x

Petani menggarap lahan pertanian kentang yang ditumpangsari dengan bawang di Desa Argosari, Senduro, Lumajang, Jawa Timur, 30 Januari 2016. Material vulkanik berupa abu menyebabkan sedikitnya 3.000 hektar (ha) lahan pertanian yang ditanami sayur-mayu

Iklan

Anthea Haryoko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kentang Ternyata Meyebabkan Tanah Longsor

Studi Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa akar kentang menyebabkan longsor di Wonosobo. Kok bIsa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kentang memilki andil dalam penyebab tanah longsor dan banjir, terutama dikarenakan para petani mencoba memanfaatkan tingginya harga komoditi tersebut dengan menggunakan praktik pertanian yang membahayakan lingkungan.

Sebuah studi yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa, akar pendek dari tanaman kentang menjadi faktor utama terjadinya pengikisan tanah yang merupakan penyebab tanah longsor di Wonosobo, Jawa Tengah di mana penelitian ini dilaksanakan.

"Pada tahun 2010-2014, kenaikan rata-rata harga kentang lokal 35%. Oleh karena itu, petani terdorong untuk menanamnya yang ternyata justru membahayakan diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya," kata Peneliti CIPS di bidang Perdagangan dan Kesejahteraan, Hizkia Respatiadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan perdangangan yang proteksionis, seperti Undang-Undang Pangan No. 18/2012, yang cenderung terlalu membatasi makanan impor, justru menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri.

"Kita membutuhkan insentif yang lebih baik melalui kebijakan perdagangan yang dapat mendorong para petani untuk menanam tanaman yang sesuai dengan lingkungannya. Sehingga, mereka dapat memperoleh kehidupan yang layak tanpa membahayakan diri mereka dan orang lain," lanjut Hizkia.

Pada penelitian yang sama, CIPS juga menemukan bahwa pencegahan tanah longsor dapat dilakukan secara lebih baik jika komunitas lokal memiliki hak kepemilikan dan pengelolaan (property rights) atas kekayaan hutan mereka.

"Penduduk dari desa Buntu di Wonosobo tahu bahwa akan terjadi longsor jika Perhutani menebang pohon yang terletak di atas rumah mereka. Aktivitas kehutanan yang dilakukan perusahaan tersebut ini berdampak pada kegiatan penduduk setempat dan oleh karenanya mereka harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan," kata Peneliti CIPS di bidang Perdagangan dan Kesejahteraan, Hizkia Respatiadi.

"Komunitas lokal harus memiliki hak kepemilikan dan pengelolaan yang terjamin atas hutan, karena merekalah yang mengetahui apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya,".

Penelitian CIPS yang berjudul "Kepemilikan Hutan dan Pengelolaan Hutan di Indonesia" menunjukkan bahwa, dalam studi kasus lokal dan internasional pengelolaan hutan yang berkesinambungan meningkat ketika kepemilikan dan pengelolaan sumber hutan dipelihara oleh komunitas lokal. Ketika komunitas telah mengamankan hak kepemilikan dan pengelolaannya, mereka menjadi percaya diri untuk berinvestasi dalam praktik-praktik kehutanan yang berkesinambungan.

Arianto A. Patunru, Hizkia Respatiadi, Anthea Haryoko

KETERANGAN FOTO: Petani kentang di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah (22/9). ANTARA/Anis Efizudin 

Ikuti tulisan menarik Anthea Haryoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu