Penulis Mati, Terbitlah Karyanya

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika pewaris tak mengabaikan wasiat penulisnya, sejumlah naskah penting tak akan terbit. Kita tak akan membaca sejumlah karya Kafka dan Nabokov.

Wasiat Vladimir Nabokov kepada keluarganya agar mereka membakar karya terakhirnya jika ia mati ternyata tak dipenuhi. Sejatinya, naskah Nabokov ini belum kelar sebagai sebuah novel saat penulis ini wafat pada 1997, sebab masih terpenggal-penggal dalam 138 kartu indeks. Proses menulis dengan kartu indeks dipakai Nabokov tatkala mengerjakan Lolita dan karya-karyanya yang lain.

Selama berpuluh tahun Dmitri Nabokov—anak lelaki Vladimir—menyimpan karya terakhir itu di sebuah bank Swiss. Dmitri tak segera memusnahkannya seperti amanah Vladimir dan malah mengizinkan seorang peneliti tentang Nabokov untuk membaca karya tersebut. Akhirnya, 30 tahun sesudah kematian ayahnya, pada 2008 Dmitri mengumumkan keputusannya untuk menerbitkan karya itu. “Jalan terus dan terbitkan,” ujar Dmitri menirukan perintah ayahnya yang, menurut pengakuannya, muncul dalam penglihatannya.

The Original of Laura, karya Nabokov ini, adalah bagian dari kecenderungan yang sempat marak di jagat penerbitan buku dunia: menerbitkan karya yang belum sempat dipublikasi tatkala penulisnya masih hidup—posthumous. Namun banyak sarjana yang sempat membaca ‘kartu-kartu indeks’ Nabokov atas permintaan penerbit Alfred A. Knopf merasa bingung, bagaimana menyusun urutan adegan demi adegan yang ada di 138 kartu catatan itu.

Penggemar Nabokov antusias menyambut penerbitan Laura pada 2009, walaupun penentangan pun tak kalah kerasnya. Mereka yang antusias merujuk kepada kasus naskah-naskah Franz Kafka. Seandainya wasiat Kafka kepada kawannya, Max Brod, agar naskah-naskahya dibakar bila ia mati dipatuhi, maka publik luas tak akan pernah membaca The Trial, The Castle, dan Amerika.

Michael Crichton, penulis yang kuat dalam genre techno-thriller, meninggalkan dua karya yang belum terbit ketika ia meninggal tahun 2008. Salah satunya ialah naskah petualangan para bajak laut di Jamaika abad ke-17. Crichton, tak seperti Nabokov, tidak meninggalkan wasiat apapun mengenai naskahnya.

Naskah itu ditemukan dalam laptop Crichton bersama naskah techno-thriller yang belum selesai. Untuk menyelesaikannya, penerbit mencari penulis yang tepat untuk meneruskan dan menyelesaikan naskah Crichton ini. Ketemulah Richard Preston. November tahun 2011, novel ke-17 Crichton tersebut terbit dengan judul Micro setebal 424 halaman. Sepertiga pertama novel ini ditulis oleh Crichton, dan dua pertiga sisanya ditulis oleh Preston. Kontribusi Preston dihargai dengan mencatumkan namanya di sampul Micro bersama Crichton.

“Bagi saya, menyelesaikan novel ini merupakan tantangan yang tidak bisa ditolak, dan saya terdorong oleh hasrat untuk menghormati karya ini dan imajinasi dari penulis kreatif dan paling visioner dari zaman kita,” kata Preston. Jadilah Micro karya dua penulis yang belum pernah bertemu dan membicarakan seperti apa cerita akan dibangun.

Draf naskah novel David Foster Wallace, yang juga belum selesai, ditemukan oleh istrinya Karen Green dan agennya, Bonnie Nadell, di komputer David. Dua komputer dan sejumlah naskah dalam bentuk hardcopy tersimpan di garasi mendiang penulis yang meninggal dalam keadaan menggantung diri, tahun 2008. Nadell bingung, lantaran banyak versi draf untuk novel ini. Michael Pietsch, kawan dan editor David, lalu menangani naskah ini hingga akhirnya diterbitkan pada 2011 dengan judul The Pale King.

Sejumlah karya William Styron juga terbit posthumous. Tatkala penulis The Confessions of Nat Turner dan Sophie's Choice ini meninggal pada 2006, ia sebenarnya belum menerbitkan apapun selama 13 tahun terakhir. Buku terakhir yang terbit ialah kumpulan tiga cerita (1993). Tiga tahun sepeninggal Styron, penerbit Random House menerbitkan karyanya di bawah judul The Suicide Run yang terdiri atas lima cerita.

Hingga tahun terakhir hidupnya, Styron terus berjuang untuk menyelesaikan novelnya The Way of the Warrior, yang ia tulis berdasarkan pengalamannya sebagai marinir pada Perang Dunia II dan Perang Korea. Namun upaya itu tidak berhasil, Styron mengalami depresi. Penerbit menyewa seorang editor untuk menangani naskah setebal 300 halaman yang sudah berhasil ia selesaikan.

Jauh sebelum Nabokov, Styron, dan Wallace, publikasi posthumous sudah dimulai atas karya-karya Jane Austen, sekitar dua abad yang lampau. Tiga novel penulis Amerika yang mashur dengan Pride and Prejudice ini terbit pada 1817, kendati diterima oleh penerbit hampir 15 tahun sebelumnya. Austen tidak pernah menyaksikan tiga karyanya, yakni Northanger Abbey, Persuasion, dan Love and Friendship,terbit dan dibaca publik. Beruntung, karya-karya Austen itu terbit dalam keadaan naskah sudah selesai ditulis, sehingga penerbitnya tidak perlu repot. ***

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler