x

Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri mengikuti upacara pada acara wisuda IPDN di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (6/9). TEMPO/Prima Mulia

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dulu, Pangrehpraja Pegang Pistol

Kemudian ia bercerita tentang sejarah dia sebagai lulusan sekolah pamong tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat 'gonjang-ganjing' usulan Gubernur DKI Jakarta ingin membubarkan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), saya sempat berbincang dengan Ermaya Suradinata Rektor sekolah penghasil pamong praja itu di ruang rapatnya yang bersebelahan dengan ruang kerjanya di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Ditemani kopi dan goreng tape serta tahu Sumedang, obrolan dengan mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu berlangsung cair. 
 
Ermaya bercerita banyak, mulai dari sejarah berdirinya IPDN, hingga lulusan sekolah tersebut yang dipakai Komisi Pemberantasan Korupsi. Kata dia, dipercayanya anak IPDN masuk Rasuna Said, adalah bukti lulusan sekolah birokrat itu dipercaya oleh lembaga lain. Padahal tak gampang masuk KPK. Selain di KPK, lulusan IPDN juga banyak bertebaran di instansi lain. 
 
"Di KPK, ada lulusan IPDN. Dua-duanya ikut tes, dan masuk dua-duanya. Satu tes, lulus, satu lagi tes lulus," katanya.
 
Jadi, kata dia, itu membuktikan lulusan IPDN memang punya nilai lebih. Di Dewan Perwakilan Daerah juga demikian. Satu lulusan IPDN ikut tes, langsung diterima. Pun di lembaga lain, seperti di Kementerian Perhubungan, Badan Pengawas Pemilu, Komisi Pemilihan Umum, Kementerian ESDM, dan juga di kementerian lain. Yang menggembirakannya lagi, beberapa memegang 'posisi'. 
 
"Ada yang eselon III. Mereka-mereka ini, di kementerian lain eksis," kata Ermaya dengan senyum bangga. 
 
Karena itu ia meyayangkan kenapa sampai muncul usulan pembubaran IPDN seperti yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta. Padahal di Jakarta sendiri, banyak lulusan IPDN. Bahkan, beberapa diantaranya dipercaya Ahok jadi kepala dinas. Namun kata Ermaya, dari pada saling serang, lebih baik ambil hikmah positifnya saja. Anggap saja usulan Ahok itu adalah kritikan yang membangun agar IPDN bisa lebih baik lagi. Karena diakuinya, diantara ribuan lulusan IPDN, pasti ada yang berbuat salah. Dan, itu juga berlaku bagi lulusan sekolah lain. 
 
Satu cangkir kopi sudah saya habiskan. Ermaya pun meminta tambah secangkir teh baru. Goreng tape di piring pun tinggal beberapa biji lagi. Ermaya masih tampak bersemangat bercerita. Kemudian ia bercerita tentang sejarah dia sebagai lulusan sekolah pamong tersebut. Kata dia, bisa dikatakan dirinya adalah jebolan sekolah pamong paling awal. Ia adalah lulusan Salapuda,  embrio IPDN. 
 
"Saya sekolahnya dulu, kepamongprajaan. Dulu namanya sekolah pangrehpraja," katanya. 
 
Kata dia, ini adalah sekolah lanjutan pemerintahan tingkat dua. Dan, ada sebuah kisah menarik yang dituturkan Ermaya. Ermaya bercerita, begitu lulus dia langsung jadi mantri polisi.
 
"Saya begitu lulus jadi mantri polisi. Masih ingat, dulu pegang pistol. Talinya merah," katanya.
 
 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler