda tidak bersikap kritis? Apa yang terjadi jika pihak Jepang seperti Jendral Nishimura, Laksamana Tadashi Maeda, Miyoshi? Artinya, golongan muda dibutuhkan negara, sedangkan adanya sejumlah orang Jepang yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok dan Perumusan Teks Proklamasi setidaknya menjadi dukungan dan pengakuan kemerdekaan Indonesia, atau paling tidak sejumlah orang Jepang menyadari bahwa kemerdekaan adalah hak suatu bangsa.

Kisahnya akan menjadi berbeda jika para tokoh baik muda maupun tua bersikap tidak terbuka dan tidak mengedepankan persatuan. Kejadiannya juga berbeda jika para tokoh tidak mampu berkomunikasi dengan benar. Ceritanya akan berbeda jika Soekarno dan Hatta gagal melobi Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Historinya akan berbeda jika golongna muda gagal meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan tidak menunggu instruksi Tokyo. (Selanjutnya tentang keterbukaan dan keseimbangan antara komunikasi instruksi dan komunikasi cerita akan menyusul dijelaskan)

Belakangan diketahui bahwa niat Jepang memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia hanya tipuan. Karena Jepang hanya ingin mendapat simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia di masa sulit peperangan di Asia-Pasifik. Artinya, sukses besar proklamasi kemerdekaan  17 Agustus 1945 menandai kecerdasan, kuatnya hati, besarnya impian, tingginya semangat dan keberanian para tokoh Indonesia meski di antara mereka majemuk dalam pandangan.

Sukses besar proklamasi itu di baliknya adalah rencana besar penggagalannya. Mengingat pasca prokalamasi, Belanda yang mewakili sekutu merencanakan hotel Yamamto di Surabaya menajdi markas angkatan Laut Belanda. Untung saja rencana ini digagalkan oleh pejuang Indonesia. Selanjutnya ada perang melawan sekutu  yang dipimpin Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby di Surabaya pada 10 November 1945 hingga agresi militer Belanda pada tahun 1947 dan 1948. Bahkan Belanda  memblokadi kekuatan ekonomi Indonesia dengan mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan dalam perdagangan ekspor yang dilakukan Indonesia. Tapi semua usaha itu gagal, pada intinya kemerdekaan berhasil dipertahankan.

Penjajahan kemudian bertransofrmasi menjadi bentuk lain seperti lewat finansial dan kebudayaan (seperti pemberian utang, sistem kapitalisme dalam finasial global, mode pakaian, ide freesex, dan baru-baru ini Lesbi-Guy-Transgender-Biseksual atas nama hak asasi manusia yang sebenarnya menyesatkan) dan sisanya tetap dalam bentuk fisik (seperti di Palestina). Suatu negara dapat bangkrut kerena utang, seperti baru-baru ini terjadi krisis utang di Yunani. Sebenarnya ide penjajahan ini telah ada sejak dahulunya, sejak manusia telah mengenal mana yang profit dan non-profit, kemudian dikuasai oleh keserakahan dan ide “siapa yang kuat dia yang bertahan, yang lain harus disingkirkan” seperti menjadi gagasan di era sains Charles Darwin mulai abad ke-19 hingga abad ke-21 yang beriringan dengan era perang dunia, perang dingin, kekuasaan kapitalisme global, dan invasi militer AS ke sejumlah negara. Jauh sebelum era Darwinisme sebenarnya juga telah ada ide keserakahan tersebut.

Kekokohan AS dengan ide penjajahannya (yang mana AS tidak mencegah kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina) bertolak belakang dengan kekokohan Soekarno melawan Israel. Seokarno tak pernah mengakui keberadaan Israel. Hatta pun demikian, tidak mengakui negara Israel. Sebab seperti dalam pidatonya, Soekarno dalam memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-21 pada 17 Agustus 1966, “Imperialisme yang pada hakitanya internasional, hanya dapat dikalahkan dan ditundukkan dengan penggabungan tenaga anti-imperialisme yang internasional juga”. Soekarno tidak hanya ingin mengalahkan imperialisme, tapi juga ingin menundukkannya, tidak hanya regional, tapi juga internasional.

Soekarno juga mengatakan dalam pidatonya itu, “Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa anti-imperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialismee. Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel”. Itulah ide Soekarno, ide alamiah yang dikehendaki setiap manusia yang berpikir jernih dan sehat, yang mana idenya juga telah ada sejak moyang manusia mengenal mana yang profit dan mana yang non-profit tapi tidak dikuasai oleh keserakahan.

Penjajah yang serakah dan suka bertengkar yang telah ‘mengawini’ korbannya, sebenarnya telah ‘mengajarkan’ korbannya memilih ide yang lebih baik. Apalagi kalau bukan ide kemerdekaan? Mungkin hanya ada dua kemungkinan, pertama, penjajah itu ingkar janji karena tidak tahu makna kemerdekaan. Kedua, penjajah itu benar-benar keji.

Sebelum lebih jauh, saya ingin sedikit tentang Ganesha Operation. GO merupakan profit organization dan begerak di bidang pelayanan belajar tambahan di luar sekolah dalam rangka membantu siswa mewujudkan cita-citanya, juara di kelas sekolahnya, juara UN, dan lulus PTN  favorit.

Trisila: tekanan, hadiah, keseimbangan komunikasi

Nah kembali ke topik, tentang 16 Agustus. Tanggal itu tak hanya berkesan karena ada kisah ‘penculikan’ Soekarno dan Hatta 70 tahun yang lalu, tapi juga karena hari itu saya menghadapi tantangan seperti perlombaan makan kerupuk- yang-digantung, balap karung, memasukkan pensil ke botol, balap membawa kelereng-di-sendok dengan mulut, lomba memasukkan benang ke jarum sambil jalan, dan lomba joget berpasangan sambil menjaga balon agar tidak terjatuh. Perlombaan untuk ketegori bapak-bapak dan ibu-ibu dipisahkan. Ketika saya bercerita lagi tentang hari tersebut, saya dan teman yakin tidak dapat melupakannya.

Tantangan yang paling seru adalah ketika saya (wakil ketua panitia), ketua panitia dan kepala GO Merangin lomba balap karung. Kami bertiga mencapai garis finish dengan selisih waktu yang sangat tipis, dan kami terjatuh di garis finish disusul tawa oleh teman-teman. Saya  mendapat juara 1, kepala GO Merangin juara 2 (dalam foto di atas saya di kiri, ketua panitia di tengah, dan kepala GO Merangin-baju merah di kanan). Selanjutnya juara 1 dan 2 masuk babak final. Ini sangat seru, meskipun saya kemudian, di babak final tidak mendapat juara. Saya tak dapat melupakan ini. Karenanya, akan menjadi cerita bagi generasi berikutnya (tim GO Merangin) tentang kekuatan persaingan tapi tanpa perpecahan, tentang menjadi juara tapi tetap menjaga persatuan (tali silaturahim).

Kemeriahan di hari itu, akan menjadi bahan cerita bagi generasi selanjutnya, tentang keseimbangan komunikasi instruksi dan komunikasi cerita. Selama persiapan untuk acara ini ada sejumlah perintah dan ada sejumlah cerita sehingga tidak ada kesan otoriter-isme, diktator-isme, dan menjajah. Hal tersebut penting, mengingat terdapat sejumlah kasus di mana orang tua lebih cenderung dengan komunikasi instruksi kepada anaknya, dan mengabaikan komunikasi cerita (termasuk berkisah/mendongeng), yang menyebabkan anak tidak membanggakan orang tuanya di masa depan kecuali anak hanya membutuhkan orang tua tersebab duit orang tuanya. Tak sengaja diciptakan, mereka sebagai generasi parasit.

Sebenarnya acara itu direncanakan pada tanggal 9 Agustus 2015, namun karena kepala GO Merangin sakit cacar (sejak Kamis, 6 Agustus) jadi acara ditunda. Sebelumnya terjadi kebingungan jika diadakan pada tanggal 16 Agustus maka seorang CS (customer service) tidak bisa ikut, sebab ia tidak bisa mengulur waktu sampai 16 Agustus. Ia sudah mengulur waktu sejak awal Agustus sampai 10 Agustus. Ia memutuskan resign dari GO Merangin sejak akhir Juli dan sudah diizinkan kepala GO Merangin, karena ia harus mengurus ibunya yang sakit di tempat asalnya, Medan.

Acara yang diikuti oleh tim GO Merangin sebanyak 20 orang ini (dan 2 orang anak) dalam rangka penutupan tahun ajaran 14/15 dan pembukaan tahun ajaran 15/16, dilaksanakan agak terlambat dari tanggal yang seharusnya, karena masalah persetujuan dana dan kelengkapan personil tim GO Merangin. Acara ini sekaligus dalam rangka memperingati hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Acara yang dilaksanakan di taman kota Bukit Tiung Merangin ini diselingi musik bahkan hingga terdengar tetangga berjarak beberapa kilometer seperti menurut pengakuan seorang warga, karena berada di tempat tinggi bukit. Musik yang dipotar bergenre pop dan sebagian besar adalah dangdut, baik yang terbaru sampai yang zadul (zaman dulu). Tidak hanya memutar musik tapi juga sambil karaoke, ada guru yang menyumbang suaranya adapula office boy yang berani menyumbang suaranya. Itulah suasana keterbukaan. Kalau tidak, ia akan malu dan tidak akan tampil.

Meskipun hadiah dari perlombaannya mengejutkan, ternyata ala kadarnya, seperti botol air minum dan gelas, faktanya kami mengikuti perlombaan dengan semangat, dan semangat juga untuk meraih juara 1 dan 2. Saya mendapat juara 1 untuk kategori bapak-bapak, lomba memasukkan benang ke jarum dan lomba balap membawa kelereng di sendok dengan mulut.

Kemudian Kepala GO Merangin memberikan sejumlah award, salah satunya pengajar (guru) terbaik dan karyawan (customer service, office boy, dan teknisi teknologi dan informasi) terbaik. Selain itu juga diberikan hadiah bagi peserta acara ini jika berhasil menjawab kuis. Kuisnya ternyata tentang visi GO.

secara umum, acara dimulai pukul 10.00 WIB, kemudian sholat dzuhur berjamaa’ah pukul 12.20 dan penutupan pukul 14.45. Di akhir acara saya diminta memimpin do’a. Saya memohon agar Tuhan mempererat tali silaturahim (kasih sayang) di antara kami sebagai perwujudan persatuan dan kesatuan, dan semoga Tuhan memberkahi di tiap aktivitas kami. Selanjutnya kami berfoto bareng. Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 15.00.

perlu diketahui, bahwa kami secara keseluruhan rata-rata berusia di bawah 28 tahun. Kami termasuk dalam porsi jumlah penduduk usia produktif yang menjadi inti pengerak perekonomian negara. Jika dibandingkan dengan aging society adalah 5:1. Perbandingan Ini disebut gejala bonus demografi yang dampaknya mungkin menjadi pemicu prestasi perekonomian negara atau sebaliknya, menjadi beban bagi negara tersebab lonjakan subsidi public service, yang lonjakannya sangat tajam.

Menguji ‘keterbukaan’ personil tim

Acara outdoor ini akan diusulkan lagi untuk tahun mendatang oleh tim GO Merangin, saya tentu sepakat. Berbeda dengan tahun lalu, acara diadakan dalam ruangan (indoor). Saya meyakini bahwa untuk sukses perlu tekanan/beban (ancaman), hadiah (penghargaan), dan kesatuan (karena keseimbangan komunikasi instruksi dan cerita. Himah dari acara ini adalah dapat menyeleksi mana teman yang terbuka dan mana teman yang tertutup. Teman yang bersikap terbuka adalah yang tidak enggan mengikuti perlombaan, saya rasa itu dinasihatkan pula oleh Professor Rhenald Kasali dalam bukunya Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan.

Keterbukaan dilihat dari berbagai hal. Misalnya menurut Rhenald Kasali, keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Dengan ini seseorang menjadi pribadi yang menarik dalam situasi chaos, yang menuntut pembaharuan. Ia memiliki kebijakan yang mengembangkan kearifan, memajukan organisasi di masa depan dan mengembangkan sumber daya manusia. Matanya adalah mata pemimpin, visioner, mampu mengambil resiko dengan berpikir berbeda dan membiarkan otaknya bekerja sambil menguji semua hipotesis dan tidak terbelenggu oleh tradisi moyang. Keterbukaan terhadap pengalaman hidup membawanya sebagai penantang cara-cara pandang lama.

Keterbukaan hati dan telinga menjadikan seseorang termotivasi tinggi untuk menuntaskan perubahan, tidak mudah menyerah dan tidak mengampangkan suatu pekerjaan, mampu mengendalikan getaran-getaran jiwa yang liar, tidak larut dalam keadaan, dan tidak berantakan. Ia mengatakan “Kalau orang lain bisa, maka saya pun bisa”.

Keterbukaan terhadap diri menjadikan seseorang tidak takut menghadapi lawan, fitnah, ketidaksenangan orang lain bahkan tidak takut ketika lawan mempermalukannya. Baginya perubahan jauh lebih penting daripada jabatan, ia mampu bekerja optimal meski belum menjadi bos. Ketika ditanya tentang keberhasilan organisasi ia mengatakan “itu tergantung bagaimana saya menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitar saya”. Ia tidak mengatakan, “ïtu karena saya sendiri”.

Keterbukaan terhadap kesepakatan menjadikannya tidak mudah tersinggung dan lebih kreatif, percaya diri dan relasional dalam mengambil keputusan. Kritik demonstrasi bukanlah suatu kekerasan yang harus diakhiri dengan amarah. Jika orang lain melanggar peraturan ia terbuka, dan mulai bertanya mengapa melanggar, salah peraturan atau salah manusianya. Ia mampu memilih siapa yang harus ditekan dan siapa yang harus dibina. Ia percaya kepada orang lain 100% dan baru mempersoalkannya setelah terbukti tidak dapat dipercaya. Ia tidak mengatakan ”Orang di sekitar saya tidak banyak yang dapat dipercaya. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri dan tidak jujur”. Nah di sini, kalau Soekarno dan Hatta masih memberi kepercayaan kepada Jepang terkait pemberian kemerdekaan dibansing kepercayaan kepada golongan muda yang mendesak agar proklamasi segera dilaksanakan, tentu proklamasi mungkin menjadi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali kemerdekaan bagi bangsa Indonesia karena musantara telah diburu oleh pendudukan Sekutu yang mengalahkan Jepang dalam perang Asia-Pasifik.

Keterbukaan terhadap tekanan, membuat seseorang lebih tenang, tidak larut dalam emosi atau gerakan-gerakan yang membenturkan antarkelompok, tidak terlalu mencemaskan hal-hal yang belum tentu kebenarannya. Ia lebih optimis melihat hari esok. Mendapat takanan adalah hal yang biasa, ia mungkin saja suatu saat kecewa dan cemas, tapi itu cuma sebentar saja.  Ketika perekonomian negara memburuk, ia berkata “kita harus bekerja lebih serius. Situasi sulit ini pertanda kita sedang naik ke atas, bukan ke bawah”. Nah di sini pemimpin tidak selayknya ngambek terlalu lama, sebagaimana ngambeknya eks Presiden (Megawati) selama sepuluh tahun pemerintahan eks Presiden SBY. Megawati tidak pernah hadir daam upacara memperingati proklamasi kemerdekaan Indonesia semasa pemerintahan SBY, Megawati baru hadir pada peringatan proklamasi tahun ini, 17 Agustus 2015, di masa pemerintahan Joko widodo.

Harapan dan meraih juara

Sepanjang bekerja di GO Merangin ada sejumlah tekanan/beban, tapi seolah terbayar karena di acara ini ada perlombaan yang menyenangkan dan menantang, lebih-lebih saya mendapat juara lomba dan sejumlah award dari kepala GO Merangin.

Di Bogor saya pernah melihat ikan yang besar dan padat, ternyata itu karena ia berenang penuh tantangan yakni berenang di air yang mengalir deras. Di Jambi saya pernah melihat pembakaran batu bata, makin panas dan makin lama batubata dibakar makin baik kualitasnya. Begitu juga dalam suasana penuh tantangan (tekanan) akan semakin memperbaiki kualitas diri dan mental menjadi tangguh.

Saya masih punya harapan dan di masa depan tiga kata kunci tekanan/beban, hadiah dan kesatuan, tetap menjadi titik tolak mengisi kemerdekaan Indonesia, kemudian saya meyakini Indonesia akan menyumbang peradaban bagi dunia, dan pemimpinnya tidak diremehkan oleh negara lain.

Saya meyakini yang mana saya adalah bentuk bonus demografi dapat memperbaiki kualitas sehingga negara tidak banyak terbebani subsidi public service, sebaliknya saya meyakini akan memicu prestasi perekonomian negara karena sejak dini dalam skala pekerjaan saya memiiki target meningkatnya jumlah pendaftar di GO Merangin dan meningkatnya jumlah siswa yang berprestasi, seperti juara/ranking di kelas, juara UN, lulus PTN (Perguruan Tinggi Negeri) favorit. Selain itu juga karena tingkat kecerdasan mempengaruh tingkat perekonomian seseorang, bagus pendidikannya maka bagus pula perekonomiannya. saya melihat perkenomian yang bagus itu akan terwujud hingga tahun 2045 ketika kemerdekaan telah mencapai usia seabad. Asalkan bertolak pada trisila yaitu tekanan, hadiah dan komunikasi yang seimbang.

Selain itu, harapan saya juga adalah persatuan bangsa Indonesia lebih dikedepankan dibanding kepentingan golongan sebagaimana dalam skala pekerjaan, saya berusaha terbuka dan menjaga kesatuan (tali silaturahim) di antara tim GO Merangin. Faktor utama persatuan yang digalang dengan keterbukaan inilah yang menjadikan bangsa Indonesia mampu merdeka dan itu juga yang mungkin menginspirasi GO hingga bertahan 31 tahun lamanya (berdiri sejak 2 Mei 1984), jika tidak, jadilah ia hanya sebuah nama, tanpa wujud.

 

telusuri:

Dokumentasi Kegiatan

Rini Mardikaningsih dan R. sumaryono. 2013. Sejarah [kelas X11 SMA]. Tiga Serangkai Putra Mandiri. Jakarta.

 

Ikuti tulisan menarik Mahendra Ibn Muhammad Adam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler