x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Connecting the Dots, Kemampuan yang Diabaikan

Kapabilitas mentautkan hal-hal yang tampak tidak berkaitan memberi keunggulan bagi siapapun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

A-B-C-D: Always Be Connecting the Dots

--Richard Branson (Industrialis, 1950-...)

 

Apa hubungan alat pemeras anggur dan pengecoran logam? Jauh. Namun Johannes Gutenberg melihat ada hubungan baru yang bisa mentautkan dua teknologi itu. Melalui serangkaian uji coba, akhirnya pada tahun 1430 Gutenberg berhasil menciptakan mesin cetak pres. Dampaknya terhadap peradaban manusia begitu besar: produksi manuskrip dan buku meningkat, semakin banyak orang menulis dan membaca.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dibandingkan masyarakatnya ketika itu, Gutenberg adalah individu anomali yang berpikir beda. Hingga kini, kemampuan berpikir beda membuat individu tertentu terlihat menonjol di tengah kerumunan. Orang-orang ini menawarkan cara pandang lain, yang terkadang tidak terbayangkan. “Wow, ternyata bisa begitu ya,” adalah respon yang sering kita ucapkan saat terkesan.

Mereka sesungguhnya ‘melihat yang tak terlihat’. Yang tidak terlihat itu bukan tidak ada, melainkan kita melihatnya sendiri-sendiri sehingga kita kurang menaruh perhatian. Yang tidak terlihat itu bagaikan titik-titik yang seolah-olah tak punya hubungan satu sama lain atau tidak bisa dihubungkan. Mereka yang berpikir beda mampu melihat kaitan atau tautan di antara titik-titik itu.

Apa kaitan antara kendaraan pengiriman (mobil dan sepeda harus terus berkomunikasi sedang berada di mana dan melakukan apa), dengan popularitas LiveJournal (orang-orang berbagi cerita pribadi dengan orang lain yang jadi follower), dan hambatan teknologi SMS (semula terbatas 160 karakter)? Lumayan sukar untuk melihat kaitan satu sama lain. Namun Evan Williams dan kawan-kawan melihat koneksi di antara tiga hal itu dan terciptalah Twitter.

Mentautkan titik-titik (connecting the dots) adalah menemukan bentuk atau pola di dalam ‘puzzle’—ketika titik-titik belum terhubung, kita tidak melihat bentuk apapun. Ketika garis ditarik di antara titik-titik itu, muncullah gambar itik atau gelas atau kucing.

Dalam wacana manajemen, menghubungkan titik-titik digunakan sebagai metafor untuk mengilustrasikan kemampuan mengasosiasikan satu gagasan dengan gagasan lain, untuk menemukan ‘gambar besar’ di antara data yang besar. Kita mungkin punya berbagai data atau informasi yang terpisah-pisah tentang sesuatu. Untuk mampu mengambil kesimpulan yang tepat, kita perlu mentautkan kepingan-kepingan informasi yang terpisah-pisah itu. Kita harus berusaha menemukan benang merah dan melihat gambar besar atau polanya.

Secara individual maupun organisasi, kemampuan mentautkan titik-titik sangat perlu dikuasai. Kemampuan inilah yang membuat Steve Jobs terlihat berpikir beda. Sayangnya, kebanyakan organisasi dan perusahaan kurang menaruh perhatian terhadap kemampuan karyawannya dalam soal ini. Perusahaan mengajari karyawan untuk bekerja cepat, tentang kepemimpinan, mengenai kerjasama tim, tapi jarang yang mengajari bagaimana mentautkan titik-titik untuk menemukan gambar besar dari suatu tantangan.

Kecerdasan dalam mentautkan titik-titik yang terlihat tidak saling berhubungan dan menemukan gambar besar suatu persoalan menjadikan kita mampu menawarkan cara pandang yang berbeda. Kemampuan ini mempertajam persepsi dan pendekatan kita terhadap persoalan. Soalnya kemudian: bagaimana kita mengasah kemampuan ini? **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler