x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Fokuslah pada yang Ingin Kamu Lakukan

Jika ingin berubah, fokuslah pada apa yang ingin kita kerjakan, bukan pada apa yang tidak ingin kita lakukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“It is during our darkest moments that we must focus to see the light.”

--Aristotle Onassis (1906-1975)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seorang kawan mengaku sulit menghalau kebiasaan memikirkan apa saja yang harus ia sampaikan dalam rapat dengan atasan. Satu jam sudah berlalu dan ia baru menulis satu paragraf laporan. Begitu banyak hal yang ingin ia laporkan, hingga ia kebingungan harus memulainya dari mana.

Kawan ini berkata, ia kerap dirundung ketegangan setiap kali harus menulis laporan. Ia merasa kesulitan melepaskan diri dari kebiasaan lama: menganggap semua hal penting dan ingin menuangkan semuanya ke dalam laporan. Ia takut ada yang terlewat. Akibatnya, ia sering menunda menulis laporan karena sibuk menghimpun bahan-bahan terlebih dulu. Sebanyak-banyaknya, walau kemudian ia tak mungkin memakai seluruh data.

Mengubah kebiasaan seperti itu boleh dibilang gampang-gampang susah. Ini tidak ubahnya menghentikan kebiasaan merokok atau kebiasaan menghabiskan malam hari dengan duduk tekun di depan televise—menonton apa saja yang disajikan stasiun televisi, tak peduli berbobot atau tidak tayangannya. “Saya ingin menghentikan kebiasaan ini, tapi bagaimana caranya?” pertanyaan seperti ini kerap muncul.

Semakin dipikirkan kebiasaan buruk itu, lazimnya semakin sering ia muncul di benak kita. Studi mengenai “thought suppression” memperlihatkan bahwa upaya “menolak sesuatu” justru membuat “sesuatu” itu lebih aktif menari-nari dalam benak kita. Ketika kita berpikir hendak menghentikan kebiasaan merokok, justru keinginan merokok itu mendesak-desak minta dipenuhi. Menurut studi ini pula, hal serupa terjadi pada perilaku. Upaya untuk tidak melakukan kebiasaan buruk seringkali justru menguatkan kebiasaan buruk itu.

Mengapa begitu? Karena kita fokus pada apa yang tidak ingin kita kerjakan: kita tidak ingin merokok lagi, kita tidak ingin menonton tivi lagi, kita tidak ingin berlarut-larut membuat laporan, dst. Agar keinginan positif kita yang efektif dan lebih menonjol, para ahli menyarankan agar kita fokus pada apa yang ingin kita kerjakan, bukan pada apa yang tidak ingin kita lakukan.

Maksudnya ialah pikirkan apa yang ingin Anda kerjakan dan carilah aktivitas pengganti setiap kali keinginan untuk melakukan kebiasaan buruk tersebut datang. Misalnya, tatkala Anda merasa mulai marah, segera tariklah napas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Aktivitas ini dapat menurunkan ketegangan Anda. Tatkala keinginan minum kopi muncul dan Anda berjuang untuk menghalau keinginan itu, janganlah hanya berpikir, tapi segeralah minum air putih. Jangan menundanya!

Daripada menghabiskan waktu beberapa jam di depan tivi, cobalah Anda memanfaatkan waktu dengan membaca buku atau menulis. Begitu keinginan menonton tivi datang, segera ambil buku paling menarik dan bacalah. Bila Anda berusaha untuk berhenti menonton tivi tapi tidak mempunyai alternatif kegiatan, mungkin akan terasa lebih sukar. “Kalau nggak nonton tivi, terus ngapain ya?” Pilihannya: segera saja tidur.

Mengayunkan langkah pertama barangkali terasa berat, karena itu disarankan untuk menggunakan “kekuatan keinginan” dengan membayangkan hal-hal positif yang bisa diperoleh bila kita beralih kepada kebiasaan baru. Caranya dengan membuat sasaran yang realistis dan biarkan “kekuatan penarik” dari sasaran itu bekerja untuk kita.

Kekuatan keinginan dapat muncul tatkala kita membayangkan manfaat dari membaca buku. Kita dapat memilih tema buku yang kita sukai—fiksi, non-fiksi, misteri, sejarah, atau politik.

Dengan membayangkan bahwa begitu laporan selesai kita bisa beristirahat sejenak untuk menonton film atau makan enak di sebuah restoran, jalan-jalan, atau berenang, mungkin kita terdorong untuk membuat laporan lebih cepat. Kita perlu membayangkan hal-hal yang positif dan menyenangkan, bukan membayangkan atasan yang marah bila laporan tidak selesai.

Kita bisa mencari alternatif dalam membuat laporan dengan memulainya dari membuat kerangka laporan (outline) sebagai panduan. Bila kemudian terasa ada yang kurang setelah kita membacanya, kita bisa menambahkan dan memperbaiki. Tak perlu cemas dan panik. Semakin cemas dan panik, semakin otak kita kacau dalam berpikir.

Saya ingat kata-kata Sokrates, filsuf kuno Yunani, bahwa “rahasia perubahan ialah pusatkan seluruh energimu, bukan untuk melawan yang lama, tapi membangun yang baru.” Jadi, tetapkan sasaran yang realistis, bayangkan hal-hal positif bila sasaran itu dapat tercapai, dan biarkan ‘kekuatan penarik’ dari sasaran itu bekerja. Sekali lagi, fokuslah pada apa yang ingin Anda kerjakan, bukan pada yang tidak ingin Anda lakukan. Moga-moga kebiasaan buruk kita segera berlalu. (sumber foto: luminous-landscape.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler