Sejak Purba, Ia Telah Menawan Manusia

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kuda mengilhami manusia untuk mencipta patung dan lukisan, bahkan sejak zaman purba.

"A horse is the projection of peoples' dreams about themselves - strong, powerful, beautiful - and it has the capability of giving us escape from our mundane existence."
--Pam Brown (Penulis)

 

Dua penggal kepala kuda menjulang di tengah-tengah Helix Parkland, Skotlandia—sekitar 30 meter dari permukaan tanah. Satu menatap Bumi, yang lain menatap langit. Di Tahun Kuda yang baru lalu, The Kelpies diresmikan sebagai simbol baru Skotlandia.

The Kelpies, dibangun oleh seniman Andy Scott selama tujuh tahun, menghabiskan lebih dari 600 ton material baja selama proses konstruksi dan lebih dari 10.000 special fixings yang digunakan untuk  menjaga agar ‘kulit’ kepala kuda tetap melekat pada kerangkanya.

Di tempat patung kepala kuda itu berdiri adalah tempat kuda-kuda bekerja menarik beban dari kanal-kanal di Skotlandia masa lampau. The Kelpies, kata Scott, menjadi personifikasi sejarah ekuina lokal maupun nasional—industri yang sudah lenyap dari tanah Skotlandia, digantikan oleh mesin-mesin. Tapi, The Kelpies juga simbol kemodernan Skotlandia, yang memadukan teknologi maju ke dalam penciptaan karya seni.

The Kelpies mungkin mewakili era terbaru seni patung dalam teknik dan materialnya. Sebelum The Kelpies, kuda kerap tampil utuh menyertai figur-figur penakluk atau tokoh-tokoh historis yang melegenda. Nyaris di setiap negara dapat dengan mudah ditemukan patung sosok berkuda. Salah satu patung tertua berasal dari masa Yunani kuno, kira-kira abad keenam Sebelum Masehi.

Jejak-jejak kebudayaan kuno Mesir, Suriah, maupun Persia menunjukkan relief-relief kuda yang menjadi tunggangan para negarawan maupun pemimpin militer. Patung Marcus Aurelius merupakan salah satu artefak budaya dari zaman Romawi kuno yang berhasil diselamatkan dan kini disimpan di Museum Capitolini, Roma. Di depan museum ini, diletakkan replikanya.

Sangat boleh jadi, kuda merupakan hewan yang paling banyak dibuatkan patungnya bersama negarawan, pemimpin militer, ataupun pemuka masyarakat. Di St Petersberg, Rusia, tegak patung ‘Penunggang Kuda’ terbuat dari perunggu yang menggambarkan sosok Peter Agung. Patung ini dibuat pada 1782 oleh Étienne Maurice Falconet, seniman Prancis.

Sebagai hewan yang kuat, gagah, sanggup berlari kencang, dengan gerakan yang begitu indah, kuda seolah mewakili keanggunan kekuasaan. Kuda menjadi pilihan untuk mengenang kehebatan para penakluk ke dalam patung dengan beragam material.

Dalam bentuk dua dimensi, kehadiran lukisan kuda juga terbilang tua. Salah satu figur berbentuk kuda yang juga mashur ialah Kuda Putih Uffington, yang dianggap sebagai bukti bahwa memahat gambar kuda di sisi-sisi bukit sudah menjadi tradisi yang berusia tua. Gambar kuda dari bahan kapur yang ditorehkan pada dinding bukit ini memiliki panjang 110 meter, terletak di Uffington, Oxfordshire, Inggris. Diperkirakan usianya sekitar 3.000 tahun—masih lebih muda dibandingkan dengan lukisan gua dari masa pra-sejarah, 16-17 ribu tahun yang silam, yang dijumpai di gua-gua Lascaux, di kawasan Dordogne, Prancis.

Ada pula Alexander Mosaic, lukisan kuno yang diperkirakan berasal dari tahun 100 SM. Lukisan ini ditemukan di reruntuhan Pompeii, kota di zaman Romawi kuno yang hancur tertimbun saat Gunung Vesuvius meletus. Kuda-kuda dalam lukisan ini digambarkan begitu hidup dan bermata liar. Mosaik ini memungkinkan kita melihat bagaimana kuda menjadi sahabat manusia sekitar 2.000 tahun yang silam.

Seni Mesir dan Yunani kuno juga telah mengenal gambar-gambar kuda, yang pelukisannya mencerminkan pengetahuan yang lebih baik dalam anatomi kuda. Di era Yunani klasik dan kemudian Romawi, gambar kuda masih menjadi kesukaan, namun di era Kristen dan Bizantium tema-tema keagamaan lebih dominan. Di China abad ke-12, kuda menjadi favorit pelukis Li Gonglin yang aktif selama masa kekuasaan Dinasti Song.

Di Eropa, kebangkitan kembali kuda sebagai tema karya seni berlangsung pada masa Renaisans dan mengilhami pelukis Paolo Uccello, Benozzo Gozzoli, serta Andrea Mantegna. Karya Uccello, The Battle of San Romano, memperlihatkan berbagai tataran pertempuran. Knight, Death and the Devil, karya Albrecht Durer (1513), mengangkat subyek militer yang dipadu dengan tema alegoris.

Leonardo da Vinci hidup dan mengembangkan segenap bakatnya di era Renaisans. Sebagai seniman yang sangat berbakat, Leonardo mendapat perintah dari Duke of Milan Ludovico il Moro (1482), yang ingin membangun patung kuda terbesar di dunia untuk mengenang ayahnya, Francesco. Leonardo memelajari anatomi kuda dan membuat sketsa-sketsa dengan begitu detail.

Namun, kuda Leonardo tak pernah terwujud. Lima abad kemudian, seniman-seniman dari abad ke-20 berusaha mereplikasi rancangan Leonardo. Salah satu patung berbasis rancangan Leonardo kini tegak di San Siro Hippodrome, Milan.

Di era Baroq, tradisi menggambar kuda berkembang melalui keprigelan Peter Paul Rubens, Anthony van Dyck, dan Diego Velazquez. Theodore Gericault dan Eugene Delacroix menghela gerakan Romantisme di pertengahan abad ke-18. Kedua seniman ini mengangkat kuda sebagai tema karya-karya mereka. George Stubbs (lahir 1724) dikenal sebagai ‘pelukis kuda’ lantaran kesukaannya mengangkat tema kuda.

Ketika olahraga berkuda mulai populer pada abad 19, pacuan kuda mengilhami pelukis impresionis Edgar Degas untuk mengangkat tema ini ke kanvasnya (Before the Race, 1882-84). Ia termasuk yang pertama menggunakan referensi fotografis untuk melukis. Namun studi fotografis pergerakan kuda oleh Edward Muybridge-lah yang berpengaruh besar terhadap seni tentang kuda karena membuka pemahaman yang lebih baik perihal hewan ini.

Terilhami oleh karya El Greco, Saint Martin and the Beggar, Pablo Picasso memperkenalkan kuda ke dalam kanvasnya pada tahun 1906 melalui Boy Leading a Horse. Karya Picasso yang sangat mashur, Guernica, menggambarkan tragedi perang dan penderitaan yang dialami manusia dan hewan—yang direpresentasikan oleh kuda, yang dilukis oleh Picasso dengan gaya kubisme.

Guernica adalah sebuah desa di Spanyol utara yang diluluhlantakkan oleh pesawat pembom Jerman dan Italia, atas permintaan pasukan Nasionalis Spanyol, pada 26 April 1937 selama Perang Saudara. Dalam warna abu-abu, hitam, dan putih yang dramatis, Guernica menjadi karya monumental yang mengingatkan orang akan tragisnya perang dan secara tak langsung berkontribusi dalam mengakhiri Perang Saudara di Spanyol.

Bagi pelukis Indonesia, kuda menjadi hewan pilihan yang banyak diangkat ke kanvas. Raden Saleh, Basuki Abdullah, dan Affandi menghadirkan kuda dengan gaya masing-masing. Raden Saleh, yang pernah menetap di Eropa dan menarik perhatian orang-orang di sana, menggambarkan kuda sebagai hewan perkasa dan dinamis.

Karya Raden Saleh, Lion Hunt, yang bertahun 1841, melukiskan perburuan singa oleh sejumlah orang Arab berkuda. Karya ini sekarang menjadi koleksi Art Museum Riga di Latvia. Dalam Arab Horseman Attacked by a Lion on the Edge of a Ravine (1842), Raden Saleh menggambarkan seekor singa yang menyerang kuda dan penunggangnya. Pertarungan dua hewan ini juga menjadi tema karyanya yang lain, Perkelahian dengan Singa (1870).

Pergulatan hewan dan manusia merupakan salah satu tema terkuat karya-karya Raden Saleh. Banyak peneliti dan pelaku seni menduga bahwa di dalam tema-tema ini tersimpan ‘simbol’ kehidupan dan kematian, walau ada yang menafsirkannya dalam konteks perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Apapun tafsirnya, kanvas Raden Saleh telah menguarkan suasana dramatis dan emosional dalam pertarungan antara manusia bersama kuda melawan singa pada kanvas yang kelam, dengan langit kemerahan dan gurun yang tandus. “...dalam detik-detik waktu, mereka tengah terbakar oleh semangat perburuan atau ketakutan akan bahaya yang tak bisa terhindari...,” tulis P.J. Veth, orang Belanda.

Di tangan Basuki Abdullah, yang berjiwa romantis, kuda pun jadi cantik. Dengan teknik plototan-nya, Affandi lebih ekspresif dalam menyingkapkan naluri seekor kuda sebagaimana dalam Kuda Putih. Goresan catnya yang spontan menciptakan kuda yang terkesan liar.

Sejak zaman purba, kuda telah menawan manusia. Hewan ini bukan hanya menyediakan kekuatannya untuk membantu manusia menyelesaikan pekerjaan, menemani para penakluk dalam berbagai pertempuran, tapi juga memantik ilham para pelukis, pematung, penyair, dan penulis kisah. Postur, kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan keanggunan geraknya menjadikan kuda ilham yang tak habis-habis. (foto: the kelpies, sumber foto: thedevianart.com) **

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler