RUU Kebudayaan, Kelak Gagasan Dikontrol

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

RUU Kebudayaan yang masuk dalam pembahasan, banyak bagiannya yang dipersoalkan. UU ini memuat aturan-aturan yang bisa jadi control gagasan

Membaca RUU Kebudayaan, kita akan tercengang-cengang, sebab setiap pasalnya sungguh bicara sangat teknis. Sebut saja, misalnya, mengatur soal wisata kuliner, pementasan seni, sampai kretek, yang mesti masuk dalam ranah perlindungan, karena dinilai sebagai produk budaya.

Pembahasan RUU bisa dipastikan akan sangat melelahkan, karena bermain-main pada wilayah yang sangat operasional. Situasi seperti ini bisa memunculkan diskusi liar, karena masing-masing memiliki pengalaman dan pandangan yang berbeda mengenai bidang-bidang teknis itu. Contoh paling ramai, diskusi mengenai kretek, yang dinilai sebagai warisan budaya asli Indonesia.

Perdebatan mengenai kretek tentu akan alot. Diskusinya akan keluar dari wilayah produk budaya, melainkan masuk ke ranah tafsiran atas kretek. Kretek, bisa ditafsirkan dari banyak kepentingan: agama, kesehatan, industri, dan ekonomi petani tembakau. Artinya, pembahasan dan perdebatan berada dalam ranah tafsiran, bukan substansi produk budaya.

Tetapi itu, yang sungguh menggelisahkan terkait dengan RUU Kebudayaan. Ketika lalai dan asyk dalam perdebatan teknis, lupa RUU ini sangat memungkinkan masuk dalam ranah kontrol atas gagasan dan pemikiran. Tafsirannya sangat terlalu luas sehingga masuk dalam ranah budaya yang di dalamnya mencakup ide-ide, cara berpikir dan pemikiran-pemikiran manusia.

Jika ini dibiarkan, karena RUU memberikan mandat merumuskan apa yang dinilai sebagai berdampak negatif bagi jati diri bangsa dan karakter manusia Indonesia, sangat mungkin mandat ini bisa semena-mena berdasarkan cara pandang mereka yang memiliki kuasa merumuskannya.

Maka Kelak, tak usah terlalu mengajukan, manakala akan banyak muncul larangan aktivitas kebudayaan dengan mengatasnamakan pelestarian budaya bangsa. Padahal, jika ditarik ke belakang, nilai budaya asli nusantara bukanlah Islam, bukanlah Katholik dan Protestant, bukanlah Hindu, Budha dan Konghucu.

Kenapa demikian, sebab gagasan dan produk budaya yang dibawa agama-agama itu datang kemudian, dan ide-ide budaya itu tidak datang dalam ruang hampa, mereka masuk dan melakukan penghapusan nilai-nilai, ide dan produk budaya yang sudah ada sebelumnya.

Jadi, jangan-jangan RUU Kebudayaan sesungguhnya hanya akan melestarikan ide dan produk budaya paska agama-agama masuk nusantara. Jika demikian RUU ini sama sekali tak bermanfaat bagi ide budaya asli di nusantara.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua