x

Iklan

Kukuh Giaji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bapak Menteri yang Kerjanya Ngeblokir Mulu

Kominfo lagi-lagi membuat keputusan mencenangkan dengan memblokir layanan mikroblogging Tumblr dengan alasan memuat konten negatif berupa pornografi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tumblr adalah salah satu jenis mikroblogging yang ada sejak tahun 2007 dan telah berkembang pesat kian tahunnya walau saat ini telah banyak menjamur media sosial sejenis namun media satu itu tetap memiliki tempat tersendiri di hati penggunanya. Tetapi, baru saja ada satu keresahan tengah terjadi di Indonesia akibat keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan pemblokiran kepada media tersebut lantaran disinyalir memiliki konten negatif berbau pornografi. Menurut berbagai macam pemberitaan di portal berita daring, Kominfo telah mengirimkan surat ke perusahaan Internet Service Provider (ISP) untuk memproses pemblokiran tersebut. Keputusan itu tampaknya memunculkan geram sendiri bagi para blogger dengan membuat aksi proses di berbagai media sosial dengan tajuk #BloggerMelawan. Sebagai seorang pengguna blogger aktif pula saya merasa resah karena kini hanya tinggal menunggu waktu saja mikroblogging lainnya, seperti blogspot maupun wordpress akan terkena pemblokiran juga dengan lagi-lagi alasan dangkal, yaitu ‘pornografi’.

Padahal dilansir melalui data WeAreSocial, terhitung Januari 2016 kini Indonesia telah mengalami perkembangan penetrasi internet sebanyak 34% dari total jumlah penduduknya, yaitu 259.1 juta orang. Sekitar 79 juta orang diantaranya telah aktif sebagai pengguna media sosial, dengan jumlah yang begitu besar tiap tahunnya maka menjadi tidak mungkin masyarakat saat ini akan mengalami banyak perubahan gaya hidup. Perubahan semacam ini dapat dilihat dalam konteks ‘opini masyarakat’ sebagai bentuk wujud demokrasi sebuah negara. Dengan media semacam Tumblr seharusnya membuat masyarakat Indonesia sebagai netizen lebih mudah dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah untuk dapat didengarkan keluh kesahnya maka apabila media semacam ini terus menerus diblokir atas nama perlindungan moral bangsa rasanya sangat tidak tepat malah cenderung mengabaikan hak demokrasi. Keputusan Kominfo yang demikian pada akhirnya dinilai keputusan sepihak dan tergesa-gesa tanpa mengkaji opsi-opsi apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah media yang diperkirakan memiliki konten negatif itu.

Datanya Mana?

Kominfo dari dulu walau telah berganti menteri sekalipun memang gemar melakukan pemblokiran di sana sini. Contohnya, Vimeo sebuah layanan publikasi video daring yang diblokir karena dianggap memiliki konten pornografi pada 2014 silam. Kementrian ini selalu menggunakan tamengnya melalui UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kategori “konten porno” memang seringkali digunakan oleh mereka sebagai pembenaran untuk memblokir situs tertentu seperti kasus Netflix beberapa waktu silam juga.

Padahal praktek pemblokiran itu bisa membahayakan jalur perekonomian dalam jangka panjang karena saat ini perkembangan pasar e-commerce tengah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan adanya bermacam peningkatan jumlah usaha yang dilakukan melalui proses daring. Dengan begitu, internet seharusnya dapat terus membantu pertumbuhan ekonomi.

Sebenarnya kalau mau dibilang adil Kominfo memang berhak untuk melakukan pemblokiran pada berbagai situs yang dinilai memuat konten negatif namun keresahan netizen timbul dari selalu tidak adanya transparansi data mengenai alasan-alasan yang dikemukakan oleh bapak menteri terhormat. Setidaknya, tabel grafik harus ada sebagai pendukung data primer kalau memang banyak masyarakat di Indonesia menggunakan media sosial untuk berpornografi ria. Kalau tidak ada maka sah-sah saja dong kalau banyak netizen menganggap langkah Kominfo adalah sebuah taktik pembungkaman terhadap opini masyarakat. Kebanyakan selama ini semua hanyalah argumentasi belaka yang dipaparkan oleh bapak menteri terhormat belum ada secara nyata data mengenai berapa banyak pengguna aktif hingga dampak atau efek penggunaan media tersebut terkait dengan isu yang dilemparkan. Sebuah tindakan pencegahan memang perlu dilakukan tetapi kalau tanpa bukti sedikit pun semua akhirnya langkah yang ada menjadi sia-sia saja.

Namun, apakah benar langkah pemblokiran merupakan tindakan tepat untuk mengendalikan degredasi moral bangsa akibat perkembangkan Internet di Indonesia?.

Literasi Media Kebutuhan Mendesak Bagi Masyakarat Indonesia

Saya memandang ketimbang pemblokiran maka literasi media adalah langkah paling nyata yang seharusnya dilakukan oleh Kominfo untuk mengatasi penggunaan media sosial yang bertanggung jawab untuk publik. Bagi mereka yang awam dengan istilah ini, literasi media seringkali merujuk kepada kemampuan individu dalam memahami dan menganalisis isi konten media hingga membuat produk media. Tetapi lebih dari itu, literasi media bisa juga dianggap sebagai pendidikan untuk mencapai pemahaman kritis bermedia bagi masyarakat. Hal ini sejatinya telah diterangkan dalam pasal 52 Undang-Undang 32 Nomor 2003 tentang penyiaran yang memaknai literasi sebagai kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat.

Saya sendiri kurang tahu menahu apakah Kominfo telah memiliki tanggung jawab demikian sama halnya dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), karena hakikatnya kini literasi media tidak hanya dapat diperuntukkan kepada televisi sebagai media penyiaran namun internet yang melahirkan beragam media baru ini juga telah dianggap oleh kalangan akademik internasional sebagai kajian penting dalam perkembangan literasi karena bentuknya yang kompleks dan ampuh dalam menyebarkan berbagai informasi secara cepat kepada beragam khalayak luas.

Perkembangan literasi media di Indonesia sendiri cenderung masih belum ideal apabila melihat bentuk pembelajarannya yang kebanyakan berupa seminar. Padahal untuk mencapai kondisi literasi, pertemuan satu tahap demikian tidak akan efektif dan efisien maka dibutuhkanlah kegiatan seperti pelatihan yang memakan waktu berhari-hari untuk mencapai tujuan melek media. Kominfo sendiri sebenarnya tidak perlu bersusah payah untuk mengadakan acara tersebut cukup bekerjasama saja dengan beragam komunitas blogger dalam mewujudkan tujuan itu. Selain dampak relasi yang besar, demokrasi pun dapat tumbuh dengan baik. Peran masyarakat dan pemerintah dapat lebih dioptimalkan ketimbang melakukan upaya pemblokiran terus menerus yang selalu berujung kesia-siaan.

Ikuti tulisan menarik Kukuh Giaji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler