x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengingat Kembali Cara Bergerak Perlahan

Ketika kita mencandu kecepatan, kita lupa bagaimana bergerak perlahan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Derajat keperlahanan berbanding lurus dengan intensitas ingatan. Derajat kecepatan berbanding lurus dengan intensitas lupa.”

--Milan Kundera (1929-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya tidak tahu apakah kita menyadari bahwa kita telah mencandu kecepatan? Kita kesal tatkala komputer lamban membuka file, ketika sebuah situs memerlukan waktu lebih dari 10 detik untuk membuka halaman pertamanya, sewaktu kiriman tas yang kita beli di online store baru tiba setelah tiga hari kita pesan.

Begitu pula, restoran cepat saji berlomba-lomba memberi layanan pesan-antar dalam waktu 30 menit sudah diterima. Restoran akan memberi bonus kepada pelanggan jika hindangan tersaji lima menit lebih lambat dari yang dijanjikan. Mesin pencari di internet berlomba menjadi yang tercepat dan menghalau apa saja yang merintangi tercapainya tujuan itu. Para penyedia layanan dan produk berjuang keras untuk memuaskan konsumen yang memiliki harapan tinggi terhadap kecepatan.

Dalam banyak aspek kehidupan, kecepatan semakin dituntut jadi fitur kunci dalam mengukur kualitas suatu produk atau layanan. Pemberian izin pendirian perusahaan dipangkas hingga hanya dalam tiga hari. Barang hanya boleh tersimpan di gudang pelabuhan tidak lebih dari 24 jam. Produsen mikrochip berlomba menciptakan otak komputer yang mampu mengeksekusi perintah dengan jauh lebih cepat. Semakin cepat, semakin bagus. Semakin cepat, semakin mahal.

Saya rasa, kita memang telah mencandu kecepatan. Kecanduan ini bahkan terkadang demikian absurd. Di jalanan, kita memacu mobil dan motor sekencang mungkin tapi kita tidak tahu untuk apa. Kecepatan telah mengubah kimiawi otak kita, menyisakan sedikit waktu saja bagi kita untuk sempat mencium aroma wangi bunga mawar. Kecanduan akan kecepatan membuat kita tak punya waktu untuk menikmati semburat cahaya matahari pagi sebab kita harus segera tiba di tempat kerja.

Dalam masyarakat kapitalistik, kecepatan menyebabkan banyak orang terseok-seok di belakang. Mereka tertinggal, kalah dalam pacuan. Mereka yang lamban berjalan di pedestrian, orang-orang yang bekerja dengan komputer usang bersiap untuk kehilangan profit, pemberian izin yang lamban akan ditinggalkan investor.

Kecanduan akan kecepatan ini apakah membuat kita lupa cara bergerak perlahan? Apakah kita tak ingat lagi bagaimana bergerak seperti adegan slow motion dalam film? Barangkali, di era seperti sekarang, perlahan adalah sebuah revolusi yang mengguncang obsesi kita akan kecepatan. Perlahan adalah revolusi karena menawarkan pilihan yang berseberangan dengan kecanduan kita akan kecepatan.

Kecepatan telah jadi gagasan kunci yang mengubah mesin-mesin mekanik ke elektronik. Telepon dan telegram telah membebaskan manusia dari kelambanan komunikasi yang dipengaruhi oleh jarak. Dan semakin cepat ketika muncul telepon seluler dan internet. Dulu, pesan dikirim dengan transportasi kuda, kereta, atau kapal. Gagasan akan kecepatan memang telah membantu manusia membentuk kembali dunia ini dengan cara yang mengagumkan, tapi itu bukan tanpa ongkos.

Kecanduan akan kecepatan membuat kita terlupa bagaimana menikmati makan malam yang lezat bersama keluarga, berjemur menikmati matahari pagi tanpa harus menunggu saat cuti tiba, dan tidur nyenyak tanpa cemas tertinggal oleh berita. Kecanduan akan kecepatan menaikkan tekanan darah kita.

Kita dihadapkan pada dikotomi di antara dua hal, seperti kata Daniel Kahneman, peraih Nobel Memorial Prize dalam ekonomi. Pertama, cepat, naluriah, dan emosional. Kedua, perlahan, lebih deliberatif, dan lebih logis. Rasanya, kedua sisi itu tak perlu dipertentangkan dan akan mengguncang keseimbangan bila lebih berat pada satu sisinya.

Ketika kita terobsesi dan kecanduan akan kecepatan, keseimbangan yang terganggu akan memakan banyak biaya. Sisi perlahan dapat membantu mengembalikan keseimbangan itu—agar kita dapat menciumi aroma wangi melati, menyirami tanaman di sore hari, menikmati sejenak hangatnya matahari pagi, dan makan bersama keluarga tanpa tergesa-gesa. Perlahan diperlukan oleh karena tidak setiap hal mesti bergegas. (sumber ilustrasi: howardsnyder.seedbed.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB